Wcds kerabat dan rekan-rekan, Sambungan dari ... Bab.14 "The first large catch". Pagi hari sekali aku bangun duluan, udara adem, berjalan menyusuri pantai, rumah nelayan masih pada gelap semua, tidak ada seorangpun nampak. Sebersit cahaya kemerahan terlihat diufuk Timur. Pantai tenang sekali tanpa ombak, putih bersih. Pandangan ke laut luas sekali, ... ini namanya Selat Lombok yang katanya sering dilewati kapal selam asing saking dalamnya! Kembali ke gubuk, teman-teman sudah melek, dan selanjutnya semua berjalan serba cepat, ... sarapan, taruh barang di sampan, periksa bekal, tali temali dst. Beberapa nelayan datang menengok dan melihat muka mereka yang tanpa senyum, jelas nampak sikapnya yang 'not friendly', ... kenapa? .... aku belum tahu ! Jam 05:30 kami berlima naik sampan berdayung kearah kanan yaitu diatas kelompok batu karang di pinggir palung. Kedalaman antara 5-7.00 m, air bening sekali dan terasa dingin. Batu karang berwana warni memenuhi dasar laut, tinggi rendah mencuat dari dasar. Jangkar turun, nah siapa yang pertama exit nih ... Karena masih begitu pagi, matahari belum naik, meskipun udara sudah terang sekali, ... kok saya yang tadinya menggebu ... terasa dingin setelah ditinggal sendirian di perahu Akhirnya saya turun air yang paling akhir sambil memperhatikan sembulan kepala teman-teman yang sebentar-sebentar muncul dipermukaan. Perlu sekali menghapal posisi masing-masing agak tidak saling nembak atau menghalangi sasaran. Begitu turun pelan-pelan, wow ... dinginnya air menyelimuti badan ... dan setelah aklimatisasi sebentar ... semangat mulai timbul, terlebih melihat airnya yang 'perfectly crystal-clear'. Dengan jarak pandang / visibility sampai 60-70 meter kita tidak payah mencari dimana kawan berada, karena dengan menyelam sampai dasar dengan mudah terlihat teman lain seperti 'bergantungan' di permukaan. Namun air yang kelewat bening ini justru menjadi kendala untukku. Biasanya kita menyelam dengan visibility 6-10 meter sehingga mata kita dan mata ikan akan beradu pada jarak yang relatif dekat, tinggal bagaimana bisa mendekati sedikit lagi sampai jarak tembak 2-3 m. Tapi disini ... lain ceritanya, dari jauh sekali kita sudah bisa melihat ikan atau sasaran, sehingga waktu didekati ... sudah kabur duluan. Akibatnya 1 jam pertama saya tidak kebagian apa-apa. Teman lain sudah dapat snapper, travali, gurita bahkan cumi besar, sedang saya ... lihat saja kagak! Nah daripada ngobok enggak karuan, lebih baik mengamati cara teman lainnya kok bisa dapat. Diperhatikan beberapa kali, ... eeh mereka turun, meskipun tidak nampak sasaran apa-apa, ... kemudian sembunyi dibalik batu karang, ... tahan sebentar (15-30 detik), ... selanjutnya muncullah ikan sasaran di depan dia. Tinggal pilih dan ... jepret, merontalah si kecil, dan naiklah temanku ke permukaan sambil ngacungkan jempol tanda ok dan aman. Tinggallah aku sendiri yang belum kebagian! Saat itu sampan dipindah ke lokasi lainnya dekat ke batas pinggiran yang berjurang. Nampak sekali warna airnya yang hitam dan sangat dalam. Karena belum sempat nembak sekalipun, sifat yang tadinya garang dan 'trigger-happy' itu lama-lama ... larut juga terlebih dengan makin menurunnya suhu badan. (NB: saat itu masing-masing hanya menggunakan celana renang pendek dan T-shirt lengan panjang saja, bukannya pakaian karet atau 'dive-skin' yang bisa membantu kita tahan lebih lama di air!) Sangat berbeda dengan perlengkapan Scuba standard dan milik Kipam-Marinir yang tidak mengeluarkan gelembung udara itu yang baru belakangan boleh dicoba dari teman instruktur Denjaka. Mikirnya-pun aku mulai berubah: ... "ah, ... nonton aja lebih siiip, turun ... naik nyelam ... capeek, ... enggak dapat apa-apa juga sih!" Nah