Akhmad Bukhari Saleh wrote:
> 
> Maaf, panjang lebar nih.
> 
> Jubaidi, Agus (kem) wrote:
> > Istilah ekek diambil dari lambang mahawarman berupa burung ekek.
> > Saya sendiri kurang mengetahui kapan istilah tersebut mulai digunakan.
> 
> Oetomo Tri Winarno wrote:
> > Seingat saya, saya turut mempopulerkan istilah Ekek [nomor] tsb. untuk
> > digunakan sebagai ungkapan untuk menunjukkan identitas kita. Ekek
> > berarti Menwa
> 
> Lambang Mahawarman yang berintikan gambar burung elang diciptakan oleh
> Alm. Doli Panggabean, mahasiswa Arsitektur ITB angk. 1961, yang telah
> wafat pada tahun 1999 yang lalu karena sakit (gagal ginjal). Beliau
> jugalah yang mempopulerkan kata "ekek" itu, suatu kata bah. Sunda untuk
> "burung elang" tadi.
> 
> Sebelum terintegrasi dalam Menwa Mahawarman, di ITB terdapat Yon Inti,
> yang berlambangkan Ganesha, yang di-design ulang untuk dapat menjadi
> lambang batalyon (untuk ditempatkan di duaja, baret, badge, dsb.) juga
> oleh Almarhum. Warna baret Yon Inti ITB waktu itu biru, juga pilihan
> Almarhum, yang belakangan diadopsi sebagai warna baret Menwa Mahawarman
> untuk seluruh Jawa Barat.
> 
> Sekarang baret Menwa seluruh Indonesia berwarna ungu. Pada waktu itu di
> tiap propinsi, nama dan warna baret Menwa-nya berbeda-beda, misalnya di
> Jakarta nama Menwanya "Mahajaya" dan warna baretnya kuning. Yang hebat
> adalah Menwa "Mahasamrat" di Sulawesi Utara yang tidak tanggung-tanggung
> memakai warna merah yang 100% sama dengan baret Kopassus. Barangkali
> kalau Mahasamrat ada di Jawa, sudah terjadi banyak insiden tuh dengan
> Kopassus...
> 
> Tetapi, menurut saya, yang paling hebat adalah Menwa Sumatera Utara.
> Kasmenwa-nya waktu itu seorang WNI keturunan India, dan alih-alih baret,
> dia memakai sorban! Dia itu tidak lain dari HS Dillon yang sekarang
> terkenal itu. Suatu kali Lali (panggilan akrab HS Dillon) datang ke
> Bandung, mampir ke Surapati. Kemudian kami, staf Skomen, mengantarnya
> pulang ke hotelnya, Homann, melalui Braga (waktu itu lalulintas Braga
> searah dari Utara ke Selatan) sambil jalan kaki karena Lali mau window
> shopping di Braga yang dulu sangat terkenal itu. Di situ kami berjumpa
> Pangdam Siliwangi, waktu itu Alm. H. R. Dharsono, yang kebetulan ada
> keperluan belanja di situ. Lalu kita perkenalkan si Lali itu pada
> Pangdam, tapi kita bilang bahwa dia adalah ... Atase Pertahanan India!
> Dan Pak Ton (panggilan akrab H. R. Dharsono) sempat terkecoh, mencoba
> berbicara dengan Lali dalam bah. Inggris. Ketika akhirnya kita beritahu
> bahwa si sorban itu sebenarnya anak Menwa juga, tertawalah Pak Ton
> terkekeh-kekeh.
> Moral of the story: Jaman itu, Pangdam pun kita ajak bercanda!
> 
> Warna baret ungu sebenarnya milik Satdik Walawa. Di tahun 70-an awal,
> Pemerintah mewajibkan semua mahasiswa tingkat pertama mengikuti latihan
> kemiliteran yang disebut program Walawa, dan memperlengkapi mereka
> dengan seragam lengkap dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tentu ini
> mahal sekali, dan karenanya yang sempat dilatih hanya mahasiswa beberapa
> perg. tinggi negeri yang utama saja di ibukota propinsi, dan disebut
> sebagai "pilot project". Itu pun masih terlalu mahal, sehingga hanya
> berjalan beberapa tahun, proyek ini pun bangkrut. Sehingga warna ungu
> untuk baret menjadi "tak bertuan" (waktu itu semua warna lain sudah
> menjadi warna baret berbagai kesatuan ABRI). Dan karena saat itu sedang
