--- In [EMAIL PROTECTED], Mirzah <[EMAIL PROTECTED]> wrote: http://www.warnaislam.com/kajian/sirah/2008/11/17/3600/Kiprah_Politik_Pe\ rempuan_Masa_Rasulullah_Saw.htm
Kiprah Politik Perempuan di Masa Rasulullah Saw Senin, 17 November 2008 01:00 Allah SWT telah menciptakan perempuan agar ia melakukan aktivitas di kehidupan umum, sebagaimana ia melakukan aktivitas di kehidupan khusus. Maka Allah SWT telah mewajibkan atas perempuan untuk mengemban daâwah dan menuntut ilmu tentang apa yang menjadi keharusan dari aktivitas-aktivitas kehidupannya. Allah SWT juga telah membolehkan seorang perempuan untuk melakukan transaksi jual-beli. Kontrak kerja (ijÄrah), dan perwakilan (wakÄlah).[1] Maka perempuan boleh diangkat sebagai pegawai negara, perempuan juga boleh menangani urusan peradilan (menjabat sebagaiqÄdhÄ« atau hakim) yaitu orang yang memutuskan persengketaan di antara anggota masyarakat dan memberitahukan hukum syaraâ yang bersifat mengikat kepada pihak-pihak yang berdengketa.[2] Telah diriwayatkan dari âUmar bin KhattÄb ra. bahwa ia pernah mengangkat asy-SyifÄââ"seroang perempuan dari kaumnyaâ" untuk menangani persengketaan di pasar yakni menjabat sebagai qÄdhÄ« hisbah yang memutuskan semua mukhÄlafÄt yang terjadi.[3] Kemudian jika kita pelajari kiprah politik perempuan-perempuan di sekitar Rasulullah saw, maka yang pertama kita dapati adalah khadijah isteri Rasulallah saw. Siapapun yang membaca sÄ«rah (sejarah hidup) Nabi Muhammad saw, akan menemukan bagaimana peran perempuan di zaman perjuangan Nabi saw. Suara pertama yang memberikan dukungan perjuangan beliau keluar dari mulut seorang perempuan yaitu Khadijah ra.[4] Dia termasuk orang yang pertama masuk Islam, dia juga perempuan pertama yang membenarkan dan memeluk risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw untuk seluruh umat manusia.[5] Rasulullah saw pernah bersabda tentang isterinya yang sangat dicintainya ini, âKhadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Ia membenarkan ajaranku ketika orang-orang mendustakanku Ia adalah perempuan yang selalu membantu perjuanganku dengan harta kekayaan ketika orng-orang tiada mempedulikanku.â (HR. Ahmad). Khadijah lahir dari keluarga Bani Hasyim; dari kalangan keluarga yang mulia, jujur, dan pemimpin. Dia besar di kalangan terhormat, terdidik dengan akhlak yang terpuji, teguh dan cerdik. Kaumnya memberikan julukan baginya Al-ThÄhirah, artinya âyang suciâ karena sangat baik akhlaknya dan sopan santunnya, seakan-akan tanpa cacat.[6] Khadijah juga dikenal sebagai perempuan cerdas dan piawai dalam bidang perdagangan, sukses dalam menjalankan roda-roda usahanya, serta sanggup membiayai hampir seluruh dakwah Rasulullah saw.[7] Sebagai isteri, tak seorang pun yang mencela Khadijah, justru pujian yang datang untuknya. Khadijah mendampingi Rasulullah saw hampir seperempat abad lamanya. Hidupnya dilalui dengan penuh kesetiaan dan kebajikan. Sebagaimana yang seharunys dilakukan oleh isteri kepada suaminya, Khadijah mendampingi Rasulullah dalam suka dan duka.[8] Dalam berbagai kisah diterangkan mengenai upaya Khadijah menenangkan Rasulullah saw ketika pertama kali menerima wahyu, yakni saat Nabi saw baru pertama kali melihat Jibril.[9] Dari kisah tentang Khadijah ra. jelas sekali bahwa apa yang dilakukannya kepada Muhammad saw bukanlah sekedar perannya sebagai serorang isteri yang sangat berbakti kepada suaminya. Lebih dari itu, Khadijah sesunguhnya telah menjalankan peran politiknya sebagai seorang Muslimah yang dengan ketajaman dan kepekaan akalnya, ia mampu mencermati secara mendalam masalah wahyu dan risalah yang sampai kepada Rasulullah saw.