Media Indonesia

Kamis, 23 Oktober 2008 00:01 WIB

Kejahatan di Ruang Pengadilan


KETIKA orang memasuki masjid atau gereja, mereka diikat keharusan perilaku 
tertentu yang sangat imperatif. Seperti membuka sepatu dan membungkuk. Itu 
adalah wujud ketaatan kepada power mutlak yang dimiliki lembaga yang tidak bisa 
dilawan siapa pun juga. 

Bagaimana dengan ruang sidang di pengadilan? Sebagai salah satu lembaga yang 
menjaga supremasi hukum, ruang pengadilan memiliki keharusan-keharusan perilaku 
imperatif yang tidak boleh dilanggar. 

Kesucian dan kemahakuasaan ruang pengadilan juga dilindungi undang-undang. 
Siapa saja yang menghina, apalagi melakukan kejahatan di ruang pengadilan, bisa 
dikenai hukuman pidana yang dikenal dengan istilah contempt of court. 

Apa yang terjadi dengan ruang-ruang pengadilan di Indonesia? Apakah di sana 
melekat kekuasaan yang menakutkan dan memaksa semua orang yang hadir ketakutan 
karena kewibawaan yang memancar dari seluruh ruang sidang, termasuk dari sosok 
hakim yang dibalut toga dan bertengger di atas kursi mahkamah? 

Kejadian memalukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/10), menjadi 
jawaban atas pertanyaan tersebut. Ruang pengadilan memperlihatkan di sana 
justru terjadi pembunuhan. 

Seorang pengunjung sidang dibunuh pengunjung sidang yang lain. Seorang lagi 
luka parah dalam pertarungan dua kubu pengunjung yang memadati ruang 
pengadilan. 

Bukan baru sekali ini kejahatan terjadi di ruang pengadilan. Di beberapa tempat 
kejadian serupa berlangsung terus-menerus. Di ruang sidang pengunjung bisa 
menganiaya saksi. Massa dikerahkan ke ruang sidang untuk meneror hakim dan 
jaksa. Semuanya diterima sebagai hal yang biasa-biasa saja. Ruang sidang 
seperti memperagakan hukum rimba, siapa kuat dia menang, siapa bersuara lebih 
kencang dia berjaya, dan siapa membawa massa lebih banyak dia yang berkuasa. 

Perilaku yang tidak beradab di ruang sidang seperti ini tidak bisa lagi 
dibiarkan terus-menerus. Ruang sidang adalah ruang tentang kepastian. Ruang 
tentang kedamaian karena di sana orang memperoleh ketegasan tentang yang benar 
dan yang salah. Di sana ada kekuatan untuk memaksa yang menang untuk dihargai 
yang kalah untuk dihukum. 

Tidak bisa dibayangkan orang-orang yang datang ke tempat pengadilan untuk 
memperoleh jawaban tentang kepastian yang menenangkan, tetapi di sana tidak ada 
kepastian tentang keamanan dan kenyamanan. 

Bila hakim sungguh berwibawa, dia berhak mengusir pengunjung sidang yang ribut 
atau tidak mengindahkan peraturan. Pengadilan sebagai lembaga harus memiliki 
tenaga pengaman internal yang melengkapi tugas polisi. Polisi, diminta atau 
tidak, harus memperlakukan ruang dan lingkup pengadilan sebagai tempat yang 
amat dihormati dan berwibawa. 

Yang tidak kalah penting adalah pendidikan terhadap warga untuk menghormati 
kewibawaan ruang pengadilan. Pengadilan pasti paham mana saja kasus sensitif 
dan mana yang tidak. Untuk kasus sensitif pengadilan berhak meminta pengamanan 
ekstra dari pihak kepolisian. 

Selain itu, desain gedung dan ruang pengadilan harus dilakukan sedemikian rupa 
sehingga mampu meredam kejahatan. Misalnya, kursi terdakwa harus berjauhan 
dengan kursi pengunjung. 

Perilaku di ruang sidang biasanya paralel dengan wajah hukum dan penegakan 
hukum di sebuah negara. Semakin semrawut penegakan hukum, semakin semrawut juga 
kelakuan orang di ruang sidang. Itulah wajah kita

Reply via email to