disitulah kelihatan kelasnya aku ini masih ketinggalan ama teman-temanku apalagi si 'guru' yang waktu kuperiksa di sampan, eeeh, ... malah sudah dapat penyu! ... aku lihat saja kagak! Dengan pikiran demikian makin santailah aku memandang panorama yang indah dari atas sambil sekali-sekali terdengar jepretan 'spear' yang meluncur, ... "wah kena lagi nih ... siapa sih?" kataku dalam hati sambil menunggu beberapa detik melihat munculnya kepala si-penyelam. (Dalam air suara ceklik atau ketukan sedikit saja mudah terdengar dari jauh, ... hanya arahnya yang tidak jelas dari mana) Disini saya saat ini bisa mikir dan memperhatikan, ... alangkah bedanya sarana dan sikap diri kita antara berkiprah di matra 'bawah-air' dengan matra 'udara' (yaitu waktu mengikuti pelatihan dasar AFF oleh 'Sukris'nya Aves ... 'in the blue sky'). Persyaratan peralatan ... jelas berbeda, ketrampilan ... hampir sama, jelas sama-sama tidak boleh ... 'epilepsi', namun yang menarik adalah; 1. Tidak boleh nyelam (Scuba) secara umum dalam waktu 24 jam setelah melakukan terjun payung, karena teknisnya kadar nitrogen dalam darah akan lebih tinggi setelah melakukan free-fall yang mana akan mengacaukan perhitungan 'Nitrogen residu' dan 'efek-dekompresi' kita pada saat penyelaman beruntun. Sedang kalau sebaliknya boleh lho, ... terjun setelah nyelam ! 2. Elemen waktu jelas sangat berbeda. Free-fall hitungannya detik yang secara strict tidak bisa mundur, ... tik, tik, tik, ... manuver, ... klik, kik, klik ... then ... pull the rip-cord, enjoy the scene. Dalam penyelaman, baik bebas maupun dengan aparatus, hitungannya 10 detikan, berarti kita salah atau lupa beberapa detik, belum akan fatal, ... masih ada chance. Satu kejadian lucu apa enggak, ... waktu terjun AFF ke 6, belum bisa menguasai gerakan mutar, secara refleks kaki berusaha mengimbangi dengan 'menggelepar' seperti gerakan waktu selam, ... hehehe ... tentu saja tidak ada effek sama sekali di udara. Mungkin si JM sedang senyum kecut melihat ulahku, seharusnya kan cukup dengan mendorong lurus salah satu kaki untuk meng-counter gerakan putar kita ! Lewat sekian detik atau sekian ribu feet, tak ayal si JM kan akan berinisiatip mencabut, jadi ... no-problem, ... nothing to fear ! Baru setelah diajari Wangki dan Sukris dipapan beroda, mulailah dipahami sedikit refleksnya. 3. Tidak boleh dalam keadaan pilek waktu nyelam, karena saluran eustachius maupun sinus atas mata sedang tersumbat sehingga akan sakit sekali setelah melewati tekanan 2-3 Bar. Kalau mau terjun dalam kondisi lagi pilek / demam boleh enggak? 4. Tidak boleh minum alkohol, ... ini jelas, tapi habis itu sih ... up-to-U, ... meskipun soal 'rambut panjang'-nya Sukris atau BJ-Bout rasanya tidak pamali yah ? 5. Jangka waktu satu kali 'exercise' jelas berbeda; satu kali descend-surfacing selam memakan waktu antara rata-rata 10-20 menit, sedangkan satu kali free-fall antara 1-3 menit descending ditambah beberapa menit sebelum landing dengan 'the beautiful blossomed) parachute, selanjutnya repeat naik pesawat lagi sekitar 30 menit baru bisa take-off berikutnya. 6. Gerakan dalam air dan di udara lepas sebenarnya sama, resistance air memudahkan kita bergerak atau mengikuti arus, sedangkan di-udara faktor kecepatan badan 'jatuh' dengan konfigurasi profil badan yang seimbang menjadi dasar untuk gerakan / manuver selanjutnya. Karena itu tak terkatakan kekagumanku melihat dan mendengar cerita teman-teman Aves menciptakan rekor dan memperoleh kejuaraan diwaktu lalu. Kalau sekarang gimana Sukris?
Belum sempat abisin, ... disambung lagi ... Wassalam, joseph wardi. -- --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu> 1 Mail/day : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>