[10] Disamping itu, kepeduliannya yang tinggi tentang berbagai hal yang ada disekitarnya menunjukkan tingkat kesadaran politik yang tinggi. Peran serta pada shahÄbiyyah dalam hijrahâ"baik ke Habasyah maupun ke Madinahâ"jelas merupakan manuver politik, sebagai tanda ketaatan mereka kepada pimpinannya, yaitu Rasulullah saw. Di samping itu secara politik hijrah ke Habasyah[11] adalah upaya untuk menyelamatkan perjuangan, agar umat Islam yang masih sedikit kala itu tidak diberangus oleh kekuatan kaum kafir Quraisy. Dan Hijrah ke Habasyah ini bersifat temporal.[12] Para shahÄbiyyah yang ikut serta dalam hijrah ke Habasyah pun menghadapi kesulitan yang tidak sederhana. Fatimah binti al-Mujallil, Ramlah binti Auf bin Dhubairah, Fukaihah binti Yasar, dan Ummu Habibah binti Abu Sufyan ditinggal para suami mereka yang murtad dan memeluk agama Nasrani.[13] Sementara itu, Raithah binti al-Harist bersama anak-anaknya Musa, Aisyah, dan Zainab meninggal dalam perjalanan kembali ke Makkah karena mereka kehabisan air minum.[14] Hijrah ke Madinah pun merupakan manuver politik yang urgen. Kita tahu bahwa tegaknya syariâat Islam tidak mendapat tempat yang memadai di Makkah, ketika sistem kemusyrikan begitu menguasai. Maka atas petunjuk dan pertolongan Allah SWT[15] ditunjukkan Madinahâ"dahulu Yatsribâ"[16]sebagai wilayah tempat risalah Islam dapat tegak dengan seluruh sendinya dan dalam berbagai dimensinya.[17] Asmaâ binti Abu Bakar dalam fase hijrah ke Madinah ini menjadi tokoh yang dicatat sejarah dengan tinta emas. Asmaâ masuk Islam saat di Makkah setelah tujuh belas orang sebelumnya susah menyatakan keislamannya.[18] Banyak keutamaan yang dimilikinya, ayahnya, Abu Bakar al-Shiddiq, adalah sahabat karib yang paling utama bagi Rasulullah semasa beliau hidup,[19] dan khalifah pertama sesudah beliau wafat. Asmaâ merupakan isteri Zubair bin Awwam, salah satu sahabat terdekat Rasulullah saw dan masuk diantara 10 orang sahabat yang dijamin masuk surga. Serta putranya yang terkenal yaitu Abdullah bin Zubair. Asmaâ binti Abu Bakar diberi julukan oleh Rasulullah saw sebagai Dzatun NithÄqayn (wanita yang memiliki dua ikat pinggang).[20] Hal ini terkait dengan peristiwa ketika tepat dihari Rasulullah saw hendak berangkat hijrah ke Madinah, Asmaâ menyediakan makanan dan minuman untuk perbekalan beliau dan ayahnya, Abu Bakar. Ketika dia hendak mengikat karung makanan dan qirbah (tempat air minum), dia tidak mendapat tali sehingga dia segera melepas kain ikat pinggangnya dan menyobeknya menjadi dua bagian.[21] Karena itulah Rasulullah saw mendoakannya, semoga Allah mengganti ikat pinggang Asmaâ dengan dua ikat pinggang yang lebih baik dan indah di surga.[22] Berkaitan dengan peristiwa hijrah ini, ada berbagai hal yang bisa diteladani yang menggambarkan bagaimana kekuatan berpikir dan berstrategi yang dimiliki oleh seorang muslimah, tentu saja ini berkaitan dengan aktivias politiknya yang dihasilkan dari kecemerlangan akal yang dimilikinya, bukan sekedar aktivitasnya mengantarkan makanan saja. Karena Asmaâ mengirimkan makanan untuk dua orang yang berperan penting bagi umat Islam, Rasulullah dan ayahnya, Abu Bakar, agar keduanya dapat menajalankan misi hijrah dan penyebarluasan dakwah dengan lancar, hingga tegaknya Daulah Islamiyah di Madinah. Contoh lainnya dalam perjalanan hidup para shahÄbiyyah kita mengenal Ummu Sulaim binti Milhan[23], ia adalah seorang perempuan dari golongan anshar yang memiliki ilmu, pemahaman, keberanian, kemurahan hati, kebersihan dan keikhlasan bagi Allah SWT dan Rasul-Nya. Dialah perempuan yang melindungi Nabi di medan perang dan telah banyak hafal hadis Nabi saw.