> puncak-puncaknya semangat integrasi Menwa, maka atas kesepakatan Menwa
> semua propinsi, buru-buru warna ungu diadopsi menjadi warna baret Menwa
> untuk seluruh Indonesia. Begitu juga lambang Ekek, dan lambang-lambang
> lainnya milik Menwa propinsi lain, yang berbeda-beda dirubah menjadi
> lambang Hankam/TNI yang sekarang dipakai Menwa secara seragam di seluruh
> Indonesia.
> Pikir-pikir, sekarang ini lambang Hankam/TNI kan sudah harus berubah,
> karena Polri sudah terpisah. Lantas bagaimana nasib lambang Menwa ya?
> 
> Jubaidi, Agus (kem) wrote:
> > Selain no. angkatan ada juga istilah NBP, yaitu nomor yang dikeluarkan
> > oleh DANMENWA. Biasanya diawali dengan dua digit tahun masuk dan dua
> > digit tahun kelahiran. Saya  ambil contoh NBP dari bapak Solehudin
> > Simamora; Solehuddin Simamora, NBP: 9472.08.29903, berarti beliau
> > mengikuti pendidikan pada tahun 1994 dan tahun kelahirannya adalah
> > 1972.
> 
> Di tahun 60-an dan 70-an, istilah yang dipakai "NRP", mengekor istilah
> ABRI. Dan kodifikasinya pun agak lain. NRP saya adalah A-640145. "A"
> menunjukkan Yon-I (jadi NRP-nya anak Yon-II/Unpad dimulai dengan "B").
> "64" menunjukkan tahun masuk Menwa, dan "0145" nomor urut anggota yang
> masuk tahun itu. Dan karena ada anggota Yon-I seangkatan yang nomor
> urutnya lebih besar dari saya, berarti pada tahun 1964 itu ada lebih
> dari 145 mahasiswa ITB yang masuk ke Yon-I! Dan ketika saya mengikuti
> Latsar, memang ada 5 Ton Siswa, kesemuanya peleton penuh (40 orang)!
> Teman saya sePeleton Latsar waktu itu a.l. Arifin Panigoro dan Bambang
> Subianto (mantan Menkeu).
> 
> Indradjaja Dalel wrote:
> > Tahun angkatan-1 diambil tahun berapa? Apakah dimulai dengan Wala
> > (wajib latih) mahasiswa, kira2 tahun 1991/1962, zaman Trikora Irian
> > Jaya
> 
> Pertanyaan Indrajaya ini sangat valid! Saya sendiri pun bingung, saya
> ini Menwa Angkatan keberapa? Ketika menjadi anggota Yon Inti ITB, saya
> tahu betul bahwa saya adalah Yon Inti angkatan yang kedua, dan yang
> angk. kesatu, yang melatih saya bersama instruktur Rindam, a.l. Alm.
> Doli Panggabean tsb. di atas, Haryanto Dhanutirto (mantan Menhub), dsb.
> Sedangkan mereka itu dilatih oleh para anggota Wala (bersama Rindam),
> dan setahu saya Wala hanya ada satu angkatan, a.l. Giri Suseno (mantan
> Menhub).
> Jadi kalau dihitung dari Wala, saya angkatan ketiga. Kalau dihitung dari
> Yon Inti, saya angkatan kedua. Kalau dihitung dari Menwa Mahawarman saya
> angkatan kesatu...
> 
> Koreksi untuk Indrajaya, Wala memang dibentuk untuk Trikora, tetapi
> bukan di tahun 1961/1962, melainkan 1959. Dan nyatanya tanggal
> penyerahan duaja Wala oleh Menko Hankam/Kasab (waktu itu) Jend. A. H.
> Nasution, pada tanggal 13 Juni 1959, dinyatakan sebagai tanggal HUT
> Menwa Mahawarman. Sampai sekarang.
> Ini memang agak rancu. Wala 1959 dan Yon Inti ITB 1964 sebetulnya
> bukanlah (belumlah) Menwa. Wala adalah sukarelawan untuk Trikora,
> sedangkan Yon Inti adalah korps instruktur untuk latihan kewiraan
> seluruh mahasiswa tahun pertama pada tiap universitas di Jawa Barat.
> Integrasi Yon-Yon Inti ITB, Unpad, Unpar, IPB, dsb. menjadi Menwa
> Mahawarman baru terjadi tahun 1966, dengan terbentuknya Skomenwa di
> Surapati itu. Tapi HUT Menwa Mahawarman dihitung sejak peresmian Wala
> 1959. Saya sendiri "terlalu muda" untuk mengetahui alasan yang
> sebenarnya, tetapi saya menduga ini hanya karena kita di Jabar "nggak
