All, WCDS.

So.....what the next this story ?
Happy ending or sad ending

Cheers
TTG



                                                                                       
                                                            
                      "Doedoeng Z.                                                     
                                                            
                      Arifin"                  To:       <[EMAIL PROTECTED]>, 
<[EMAIL PROTECTED]>, <[EMAIL PROTECTED]>          
                      <[EMAIL PROTECTED]       cc:                                     
                                                            
                      id>                      Subject:  [yonsatu] Ternyata Masih Ada 
PNS yang Anti KKN                                            
                                                                                       
                                                            
                                                                                       
                                                            
                      21/01/03 21:24                                                   
                                                            
                                                                                       
                                                            
                                                                                       
                                                            



AWW.
X-archive-position: 2233
Precedence: bulk
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
List-help: <mailto:[EMAIL PROTECTED]?Subject=help>
List-unsubscribe: <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
List-ID: YONSATU Mahawarman ITB <yonsatu.mahawarman.net>
List-subscribe: <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
List-owner: <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
List-post: <mailto:mailto:[EMAIL PROTECTED]>
List-archive: <http://yonsatu.mahawarman.net>
Mailing-List: contact [EMAIL PROTECTED]

Berikut ini berita dari Republika. Walapun langka, ternyata masih ada PNS
kita yang anti KKN. Mudah-mudahan kita juga salah satunya yang langka itu.

Dalam salah satu kesempatan seorang sahabat Rasululullah pernah berdoa agar
ia dimasukkan kedalam golongan yang "sedikit", ketika ditanya oleh Umar ra,
si sahabat tadi menjawab bahwa golongan "sedikit" itu adalah mereka yang
senantiasa melakukan kebaikan kendatipun mayoritas masayarakat saat itu
menganggap bahwa kejahatan adalah hal yang lumrah.

Wassalam, DZArifin

AWW.

Berita dari Republika.

18 Januari 2003
Ahmad Dedi Abidin
Keberanian PNS Membongkar Korupsi

Di negeri korup ini, masih adakah aparat yang bersih?
Sosok Ahmad Dedi Abidin mengindikasikan optimisme: tak
semua orang berlaku korup. Ia, bahkan, diharapkan dapat
memberikan pencerahan di tengah citra kusam pegawai negeri
sipil (PNS).

Pencerahan itu agaknya berkat kekukuhan sikapnya untuk
tidak menoleransi perilaku korup. Tak sekadar berusaha
menghindar, ia dalam batas kapasitasnya, berusaha
memerangi korupsi. Pria berusia 44 tahun yang menjadi PNS
ini berani membongkar korupsi di lingkungan Pemprov Jabar.
Kasus dugaan korupsi itu menyangkut dana Ingub sebesar Rp
3,4 miliar.

Melibatkan Drs Misbach yang menjabat bupati Sumedang
sebagai terdakwa, kasus korupsi yang dibongkarnya kini
bergulir di Pengadilan Negeri Bandung.
Saat membongkar kasus tersebut, alumni Akademi
Pemerintahan Dalam Negeri (APDN; kini STPDN) tahun 1987
itu berani mengorbankan karier dan jabatannya. Ini demi
menegakkan idealisme dan kebenaran.

Alkisah, pada tahun 1996/1997, ia menjadi camat di
perwakilan kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Di saat
itu, Pemprov Jawa Barat mengucurkan bantuan kepada
kecamatan sebesar Rp 15 juta dan perwakilan kecamatan Rp
13 juta. Tapi, setiap camat harus menyetor kembali dana
itu kepada pejabat di Pemprov Jabar sebesar Rp 5 juta.

Pria yang akrab dengan panggilan Dedi ini mengendus
permainan tak sedap dalam aturan tersebut. Ia risau,
mengapa harus ada kewajiban menyetorkan dana sebesar Rp 5
juta pada seorang pejabat? Nurani lelaki kelahiran Bandung
29 Januari 1958 ini tak dapat menerima aturan tersebut.

Mulai 26 November 1998 ia menyelusuri "permainan"
tersebut. Hal pertama yang dilakukannya, mengecek nomor
rekening pejabat yang menerima penyetoran ulang dana Ingub
tersebut. Ternyata, nomor rekening itu adalah milik
Misbach yang pada waktu itu menjabat kepala biro
penyusunan program Pemprov Jabar.

Dedi pun lantas melayangkan surat ke Gubernur Jabar pada
tanggal 26 Desember 1998. Dalam suratnya, ia
memberitahukan kepada Gubernur R Nuriana tentang kasus
korupsi yang terjadi dalam program Ingub. Kendati lima
kali menyusulkan laporan, tak ada tanggapan dari
pimpinannya.

