Bashirah
Seri ke 18. Belajar Tasawuf
Oleh : Ferry Djajaprana


Problem era global yang ditandai dengan kemajuan informasi, membuat akal adalah sebagai pemain utama. Sekolah adalah sumber ketidak beresannya, kenapa demikian? Melalui sekolahlah semua potensi manusia multi dimensi ini tereduksi menjadi sekedar "hewan yang berfikir" dengan asumsi dasar, paradigma, dogma, doktrin dan mitos yang bersifat positif melahirkan keilmuan yang terkotak-kotak.

Sebelum jaman penjajahan, orang Indonesia mengenal ilmu nalar atau akal yang bersifat pikiran, dimana pusatnya di otak manusia. Nalar adalah pengetahuan analitis dan tidak langsung yang berasal dari penelitian dan pengkajian. Secara umum pengetahuan ini hanya mempelajari kebendaan yang bisa diindra oleh panca indera. Di dalam kontek pendidikan, pengetahuan ini didasarkan pada penelititan, pengamatan, pendefinisian, memikirkan, menyimpulkan dan beijtihad atas nama kebenaran suatu obyek material yang bisa ditangkap manusia.

Pengetahuan kedua, adalah ilmu pengetahuan yang bertolak dari piranti intuisi supra rational sebagai Realitas Transenden yang berhubungan dengan manusia (Jawa : kawruh). Pengetahuan ini umumnya mempelajari obyek-obyek nirbendawi dan bersifat normatif. Pengetahuan ini berasal dari "pengalaman langsung" yang terkait dengan rasa. Pengetahuan ini dikembangkan dari penempuh jalan ruhani dalam menuju Sang Pencipta. (Hindu: menyebutnya jnana, Islam menyebutnya Qalb/marifat).

Dan Sang pencipta melalui firman-Nya, memberitahu kepada Rosulullah SAW bahwa "jalan" yang bisa ditempuh menuju Allah Taala itu melalui bashirah (QS. Yusuf 108), dimana yang dimaksud bashirah adalah mata bathin yang potensinya tersembunyi dalam qalbu, yang memiliki kemampuan memandang alam gaib. Bashirah adalah bentuk pengetahuan langsung tentang Hakikat.

Kata Bashirah berasal dari kata bashara atau abshara. Dalam Bahasa Arab berarti jendela hati 1). Jika dikatakan bashar al Qalb berarti pandangan dan lintasan hati. Bashirah sering dipahami sebagai cahaya di dalam hati yang dapat melihat janji ancaman dan janji kegembiraan, Asmaul husna, sifat-sifat Allah SWT, perintah dan larangan.

Kata Bashirah masih serumpun dengan kata al Bashir, jika dikaitkan dengan Asmaul Husna, kata al Bashar bermakna mampu melihat suatu secara total, baik yang tampak maupun tidak tampak tanpa memerlukan alat.

Term Bashirah 2) terdapat pada QS Al Qiyamah (75):14. Ibn Abbas, Imam Al Fara dan Muqatil menafsirkan istilah ini dengan mata bathin. Imam Al Fakhir ArRazi menafsirkannya dengan "akal sehat".

Menurut Ibn Al Qayyim, bashirah adalah cahaya yang ditiupkan oleh Allah ke dalam hati (qalb), oleh karena itu ia mampu memandang hakikat kebenaran seperti pandangan mata. Bashirah dalam pengertian ini memiliki empat ciri : ketajaman hati, kecerdasan, kemantapan dalam Agama, dan terakhir, keyakinan hati pada agama dan realita.

Bashirah manusia manusia tertutup oleh karat (rayn) yang bisa dihilangkan dengan mengamalkan secara tulus dan ikhlas melalui dzikrullah.


Bibliography :
1) Jumantoro, Totok. Amin, Samsul Munir. Kamus Ilmu Tasawuf, Penerbit Amzah, Wonosobo, 2005

2) Al Hafidz, Ahsin W., Kamus Ilmu Al Quran, Penerbit Amzah, Wonosobo, 2005

Salam,
http://ferrydjajaprana.multiply.com
http://tasawuf.multiply.com



Reply via email to