> mau dianggap lebih junior" dari mahasiswa Jakarta yang mendirikan Menwa
> Mahajaya di tahun 1961.
> 
> Terakhir dari "uraian sejarah Menwa" ini:
> Jubaidi, Agus (kem) wrote:
> > Saya  ambil contoh NBP dari bapak Solehudin Simamora; Solehuddin
> > Simamora, NBP: 9472.08.29903, berarti beliau mengikuti pendidikan pada
> > tahun 1994 dan tahun kelahirannya adalah 1972.
> > Cukup segitu dulu Pak.
> 
> Saya sangat "impressed" pada teman-teman Ekek yang lebih muda, yang
> begitu "bersemangat" menyapa rekan sebayanya, terutama yang jadi
> komandan, dengan sapaan "Bapak" atau "Pak". Tidak hanya terlihat dari
> quote di atas ini, bagaimana Agus menyapa Solehudin yang sebayanya,
> tetapi juga terperhatikan oleh saya kalau kebetulan saya sempat
> menghadiri acara-acara Yon-I di tahun 90-an. Tentu saja mereka pun
> memanggil "Pak" pada saya. Yang sebaya saja dipanggil "Pak", apalagi
> yang sudah "uzur" seperti saya ini. Padahal pada rekan-rekan Wala dan
> Yon Inti angk. kesatu, yang umurnya sekitar 10 tahunan di atas saya,
> kami-kami menyapa paling-paling dengan "Mas". Bahkan banyak yang hanya
> namanya saja, seperti halnya kalau saya menyapa Odjak Siagian, Piet
> Nainggolan, Theo Pieterz, anggota Wala, atau Bambang Warsito dan Sularso
> Basarah, anggota Yon Inti angk. kesatu, yang saya panggil "Odjak",
> "Piet", "Theo", "Mbang" dan "Bas" saja. Sampai sekarang.
> Entah sejak kapan dan karena apa formalitas "Bapak" atau "Pak" itu
> dimulai di lingkungan Yon-I, tetapi rasanya itu pengaruh kebiasaan di
> ABRI, yang memang makin belakangan makin menjadi feodal, seiring dengan
> makin memfeodalnya sikap Soeharto ketika itu.
> Mudah-mudahan seiring dengan semangat reformasi, feodalisme di TNI akan
> menurun, dan "menular" pula ke Menwa, sehingga satu saat anggota Menwa
> Mahawarman berani lagi bercanda mengecoh Pangdam Siliwangi...
> 
> Wasalam.
> --
> -------------------------------------------------------------------------
> Untuk menghubungi moderator/List Owner double click link dibawah ini:
>    <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
> Untuk Unsubscribe, double click link dibawah ini langsung kirim
>    <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
> Untuk Subscribe, double click link dibawah ini langsung kirim
>   <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
> On-line arsip : <http://yon-1.mahawarman.dutaint.com>
> -------------------------------------------------------------------------
> 
> You are subscribed as : [EMAIL PROTECTED]
> 
> You are subscribed as : [EMAIL PROTECTED]
Nah... isi email yang seperti ini yang saya sangat
nantikan....informasi  positif yang segera mengembalikan ingatan ke
masa-masa indah yang tidak akan terulang lagi.........

Sukses buat semuanya.........

Wassalam,

edy christiono soeparto
A770012

-- 
-------------------------------------------------------------------------
Untuk menghubungi moderator/List Owner double click link dibawah ini:
   <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Untuk Unsubscribe, double click link dibawah ini langsung kirim
   <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Untuk Subscribe, double click link dibawah ini langsung kirim
  <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
On-line arsip : <http://yon-1.mahawarman.dutaint.com>
-------------------------------------------------------------------------


You are subscribed as : archive@jab.org


Kirim email ke