8<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<    
Temu akbar HANATA 2004, 3-4 Januari 2004 di Ciater        
Pendaftaran di Milis Anggota, atau SMS ke 0815-9500-697     
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>8   
 
  
  
     
      
Msg: #2 in digest
From: "Akhmad Bukhari Saleh" <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [yonsatu] 17 Des. 2003   (Re: Re: 100 tahun penerbangan )
Date: Fri, 19 Dec 2003 18:55:10 +0700

... hapus ....
Penanggungjawab penerbangan militer di Indonesia adalah KASAU, yang
sekarang dijabat oleh Marsekal Chappy Hakim. Dan penanggungjawab
penerbangan sipil adalah Menteri Perhubungan, yang sekarang dijabat
oleh Agum Gumelar.
Kedua-duanya, Chappy dan Agum, lahir pada tanggal 17 Desember!!!

Wasalam.

=============================================================================

Pak ABS,

Kedua2nyapun harus pintar2 men-siasati pemasok .... terutama Pak Chappy,
Cuplikan dari tulisannya Pak Ninok ....:

KOMPAS, Sabtu 13-Desember-2003
Kekuatan Udara: Ampuhnya OK, Mahalnya Ampun-ampun
..... Perlu dikemukakan juga di sini, masalah negara berkembang dalam
pembangunan kekuatan udara (atau militer secara umum) tidak terbatas
pada kemampuan anggaran, ketersediaan SDM terampil, tetapi juga ada
faktor lain yang selama beberapa tahun terakhir sempat mengganjal
Indonesia: akses ke pemasok.

Kembali ingin diulang apa yang pernah disampaikan oleh Andrew Pierre
dalam buku klasiknya The Global Politics of Arms Sales (1982) bahwa
penjualan senjata jauh (lebih luas) daripada sekadar kejadian
ekonomi, atau satu hubungan militer, atau satu tantangan
pengendalian (peredaran) senjata-penjualan senjata bisa dikatakan
politik luar negeri itu sendiri.

Ini sudah terbukti dengan pengalaman Indonesia. Manakala terjadi
penurunan kualitas hubungan antara Indonesia sebagai penerima dan AS
sebagai pemasok, dan diperkuat oleh mispersepsi atau perubahan arah
politik di sana maka terganggulah aliran transfer persenjataan.

Di masa menjelang pembebasan Irian Barat (Papua) di penghujung tahun
1950-an, AS pun menolak permintaan suplai senjata oleh RI karena ia
tidak enak dengan Belanda yang juga sekutunya dalam NATO. Saat itu
RI lalu menoleh pada Rusia, dan mengalirlah persenjataan Uni Soviet
(waktu itu) ke Indonesia setelah kedua negara menandatangani
kesepakatan tanggal 6 Januari 1961. Dalam persetujuan itu
disebutkan, Indonesia mendapat kredit senilai 450 juta dolar selama
12 tahun dengan bunga 2,5 persen.

Berdasarkan kesepakatan itu, pada tahun 1965 RI bisa punya sekitar
130 jet MiG dari berbagai tipe, pengebom Tupolev Tu-16 Badger, 25
Ilyushin Il-28, dan pesawat-pesawat pendukung.

Pengalaman masa itu juga memperlihatkan kedatangan secara masif
peralatan tempur juga tidak serta-merta dapat dicerna oleh TNI AU.
Akibatnya, selain tidak bisa dipergunakan secara efektif, dalam
tempo singkat banyak peralatan yang tidak dapat dipergunakan. Lebih-
lebih bila mengingat bahwa tidak lama setelah peralatan itu tiba,
terjadi perubahan politik yang membuat suku cadang dan dukungan
Soviet sulit didapatkan lagi.



--[YONSATU - ITB]-----------------------------------------------    
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman   
List Admin      : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 

Kirim email ke