Saya aktif di yon I dari tahun 1993 s.d 1997, yaitu masa transisi dimana sistem pendidikan baru mulai diterapkan di ITB. Kuliah ditekan menjadi 4 tahun dan mulai diberlakukan semester pendek, serta upaya2 dari pihak penyelanggara perguruan tinggi yang menuntut siswa lulus secepat-cepatnya dengan IP tinggi. Paradigma yang berkembang saat itu yang membentuk tatanan berpikir anak2 sekarang sangat pragmatis yaitu orang harus cepat lulus (selain biaya kuliah makin mahal) dengan IP yang tinggi. Sasarannya adalah lapangan kerja yang dirasa semakin sempit. Perubahan yang sedemikian cepat ditambah citra menwa yang dirusak oknum-oknum menwa sendiri dan pencitraan yang buruk dari masmedia membuat Yon I terhuyung-huyung. Saya dan beberapa temen di yon I ketika itu menyadari ini apalagi setelah mengamati merosotnya animo mahasiswa ITB untuk menjadi anggota YonI. Publikasi yang mengambarkan menwa sebagai unit lapangan berbau "lumpur dan darah", unit keperwiraan dan keberanian seorang lelaki dengan kepiawaian di udara-darat dan laut, rasa-rasanya sudah nggak mempan. bahkan latihan bersama; menembak,mountainering, yang sering diadakan melibatkan banyak mahasiswa ITB (non menwa) juga tidak menainkkan animo mahasiswa untuk bergabung. Untuk jalan keluarnya, saya (ketika itu staf V) dan beberapa teman ketika itu melakukan pencitraan baru dengan mengubah isi publikasi/promosi, menampilkan postur baru menwa sebagai wadah pembinaan manjemen dan kempimpinan. Kami perkenalkan manajemn militer yang khas, dan sinkronisasi antara manemen militer dan manjemen perusahaan, kami keluarkan isu Intelligent business, Sun-zu for business yang lagi trend ketika itu. kami perlihatkan pola pembinaan kepemimpinan di batalion ITB yang bertahap, berjenjang dan berkelanjutan. Kami pikir itu ladang baru untuk mahasiswa ITB yang dapat mereka panen setelah mereka kembali kemasyarakat (bekerja). Kepemimpinan dan praktek manjemen adalah penting untuk mereka sukses di perusahaan2 dan masyarakat. Dengan cara ini, sedikitnya kami berhasil, parameternya adalah meningkatnya jumlah pendaftar dan peserta yang mengikuti diklatsar walau peningkatan itu tidak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan untuk promosi yang bisa dibilang gila-gilaan . Saya lupa pastinya, berapa ribu poster, spanduk, dan brosur yang telah di tempel, dibagikan disetiap jengkal tanah ITB.
Sebuah brosur 8 halaman yang saya cetak sebanyak 4000 exsemplar saya yakin telah sampai ketangan setiap individu ITB tak terkecuali mahasiswa2 baru, dan poster ukuran A3 dan A2 yang jumlahnya sekitar 2000 exemplar saya yakin telah sampai ke memori otak melalui retina mata setiap civitas akademika ITB,- tak terkecuali PR 3 ITB, yang mendapat sedikit protes dari aktivis mahasiswa ITB atas tindakan menwa ITB yang berlebih-lebihan/brutal itu. Semua mahasiswa, terutama mahasiswa baru yang saya tanya dan wawancarai tertarik, dan baru tahu tentang manajemen militer tentang kepemimpinan dan yang penting tentang "leadership lab" (laboratorium kepemimpinan). Tapi untuk menjadi anggota menwa, nanti dulu. Beban kuliah, beban psikology (karena akan di jauh dan di ejek oleh sktivis mahsiwa ITB) menjadi momok, sepertinya ini pertempuran yang mengerikan. Kami di lab (Markas menwa ITB) menunggu hasil pertempuran itu dengan berdebar2 dan melihat satu persatu front2 terdepan kami jatuh ketangan musuh. Hasil akhirnya kami tidak kalah hanya kemenangan kecil yang kami rebut atas 18 anggota baru yang menjadi anggota yon ITB. Saya berhasil mengevaluasi peperangan ini, dan yang paling penting berhasil mendefenisikan dengan akurat siapa "musuh" sesuai dengan kata2 terkenal Sun-zu yang menjadi moto kami ketika itu dalam mepromosikan menwa ITB, " anda akan memenangkan 100 peperangan berturut2 hanya denga mengetahui siapa anda dan siapa musuh anda". Inilah "musuh" itu: 1. "Waktu" (70%): semester pendek (bertepatan dengan waktu diklatsar), beban kuliah yang berat serta nacaman DO dan ketakutan mendapat IP yang rendah sehingga tidak bisa bersaing dalam mencari kerja. 