http://andawat-papua.blogspot.com/2008/07/papua-terancam-konflik-agama.html

02 Juli 2008
Papua Terancam Konflik Agama

Wawancara Radio Nederland Wereldomroep
dengan Thaha Muhammad Alhamid pada 17 Juni 2008


"Di Papua ada potensi konflik antaragama dan golongan, karena hubungan
antara muslim dan kristen di kawasan itu makin tegang". Demikian tertera di
laporan International Crisis Group (ICG).

Menurut Thaha Muhammad Alhamid, Sekjen Presidium Dewan Papua, di Papua
belakangan ini berdatangan apa yang disebut orang (sebagai) 'Kristen Baru'
dan 'Muslim Baru'. Mereka ini beraliran keras dan bisa menyulut konflik
seperti yang pernah terjadi di Maluku. Apa yang dimaksud dengan Muslim Baru
dan Kristen Baru itu? Ikutilah keterangan penggagas Majelis Muslim Papua ini
kepada Radio Nederland.

Thaha Mohammad Alhamid [TMA]: Secara terbuka, memang konflik itu belum
kelihatan. Tapi bahwa potensi itu ada, saya percaya. Karena memang terakhir
ini, atau paling tidak dalam sepuluh tahun terakhir, kita kenal, mungkin
istilah yang pas adalah 'Islam Baru' dan 'Kristen Baru', yang ada di Papua
memang menunjukkan gejala-gejala atau tanda-tanda yang jelas, bahwa ruang
perbedaan itu semakin tajam, semakin terbuka.

Kita lihat tiba-tiba tumbuh di tanah Papua ini berbagai kelompok pengajian
yang eksklusif, kemudian ada juga gereja-gereja seperti di Sorong yang
sangat mewah dan tidak banyak masyarakat Papua yang masuk di situ. Kemudian
juga ada pesantren-pesantren yang tiba-tiba bermunculan, bahkan banyak
dipertanyakan. Kenapa ada pesantren di komunitas yang non muslim? Juga
organisasi seperti Hizbut Tahrir, kemudian juga ada kelompok-kelompok Salafi
dan lain-lain. Itu sangat jelas sekali di Sorong, di daerah-daerah seperti
Manokwari juga di Fakfak, di Kaimana dan di Jayapura.

Radio Nederland Wereldomroep[RNW]: Inikah yang Anda maksud, 'Muslim Baru'
dan 'Kristen Baru' itu ya?


KETEGANGAN

TMA: Ya. Kami memakai pandangan itu lantaran muslim Papua, yang sekarang ini
tergabung di dalam Majelis Muslim Papua adalah masyarakat Papua, masyarakat
asli yang beragama islam dan tumbuh dalam semangat religiusitas, yang
moderat, yang ada di dalam pelataran budaya bersama-sama dengan
saudara-saudaranya yang beragama nasrani.

Demikian juga sebaliknya pada saudara-saudara yang beragama nasrani, yang
memang tumbuh dalam semangat Papua bersama-sama dengan masyarakat muslim
tanpa membangun perbedaan-perbedaan. Ini terbukti sekian puluh tahun tidak
pernah ada ketegangan, tidak pernah ada konflik. Ketakutan itu baru mulai
terasa sekarang ini.

RNW: Kalau begitu, ini akan bisa mengarah kepada konflik seperti terjadi di
daerah lain seperti di Maluku, begitu ya?

TMA: Potensinya sangat pas. Menurut saya justru berada di puncak
kekhawatiran, dan ini kalau memang ada trigger (penyulut, red), bisa
meledak. Satu contoh misalnya ketika tahun yang lalu rencana pembangunan
masjid raya di Manokwari yang kemudian ditentang dengan sangat keras oleh
saudara-saudara kaum nasrani. Dan sesudah itu muncul apa yang dikenal dengan
Perda Kota Injil. Itu juga direspon beragam oleh beberapa kelompok-kelompok
garis keras dari muslim yang berada di luar Papua. Mereka itu merespon
dengan pandangan jihad.

RNW: Apakah ada upaya-upaya seperti Anda yang muslim lama, dan yang sudah
lama di sana, yang berakar di sana untuk mengusahakan supaya jangan terjadi
eskalasi?


MEMBANGUN DIALOG

TMA: Tahun lalu, setelah pada tahun 1999 sejumlah aktivis dari kalangan
muslim Papua mendorong terbentuknya itu Solidaritas Muslim Papua. Dan tahun
yang lalu digelar muktamar yang pertama dan terbentuklah Majelis Muslim
Papua dengan platform yaitu moderat, toleran, dialog, partisipasi dari
masyarakat adat. Yang notabene itu lebih banyak masyarakat nasrani, sangat
besar sekali.

Kita harap bahwa kelak lembaga ini melakukan proses penjembatanan hubungan
antarsubkultur. Tapi juga komunikasi dalam kerangka 'Papua Tanah Damai' yang
selama ini didukung oleh pimpinan agama, gereja-gereja, juga majelis ulama,
dan seterusnya. Itu terus-menerus membangun dialog-dialog walau pun saya
percaya bahwa di dalam kegiatan itu belum semua komponen-komponen ini
terlibatkan. Tetapi ada komitmen yang kuat dari masyarakat Papua untuk
menjaga agar Papua menjadi tanah damai.

RNW: Apakah ada peranan pemerintah dalam hal ini supaya menghindari jangan
terjadi eskalasi?

TMA: Ya, seharusnya banyak peran yang harus dilaksanakan oleh pemerintah,
agar supaya tidak terjadi konflik. Tetapi kita juga tahu di lain pihak,
pemerintah punya kepentingan. Menjelang pemilu sebentar lagi dengan begitu
banyak partai, itu tentu menawarkan banyak kemungkinan. Hal yang utama saya
kira adalah komitmen yang sungguh-sungguh dari masyarakat dari
kelompok-kelompok civil society. Pemerintah diharapkan menjadi fasilitator.

Kirim email ke