[24] Ia adalah ibu dari seorang sahabat yang mulia, Anas bin Malik. Ada sebuah ungkapan, âUmmu Sulaim adalah perempuan yang tunduk pada keputusan orang yang dicintainya, yang biasa membawa tombak dalam peperangan.â[25] Pada zaman jahiliah, Ummu Sulaim menikah dengan Malik bin Nadhar dan dikarunia seorang anak laki-laki bernama Anas bin Malik (yang kelak juga menjadi sahabat yang utama). Ia masuk Islam dan bersama kaumnya ikut membaiâat Nabi pada saat suaminya bepergian. Kemudian dia ajarkan dua kalimat syahadat kepada putranya Anas yang saat itu masih kecil. Pada waktu suaminya kembali, ia perkenalkan Islam kepada suaminya tersebut, namun suaminya tidak menerima bahkan marah kepadanya.[26] Setelah suaminya wafat, ia hendak dilamar oleh Abu Thalhah yang masih musyrik, lalu Ummu Sulaim menolak lamaran tersebut karena dia seorang muslimah sedangkan Abu Thalhah adalah seorang yang masih menyembah berhala. Menyadari hal tersebut akhirnya Abu Thalhah memutuskan untuk masuk Islam dan menjadikan keislamnnya itu sebagai mahar untuk meminang Ummu Sulaim.[27] Pada saat perang uhud,[28] ketika kaum Quraisy menuntut balas atas kekalahannya dalam perang Badar, Ummu Sulaim dan Aisyah binti Abu Bakar membawa gerabah air untuk minum pasukan Islam. Setelah mereka selesai menunaikan tugasnya membawa, dan mengantar minuman kepada pasukan yang haus, mereka kemudian mengobati para pejuang yang terluka.[29] Pertempuran yang terjadi melawan kekuatan musuh-musuh Islam jelas merupakan tindakan politik, sebab menyangkut upaya mempertahankan daulah Islamiyah. Diantara aktifitas politik lainnya yang pernah dilakukan oleh shahÄbiyyah adalah ikut sertanya mereka dalam baiat kepada Rasulullah saw. Sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah mengadakan tiga kali pertemuan dengan kaum Anshar pada musim haji yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.[30] Pada pertemuan kedua (musim haji tahun ke 12 dari nubuwah) mereka berbaiat kepada Rasulullah saw. Dan ini disebut Baiat Aqabah pertama.[31] Pada pertemuan ketiga (musim haji tahun ke 13, 622 M), mereka datang dengan jumlah yang lebih banyak lagi yaitu 73 orang laki-laki dan dua orang perempuan.[32] Baiat ini disebut sebagai Baiat Aqabah kedua atau lazim disebut Baiah Al-NisÄâ dalam beberapa sÄ«rah karena keterlibatan perempuan di dalamnya.[33] Kaâab bin Malik berkata, â Malam itu kami tidur bersama kaum kami di kemah kami. Setelah sepertiga malam sudah berlalu, kami keluar dari kemah seperti janji yang sudah kami sepakati dengan Rasulullah saw. Kami mengendap-endap untuk dapat berkumpul di sebuah celah di bukit Aqabah. Ada dua orang perempuan yang ikut serta, yaitu Nusaibah binti Kaâab bin Amr bin Mazin (Ummu Amarah). Dia datang pada malam Aqabah dan juga berbaiat kepada Rasulullah saw. Dia pulang dan mengajak pada perempuan di Madinah untuk masuk Islam. Yang kedua adalah Asmaâ binti Amr, salah seorang perempuan bani Salamah (Ummu Mani).â[34] Baiat ini menjadi tonggak berdirinya sistem Islam dalam wujud sebuah negara berdaulat. Dan para muslimah Anshar menyadari itu sebagai amanah yang harus mereka tunaikan. Dari kisah keteladanan orang-orang terdahulu, ada hal penting yang dapat kita ambil dari mereka, yaitu kemampuan mereka mensinergikan keseluruhan peran dan fungsi yang telah Allah bebankan atas mereka, baik sebagai seorang hamba Allah, sebagai istri dan ibu, maupun sebagai anggota masyarakat. Dari sini diperlukan adanya kesadaran akan hak-hak politik bagi kaum perempuan serta aktifitas yang perlu dijalankannya dalam koridor syariat.  [1]Lihat Taqiyyuddin al-Nabani, An-NizhÄm Al-IjtimÄâi fi Al-IslÄm, terj. Oleh: M. Nashir (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2007), hlm. 138. [2]Taqiyyuddin al-Nabani, An-NizhÄm Al-IjtimÄâi fi Al-IslÄm, hlm. 139. [3]Taqiyyuddin al-Nabani, An-NizhÄm Al-IjtimÄâi fi Al-IslÄm, hlm. 139. [4]Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, terj.oleh: Abuk Hayyie al-Kattami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 383. [5]Lihat dalam Abdul Halim Abu Syuqqah, TahrÄ«r al-Marâah fÄ« âAshri al-RisÄlah, (Kuwait: DÄr al-Qalam, 1990), Cet. I. Lihat pula hadis yang menjelaskan tentang peristiwa kali pertama turunnya wahyu dalam Bukhari kitab Bagaimana permulaan turunnya wahyu kepada Rasulullah saw, jilid 1, hlm. 25. dan ShahÄ«hnya 1/2-3. [6]Syed. A. A. Razwy, Khadijah Yang Agung, (Jakarta: Hikmah, 2004), hlm.17. [7]Najmah Saâidah, Revisi politik Perempuan Bercermin pada ShahÄbiyÄt, hlm. 180. [8]Ahmad Khalil Jamâah, Wanita Yang Dijamin Masuk Syurga, (Jakarta: Darul Falah, 2002), hlm. 16. [9]Lihat dalam Shafiy al-Rahman al-MubÄrakfÅ«riy, Al-RahÄ«q Al-MakhtÅ«m, (Madinah al-Munawarah: DÄr al-WafÄâ, 2007), hlm. 75. [10]Najmah Saâidah, Revisi politik Perempuan Bercermin pada ShahÄbiyÄt, hlm. 181. [11]Hijrah ke Habsyah ini dilakukan dua kali, kelompok yang pertama berangkat terdiri dari 4 orang perempuan dan 11 orang laki-laki. Hijrah ini dipimpin oleh Utsman bin Affan. Lihat Ibn HisyÄm, As-SÄ«rah Al-Nabawiyyah, (Libanon: DÄr al-IhyÄâ al-TurÄts al-Arabiya, 1997), Jilid 1, hlm. 359-360. [12]Lihat Ali Muhammad al-Shalabi, Fiqh Kemenangan dan Kejayaan: Meretas Jalan Kebangkitan Umat Islam, terj.Oleh: Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 48-49. [13]Mahmud al-Mishri, 35 Sirah ShahÄbiyyÄt, terj.oleh: Asep Sobari dan Muhil Dhofir, (Jakarta: Al-Iâtishom Cahaya Umat, 2006), jilid 1, hlm. 299. [14]Amatullah Shafiyyah, Kiprah Politik Muslimah Konsep dan Implementasinya, hlm. 31. [15]Baca juga dalam Mukhtar Yahya, Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm. 210-211. [16]Yatsrib merupakan nama lama Madinah Al-Munawwarah. Sumber ketenangan dengan tanah yang subur dan air yang melimpah. Ia dikelilingi oleh bebatuan gunung berapi yang hitam. Wilayah paling penting adalah Harrah Waqim yang subur di bagian timur dan Harrah Al-Wabarah di bagian barat. Gunung Uhud berada di utara Madinah, dan gunung Asir di barat daya. Banyak lembah di Madinah yang membentang dari selatan ke utara. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: âRasulullah saw bersabda kepada orang-orang muslim, âSesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku tempat tujuan hijrah kalian, yang memiliki kebun korma yang terletak di antara dua dataran yang suburâ.â Setelah Nabi hijrah ke Madinah, maka nama kota yang sebelumnya Yatsrib diubah menjadi MadÄ«nah al-Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut MadÄ«nah al-Munawwarah (Kota yang Bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja. Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 25. [17]Amatullah Shafiyyah, Kiprah Politik Muslimah Konsep dan Implementasinya, hlm. 31. [18]Abdul Badiâ Shaqr, Wanita-Wanita Pilihan, terj.oleh: Abdulkadir Mahdamy, (Solo: Pustaka Mantiq, 1993), hlm. 58. [19]Abu Dawud dan al-Hakimâ"dia menyatakan bahwa hadist ini adalah shahihâ"meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah bersabda: âKetahuilah wahai Abu Bakar, bahwa engkau adalah orang pertama yang masuk surga dari umatku.â Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abi Saâid, dia berkata, Rasulullah bersabda: âSesungguhnya orang yang paling dekat persahabatannya dan penginfakan harnya untukku adalah Abu Bakar. Andaikata saya mengambil seseorang sebagai kekasih selain Tuhanku, niscaya aku ambil Abu Bakar sebagai kekasih dekatku (khalil). Namun kami terikat dengan persaudaraan seiman. Lihat juga dalam Imam al-Suyuti, TÄrÄ«kh KhulafÄâ: Sejarah Penguasa Islam, terj.oleh: Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 57. [20]Shafiy al-Rahman al-MubÄrakfÅ«riy, Al-RahÄ«q Al-MakhtÅ«m, hlm. 157. [21]Shafiy al-Rahman al-MubÄrakfÅ«riy, Al-RahÄ«q Al-MakhtÅ«m, hlm. 157. [22]Najmah Saâidah, Revisi politik Perempuan Bercermin pada ShahÄbiyÄt, hlm. 187. [23]Ummu Sulain merupakan salah seorang yang mendapat jaminan masuk surga, hal ini terlihat dalam hadis berikut: Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Rasul bersabda, âAku diperlihatkan surga. Aku melihat istri Abu Thalhah. Aku juga mendengar suara sandal di depanku, ternyata itu sandal Bilal.â (H.R. Muslim). [24]Mahmud al-Mishri, 35 Sirah ShahÄbiyyÄt, terj.oleh: Asep Sobari dan Muhil Dhofir, (Jakarta: Al-Iâtishom Cahaya Umat, 2006), jilid 2, hlm. 33 [25]Najmah Saâidah, Revisi politik Perempuan Bercermin pada ShahÄbiyÄt, hlm. 200. [26]Abdul Aziz al-Syinnawi, 12 Wanita Pejuang Bersama Rasulullah, terj.oleh: Totok Jumantoro, (Jakarta: Amzah, 2006), hlm.1. [27]Abdul Badiâ Shaqr, Wanita-Wanita Pilihan, terj.oleh: Abdulkadir Mahdamy, hlm. 125-126. [28]Perang uhud adalah salah satu perang yang diikuti Rasulullah saw, perang antara kaum kafir Quraisy yang menuntut balas atas kekalahan mereka di perang Badar, melawan kaum muslimin. Komandan tertinggi dipegang Abu Sufyan bin Harb dan komandan pasukan berkuda dipimpin oleh Khalid bin Walid. Perang ini terjadi pada tahun ke 3 Hijriyah (Sabtu, 23 Maret 625) di dekat bukin Uhud, empat kilo meter sebelah timur laut Madinah. Dalam peperangan ini, awalnya kaum muslimin hampir saja mendapatkan kemenangan, namun karena kesalahan fatal yang dilakukan pasukan pemanah, maka kaum muslimin menjadi terkepung oleh pasuka kafir Quraisy. Baca selengkapnya dalam Ibn HisyÄm, Al-SÄ«rah Al-Nabawiyyah, (Libanon: DÄr IhyÄâ al-TurÄts al-Arabiya, 1997), Jilid 3, hlm. 73. Baca juga W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina, (Great Britain: Oxford University Press, 1962), hlm. 23. [29]Abdul Aziz asy-Syinnawi, 12 Wanita Pejuang Bersama Rasulullah, terj.oleh: Totok Jumantoro, hlm, 4-5. [30]Amatullah Shafiyyah, Kiprah Politik Muslimah Konsep dan Implementasinya, hlm. 32. [31]Amatullah Shafiyyah, Kiprah Politik Muslimah Konsep dan Implementasinya, hlm. 32. Baiat ini dilakukan di Aqabah di Mina yang terdiri dari 12 orang. Lihat dalam Shafiy al-Rahman al-MubÄrakfÅ«riy, Al-RahÄ«q Al-MakhtÅ«m, (Madinah al-Munawarah: DÄr al-WafÄâ, 2007), hlm. 139 [32]Shafiy al-Rahman al-MubÄrakfÅ«riy, Al-RahÄ«q Al-MakhtÅ«m, (Madinah al-Munawarah: DÄr al-WafÄâ, 2007), hlm. 142. [33]Amatullah Shafiyyah, Kiprah Politik Muslimah Konsep dan Implementasinya, hlm. 32. [34]Amatullah Shafiyyah, Kiprah Politik Muslimah Konsep dan Implementasinya, hlm. 32. Get your preferred Email name! Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/ --- End forwarded message ---