Nice, sebagai pendahuluan, ini saya copy tulisan anda dulu : ---------------------------------- "Sekali lagi saya bilang jangan suka membeda2kan kulit!! Kulit coklat kalo bangsat ya bangsat, kulit putih kalo baek ya baek. ------------------------------- Orang puasa anarkis, haji ngebokis, adalah jangan di generalisasikan. Pastur Sodomi apakah berarti semua pastur SODOMI ??? Jadi anda itu bisa saja Nasehati TAWANG seperti diatas, tapi diri kamu sendiri sebenarnya masih RASIS........... Jadi berfikirlah dengan hati jernih, agar anda tidak ditertawakan........ Salam,
--- On Mon, 9/8/08, ttbnice <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: ttbnice <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [zamanku] Re: Hukum Tuhan vs Hukum Manusia To: zamanku@yahoogroups.com Date: Monday, September 8, 2008, 4:58 AM Puasa, Naik Haji, adalah contoh hukum Tuhan. Tapi kok ya bisa bersifat 1 dimensi? abis puasa rame2 berbuat anarkis, atau abis naek haji masih aja kerjaannya ngebokis. ORang2 yg membayar pajak di AS kebanyakan sadar betul bahwa uang yg mereka setor adalah untuk peningkatan kesejahteraan mereka juga. Atau masyarakat di Thailand yg ramai2 menyumbangkan emas mereka kepada pemerintah untuk membantu mengatasi kesulitan krismon di Thailand. Bukankah ini bentuk hukum yg bersifat 2 dimensi menurut versi anda? JAdi ga bisa dong dikotomi, kalo Tuhan itu 2 dimensi atau manuisa itu 1 dimensi. Ngaco betul anda ini.. --- In [EMAIL PROTECTED] .com, "Iman K." <alexander_soebroto @...> wrote: > > Salam... > > Menjawab beberapa pertanyaan tentang hukum Tuhan vs Hukum manusia, berikut pandangan saya tentang persoalan ini : > > > > Salah satu perbedaan utama dari hukum Tuhan dan hukum manusia adalah, Hukum Tuhan memiliki dua dimensi sedangkan hukum manusia hanya memiliki satu dimensi. Hukum Tuhan memilik aspek spiritual sedangkan hukum manusia tidak memiliki aspek ini, dengan kata lain hukum manusia tidak pernah akan meningkatkan spiritualitas seseorang. > > > > Hal ini mungkin akan lebih mudah dipahami jika kita ambil sebuah perumpamaan hukum, katakanlah hukum tentang 'pajak'. Jika hukum pajak buatan manusia ditetapkan, maka bagi sipembuat hukum yang penting adalah bagaimana supaya siwajib pajak bisa memenuhi target kebutuhan negara. > > > > Pemerintah [ sipembuat peraturan] tidak mau tahu apakah masyarakat akan membayar pajak dengan sukarela atau terpaksa, bagi pemerintah siapa saja yang tidak membayar pajak atau tidak patuh terhadap hukum buatan pemerintah maka yang bersangkutan akan dianggap melanggar hukum. Sebaliknya barang siapa membayar dengan sadar atau karena terpaksa, maka itu sudah dianggap patuh dan diterima sebagai warga negara yang baik. > > > > Tujuan pemerintah hanya untuk memperoleh pendapatan khas negara, pemerintah tidak akan peduli apakah dia akan dikecam atau didemo atas hukum yang dibuatnya, yang penting target pemerintah tercapai maka semuanya akan dianggap baik saja. > > > > Berbeda dengan hukum 'pajak' yang dibuat oleh Tuhan, didalam Islam hukum 'pajak' ini dikenal dengan istliah 'zakat'. Hukum Tuhan tidak mempunyai tujuan untuk memenuhi khas Tuhan dan dengan sendirinya yang disebut 'patuh' atau tidak patuh juga tidak bisa diukur dengan seseorang telah membayar atau belum membayar zakat. Hukum Tuhan penekanannya kepada NIAT dan Nilai spiritual, Tuhan tidak akan menerima zakat yang dibayarkan oleh siwajib zakat jika sipembayar tidak rela dan ikhlas. > > > > Begitu juga kalau kita lihat hukum-hukum yang lain, misalnya hukum tentang membela negara. Jika hukum buatan manusia ditetapkan maka tentara sebagai pilar utama alat bela negara di anggap 'patuh hukum' jika tentara ikut berperang atas perintah pemerintah. Mengenai apakah mereka berperang karena membela yang benar atau salah itu bukan menjadi persoalan hukum sipenguasa, apakah mereka ikut berperang karena kesadaran hati atau karena takut kepalanya ditembak oleh komandanya itu bukan menjadi ukuran kepatuhan hukum. > > > > Sangat berbeda dengan hukum bela negara yang di bikin oleh Tuhan, untuk urusan berperang membela negara Tuhan tidak menilai kepatuhan mereka terhadap hukum berdasarkan atas keikutan mereka berperang saja, tetapi yang dilihat adalah masalah substansi berperang itu sendiri, apakah prajurit yang ikut berperang itu untuk membela yang benar atau yang salah. Apakah prajurit yang ikut bertempur itu adalah atas kesadaran sendiri atau karena terpaksa. > > > > Hukum Tuhan menilai 'kepatuhan' hukum itu secara utuh yakni kesatuan antara jasmani [perbuatan] dan rohani [NIAT]. Hukum Tuhan menghendaki semua hukum itu dilakukan dengan jiwa dan bukan tanpa jiwa. Dengan kata lain hukum Tuhan itu tidak bisa dikerjakan hanya secara lahirih saja tanpa ruh sedangkan hukum manusia tidak pernah menilai sisi ruh (niat) si objek hukum. > > > > > > > > Salam, > > > > > > Iman K. > > www.parapemikir. com >