2. "Psikologi"(25%): Ejekan dari aktivis mahasiswa ITB dikarenakan image "militer". 3. "Berat"(5%), latihan menwa yang keras dilapangan takut nggak mampu, apalagi sering terdengar anggota menwa yang meninggal dalam latihan. Untuk musuh nomor dua sekarang ini sudah reda, setelah pergantian regime pemerintahan dan ditarik mundurnya militer dari pentas politik, image yang menggolongkan menwa sebagai perpanjangan tangan militer dll saya pikir sudah berkurang. Sehinggal katakanlah tinggal 1 musuh yaitu "waktu". Untuk mengalahkan musuh nomor 1 itu saya usul: 1. Sinkronkan kegitan menwa dengan dengan kegiatan kuliah secara waktu dan materi. Kegiatan menwa sebisa mungkin mendukung kegiatan kuliah. Misalnya mengambil tugas penlitian yang berkaitan dengan teknologi hankam. 2. Bangun image bahwa menwa ITB tidak hanya lapangan tapi juga olah pikir, untuk itu harus percaya bahwa ada sejumlah anggota menwa ITB yang tidak dapat mengikuti kegiatan lapangan karena kesibukan kuliah atau tidak suka dan mengalihkan ke kegiatan berpikir dan diskusi, umpamanya partisipasi dalam penelitian teknologi hankam. Mulai dipikirkan untuk menjaring anak2 ITB yang doyan belajar dan memiliki IP tinggi (tidak jadi masalah tahun berapa dia masuk ITB, yang mau lulus juga boleh), beri mereka tantangan penelitian dan berupa kerjasama penelitian yang melibatakan perguruan tinggi, lembaga penelitian dan TNI. Tunjukan satu hasil yang bisa di pamerkan di perlihatkan, misalnya sebuah program komputer atau rakitan mesin yang sederhana atau sebuah tulisan tentang model/design, hasil ini kemudian di pamerkan pada acara tertentu dan diajukan sebagai proposal untuk penelitian lanjut dan pengajuan beasiswa, termasuk beasiswa S-2/S-3 dibidang teknologi pertahanan keluar negeri. Orang indonesia yang ahli dala bidang teknologi pertahanan saat ini sedikit sekali, sehingga sampai saat ini kita masih menjadi pengguna/pemakai dan kalau rusak sering mendatangkan ahli dari luar. Untuk orang "pintar" ini dapat masuk ke menwa dengan cuma2 atau diadakan pendidikan latihan dasar alakadarnya.Mahasiswa2 "pintar" bisa dicari setiap jurusan ITB disetiap angkatan, kemudian surati/ajak bicara mereka, jelaskan masalah keterbatasan teknologi hankam di indoneisa, dan ajakan partisipasi untuk meneliti sesuatu yang berkaitan dengan teknologi hankam yang mana menwa ITB selama ini menjadi mediator, tentunya tawaran penelitian disesuaikan dengan jurusan dan minat mereka. Karena ini menyangkut masalah "pintar" maka tentunya melibatkan orang2 pintar juga, seperti dosen2 dan pembina2 menwa yang jadi dosen atau alumni 2 yang aktif dilembaga penelitian. Paradigma yang muncul adalah "bela negara", dimana kontribusi setiap orang pada bangsa dan negara baik itu fisik maupun pikiran diperlukan. 3. Untuk kegiatan lapangan tetap diselenggarakan dengan mengingat dana dan peminat, misalnya latihan tradisi korps, suspelat maupun dinas staf, tidak diwajibkan, siapa berminat siapa punya waktu bisa ikut. 4. Akibat yang timbul bila itu terjadi, menwa ITB akan menjadi organisasi yang terbuka untuk setiap mahasiswa dan dosen selama tuntutannya berkontribusi pada bangsa dan negara melalui penelitian telnologi hankam. Tentunya citra menwa ITB akan bergeser menjadi organisasi "cerdas" yang berkontribusi secara "tepat" seuai dengan keberadaanya. 5. Kedepannya, ini bisa menjadi cikal bakal "lembaga" riset teknologi hankam yang non TNI, dimana melibatkan mahasiswa dan perguruan tinggi. Mungkin ini suatu alternatif pemikiran untuk merepresentasikan Menwa ITB sekarang dan suatu peluang baru yang dapat diraih. Rifki Muhida __________________________________________________ Do You Yahoo!? Yahoo! Tax Center - online filing with TurboTax http://taxes.yahoo.com/ --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu> 1 Mail/day : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>