mari kita bantu palestina dengan semampu kita kalau kita gak mampu kasih
materi dengan doa InsyaAllah akan kesampaian jg ,

Semoga Para pemimpin dunia juga bisa melek melihat pembantaian di paletina
saat ini.

FREE PALESTINE, AND DO NOT ATTACK IRAN.
============

On Tue, Jan 6, 2009 at 6:47 PM, Yoga Hanggara <yogahangg...@gmail.com>wrote:

>   *Surabaya Dulu, Gaza Sekarang*
> Shofwan Al Banna, Penulis Buku *"Palestina, Emang Gue Pikirin!"
>
> *
> http://alwaysthink.multiply.com/journal/item/45/Surabaya_Dulu_Gaza_Sekarang
>
> *Surabaya, 1945*
>
> Langit gelap. Bukan oleh awan yang hendak menurunkan hujan. Angkasa
> dipenuhi pesawat sekutu yang bergemuruh. Di dalamnya, para serdadu masih
> menyisakan keangkuhan. Mereka baru saja menghancurkan pasukan Jepang di
> Front Pasifik. Dari langit, mereka menebar ancaman: "menyerah, atau hancur".
>
> Beberapa pekan sebelumnya, pengibaran bendera Belanda memicu amarah para
> perindu kemerdekaan. Seorang pejuang mencabik warna biru dari bendera
> Belanda di Tunjungan, menggemakan pesan bahwa negeri ini tak rela kembali
> dijajah. Tentara sekutu menjawab dengan salakan senapan, bersembunyi di
> balik alasan "memulihkan perdamaian dan ketertiban". Jiwa-jiwa merdeka itu
> berontak. Brigadier Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris di Surabaya,
> terbunuh. Sekutu murka.
>
> Rakyat gelisah. Surabaya telah lama dikenal sebagai salah satu pusat
> perlawanan. Laskar-laskar dari berbagai pesantren dan daerah banyak yang
> menjadikan kota ini sebagai markas. Di kota ini pulalah, Cokroaminoto dan
> Soekarno muda mendiskusikan cita-cita kemerdekaan.
>
> Suara dari lelaki kurus itu menghapus semua keraguan.
>
> "Saudara-saudara rakyat Surabaya.
> Bersiaplah! Keadaan genting.
> Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
> Jangan mulai menembak.
> Baru kalau kita ditembak.
> Maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
> Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
> Dan untuk kita saudara-saudara.
> Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
> Semboyan kita tetap.
> Merdeka atau mati.
> Dan kita yakin, Saudara-saudara.
> Akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
> Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
> Percayalah Saudara-saudara!
> Tuhan akan melindungi kita sekalian.
> Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
>
> Merdeka!"
>
> Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya itu akan terus dikenang sebagai
> tonggak kemerdekaan Indonesia. Semua yang mengaku mencintai negeri ini tidak
> layak untuk menjadikan peristiwa itu berdebu di pojokan sejarah.
>
> ***
>
> *Gaza, peralihan tahun 2008-2009*
>
> Kota padat berpenduduk sekitar 1,5 juta orang –mayoritas pengungsi akibat
> pengusiran biadab Israel sejak tahun 1948, 1967, dan ekspansi ilegal
> pemukiman yahudi yang tak pernah menghormati perjanjian yang dibuatnya
> sendiri- itu mencekam. Sejak 27 Desember 2008, pesawat-pesawat Israel yang
> dilengkapi dengan bom-bom terbaru kiriman Washington membombardir kota ini.
> Ehud Barak, Menteri Pertahanan Israel, menyatakan bahwa operasi berjudul
> "Cast Lead" ini akan memakan waktu lama. Hingga hari ini, 510 orang telah
> meninggal dunia dan ribuan luka-luka. Tidak ada jurnalis diizinkan masuk.
> Bantuan medis pun kesulitan.
>
> Demonstrasi bergolak dari Jakarta sampai Eropa. Dari Jordania hingga
> Amerika. Posko bantuan dibuka di mana-mana, meskipun masih sangat kurang
> dibandingkan kebutuhan penduduk Gaza.
>
> ***
>
> Hati saya sakit saat ada yang berkata: *"Ngapain kita ngurusin Palestina,
> wong negeri kita saja masih amburadul".*
>
> Semoga kita tidak melupakan sejarah bahwa Al-Hajj Amin Al Husaini, Mufti
> Palestina, adalah orang pertama yang menyiarkan kemerdekaan Indonesia di
> radio internasional.
>
> Alasan yang sepintas terlihat nasionalis ini adalah pengkhianatan kejam
> pada nasionalisme Indonesia itu sendiri. Preambule Undang-undang Dasar 1945
> mendeklarasikan dengan jelas perlawanan pada segala bentuk penjajahan.
> Soekarno dan Hatta berkali-kali menandaskan bahwa nasionalisme Indonesia
> tumbuh di taman kemanusiaan. "Jangan pikirkan hal lain kecuali Indonesia"
> adalah logika yang menghina keindonesiaan.
