Dari Seminar Nasional Ketahanan Energi di Kampus Universitas Indonesia, Depok.
11 September 2008
Fitrah(natur) dan "nurture" dari integrasi ekonomi baik regional, international
maupun global tidak mengenal lagi terminologi independensi atau kedaulatan
ansih. Yang ada adalah terminologi ekonomi interdependensi. Atau kalau
dijabarkan lebih lanjut interdependensi adalah merupakan penjelmaan dari
independensi/kedaulatan untuk bekerjasama/cooperative enggagement. Namun
strategi dasarnya adalah adanya cadangan/reserve di dalam negeri haruslah
terhitung dan terkalkulasi secara baik dan manageble. Strategi kerjasama yang
baik dalam hal ketahanan energi adalah strategi offensif/proaktif dan tidak
hanya menunggu atau defensif, terutama dalam hal pencapaian negosiasi atau
perjanjian kerjasama energi atau trade and investment pada umumnya.
Interaksi ekonomi yang cair dan transparan ini memrlukan intelejen dan
pengolahan informasi yang falid dan updated baik saat ini maupun di masa
datang. Cadangan/reserve bagi negara Indonesia secara faktual sangat besar
namun kapitalisasi dan perhitungan financial ordernya perlu diakselerasi
kevalidan informasinya. Intelejen dalam hal ketahanan energi haruslah utuh
mencakup semua sektor, dari pendidikan publik sampai hal apa-apa saja yang
"kita mau dan ketahui". Integrasi ekonomi di Indonesia sekarang ini hanyalah
ditopang oleh sekitar 10% dari pelaku ekonomi secara keseluruhan dalam negara
kita termasuk perusahaan bergerak di sektor energi secara spesifik maupun yang
berhubungan dengan itu. Intervensi ekonomi dalam hal pemeberdayaan secara
menyeluruh kepada UMKM untuk lebih berperan dalam hal ini termasuk sektor
energi sangat perlu dipercepat. Janganlah market driven economy yang hanya
dinikmati oleh pelaku ekonomi besar dan BUMN justru
memperluas jurang kaya dan miskin di negara kita. Pendidikan publik tentang
ekonomi dan ketahanan energi sudah saatnya bertautan dengan pemahaman umum
tentang apa yang negara kita maui/national interest dalam menghadapi
globalisasi. Seperti apa globalisasi bagi negara kita. Janganlah kita mengulang
kesalahan dan tidak mengambil manfaat dari integrasi ekonomi ini. Namun sebagai
modal awal kita harusnya mensyukuri apa yang diberi TUHAN berupa raw materials
energi yang berlimpah namun janganlah kebodohan dalam intelejen ekonomi
dan kerakusan unutk memperkaya diri dan kelompok mengorbankan negara secara
keseluruhan. Janganlah berlindung bahwa birokrasi pemerintahan tidak memiliki
niat buruk namun kenyataannya cara yang buruk karena informasi unutk
pengambilan keputusan yang tidak integratif dan falid, dan pengolahan dan
pengelolaan menejemen keenergian yang fatalistik, artinya kebodohan intelejen
ekonomi yang akut menjadikan perlindungan akan kegagalan
ekonomi yang terjadi secara tidak ksatria. Cara bekerja dan
mengimplementasikan secara koordinatiflah yang menentukan bukan
niat. Bersyukurlah negara kita memilki masih banyak pilihan dari energi yang
konservatif sampai alternatif. Di sinilah pentingnya intelejen ekonomi untuk
memilah dan memilih yang terbaik bagi negara kita dalam kerja bersama di dalam
negeri dan ke luar dan bukan selalu mengasumsikan harus adanya musuh bersama
karena dalam integrasi ekonomi musuh tidaklah jelas dan terdefinisi. Dimensi
waktu menjadi resiko dan taruhannya. Sebagaimana guru-guru kita dahulu selalu
mengatakan siapa cepat dan tepat dialah yang dapat.......
Harry Samputra Agus
Siap dicalonkan menjadi Presiden RI mendatang