Terakhir, ia dipertemukan dengan Wakil Gubernur Bidang
Pemerintahan, Husein Jachjasaputra. Husein, menurut Dedi,
bukan bangga pada idealisme bawahannya. Pada pertemuan 14
dan 16 Desember 1999, lanjutnya, ia malah dimarahi
atasannya. Mantan Bupati Sumedang itu, masih menurut kisah
Dedi, merasa gagal mendidik Dedi menjadi seorang PNS yang
baik. "Waktu itu saya hanya mengatakan, 'saya berani
berbuat seperti itu, karena Pak Husein dulu mengajarkan
agar selalu berbuat jujur'," ungkap Dedi mengenang.

Tanpa kejelasan sikap pimpinan di Gedung Sate (kantor
Pemprov Jabar), ia pun melaporkan kasus tersebut ke
Kejaksaan Tinggi Jabar, pada 31 Desember 1999. Kejati
bereaksi: sejak tahun 2000 mulai melakukan penyelidikan
dan memintai keterangan dari berbagai pejabat. Tak kurang
dari 99 pejabat dari tingkat kecamatan hingga provinsi
yang dijadikan saksi.

Termasuk Nuriana juga sempat dimintai keterangan pada 21
Maret 2002.
Untuk memastikan kasus itu disidangkan, Dedi nekat ke
Kejaksaan Agung. Dua hari berturut-turut ia meyakinkan
mantan Kajati Jabar yang bertugas di Kejaksaan Agung.
Memang, kasus korupsi itu kemudian dibawa ke pengadilan.

Kendati demikian, ia masih waswas pengadilan memvonis
bebas Misbach. "Saya berharap agar pengadilan bisa memutus
dan menangani kasus ini secara objektif," harapnya.

Keberanian dan kegigihannya itu membuatnya terpaksa pindah
tugas dari Sumedang ke kota Bekasi. Ini setelah mendengar
Misbach --pejabat yang dilaporkannya ke kejaksaan-- akan
menjadi bupati di Sumedang. "Saya rela pindah tugas,
karena tidak mungkin bertugas satu atap dengan orang yang
berseberangan," tandasnya.

Dedi pun mulai dikucilkan di lingkungan kerja. Di sisi
lain, kariernya berantakan. Ia mengisahkan bila tak
membongkar kasus tersebut, ia kini telah setingkat eselon
III yaitu kepala bagian. Tapi, Dedi tak kecewa dengan
posisinya kini sebagai staf di Badan Perlindungan dan
Pemberdayaan Masyarakat kota Bekasi. "Kebenaran itu harus
diungkapkan, sekalipun pahit," ujarnya.

Kendati hanya menjadi seorang staf, Dedi menilai,
"Kebahagiaan hidup tidak diukur dengan melimpahnya materi.
Dalam hidup yang paling penting adalah kejujuran."

Demi menegakkan sikap tersebut, ia memang rela hidup
sederhana, bersama keluarganya. Ia pun bangga terhadap
istri dan kelima anaknya. Mereka mendukung sikapnya.
"Kadang anak saya membawakan koran, jika kasus yang saya
bongkar termuat di media massa," ungkapnya.

Kendati demikian, hati kecilnya sebagai bapak, tak jarang
giris. Ini menyaksikan kehidupan anaknya yang teramat
sederhana. Yusi dan Lutfi anak pertama dan kedua yang
tengah asyik belajar di bangku sekolah, misalkan, kini
terpaksa berhenti. " Akibat tak ada biaya, mereka terpaksa
harus istirahat dulu," paparnya sembari menerawang. Yusi
terpaksa tak bisa melanjutkan studinya di SMK Jasa Boga
ketika menginjak kelas II. Begitupun dengan Lutfi, harus
gantung tas sekolah juga saat serius belajar di bangku
kelas II SMK jurusan otomotif.

Meski begitu, ketiga anaknya yang lain Yustina, Ahmad, dan
Fitri Ramdhani masih tetap bersekolah. Yustina duduk di
kelas II SMU, Ahmad kelas II SLTP, dan Fitri Ramdhani si
bungsu masih duduk di bangku SD.
Kedua anaknya yang besar hanya belajar secara informal.
"Anak-anak tetap bangga kepada saya. Meski kehidupannya
tidak berlimpah dengan harta seperti yang lain," jelasnya.

Sang istri, Ny Siti Maesyaroh, juga tetap mendukung dan
setia pada sang suami. Menurut Dedi, istrinya sangat
memahami kondisi ekonomi keluarga. "Pernah terbayang oleh
saya untuk mengajukan surat tidak mampu agar anak bisa
tetap sekolah. Tetapi saya merasa malu, bagaimanapun saya
seorang sarjana," tuturnya.

Ia berharap agar dua anaknya yang telah putus sekolah bisa
segera melanjutkan studinya. Terlebih bagi anak
laki-lakinya yang bakal menjadi tumpuan hidup keluarga
kelak. Sayang, teramat sedikit sosok seperti Dedi, di
tengah kehidupan bangsa yang kian korup. heri ruslan



--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>







--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>


Kirim email ke