>
> Hati saya lebih sakit lagi saat ada yang mengatakan "Itu kan salah HAMAS
> sendiri yang tidak mau damai dan menembakkan roket! Media di Indonesia
> terlalu berpihak pada Palestina, nih…gak berimbang!"
>
> Lalu, yang berimbang itu seperti apa? Seperti media massa Barat yang lebih
> menyalahkan HAMAS, menyiarkan propaganda Israel bahwa serangan ini adalah
> respon dari tindakan HAMAS menyerang Israel, menyalahkan sikap HAMAS yang
> memutus gencatan senjata? Sepertinya kita harus menelaah peringatan
> Finkelstein, seorang ilmuwan Yahudi, dalam bukunya Beyond Chutzpah: On the
> Misuse of Anti-Semitism and Abuse of History dan Image and Reality of
> Israel-Palestinian Conflict. Sejarah telah dibajak untuk tidak pernah
> mengkritisi Israel dan media massa pun tidak bebas dari pembajakan ini.
> Untuk melihat bias media barat dalam isu Palestina, silakan buka
> www.ifamericansknew .org.
>
> Bahkan, menurut saya, media di Indonesia masih terlalu berpihak pada
> Israel. Tidak ada yang menyebutkan fakta bahwa pemutusan gencatan bersenjata
> oleh HAMAS itu didahului oleh surat protes gerakan perlawanan itu atas
> terbunuhnya 4 orang petani di Gaza oleh tentara Israel. Tidak ada yang
> mengingatkan bahwa Israel terus melanggar perjanjian damai yang
> disepakatinya sendiri dengan membiarkan pemukiman ilegal terus tumbuh. Kita
> juga tak boleh lupa dengan tembok pemisah apartheid Israel yang memutus
> akses rakyat Palestina pada kebutuhan vital kehidupan. Belum lagi blokade
> Gaza yang lebih kejam dari Blokade Berlin pada masa Perang Dingin.
> *
> "Itu kan salah HAMAS sendiri yang tidak mau damai…"*
>
> Sampaikan pernyataan itu pada Bung Tomo dan para pendiri negeri ini.
> Alhamdulillah, para pendiri negeri ini menolak iming-iming perdamaian palsu
> di bawah ketiak Ratu Belanda. Soekarno bahkan menantang:* "Ini dadaku,
> mana dadamu!"*
>
> Kalau kita menggunakan logika yang sama, berarti kita mendukung Agresi
> Militer Belanda pada tahun 1948. *"Itu kan salah para pejuang kemerdekaan
> Indonesia yang tidak mau damai!"*
>
> Tidak banyak yang mengingatkan bahwa Israel berdiri dengan berkubang darah
> pembersihan etnis yang menghalalkan pembantaian dan pengusiran terhadap
> penduduk asli Palestina (Ilan Pappe: The Ethnic Cleansing of Palestine).
> Komunitas Yahudi yang hidup dalam perdamaian di bawah Khilafah Utsmaniyah
> tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan saudara-saudara mereka yang mengungsi
> dari kebiadaban Eropa dan membawa ide rasis radikal untuk mendirikan Israel
> (Amy Dockser Marcus, Jerusalem 1913). Bayangkan, komunitas yahudi saat itu
> yang sekecil komunitas muslim di Swedia saat ini tiba-tiba menuntut Negara
> sendiri dengan luas wilayah yang melebihi luas wilayah penduduk aslinya.
> Kalau muslim di Swedia tiba-tiba menuntut mendirikan Negara Islam, mereka
> pasti segera dicokok dan dilabeli teroris.
>
> Memori pembantaian ini dihapus dari sejarah dunia dan dari kesadaran rakyat
> Israel. Pada saat yang bersamaan, kenangan pahit ini terus hidup di antara
> rakyat Palestina. Maka, sangat sulit bagi orang Palestina untuk menerima
> perdamaian yang tidak pernah berpihak pada mereka, lha wong keberadaan
> Israel saja tidak legal! Wajar jika popularitas HAMAS semakin lama justru
> semakin meningkat.
>
> Indonesia saat itu tegas tidak mengakui Israel karena melihat fakta ini.
> Sayang, kini banyak yang sudah lupa. Banyak yang terjebak dalam narasi
> fiktif "Israel yang cinta damai terancam keberadaannya oleh HAMAS yang
> ekstrimis yang tidak mau damai".
>
> Kalaupun kita harus menerima fakta bahwa berdasarkan hukum rimba Israel itu
> eksis, tidak berarti bahwa kita berhak menyalahkan mereka yang menghendaki
> perdamaian sejati yang lahir dari kemerdekaan. Saya mendukung proses
> perdamaian, tapi harus dengan dialog yang adil dan terbuka yang melibatkan
> HAMAS sebagai kekuatan riil di Timur Tengah. Tidak sekedar perjanjian
> sepihak yang dibuat AS dan Israel lalu dipaksakan pada Palestina.
>
> *Kemanusiaan. Keindonesiaan. Islam*. Ketiganya memaksa saya berpihak pada
> yang lemah dan tertindas.
>
> "If you stand for nothing, you will fall for anything"
> *
> Malcolm X*
> 
>

Reply via email to