MITOS & STEREOTIP Dikutip dari tulisan Widya Saraswati - [EMAIL PROTECTED]
Siapa tak tahu Wali Songo? Kurang apa jasa mereka bagi perkembangan agama? Toh, tak ada yang menyebut diri sendiri Syekh, yang artinya guru. Itu wujud kerendahan hati. Cuma satu wali yang mereka panggil Syekh, yaitu Siti Jenar, karena dialah yang diakui ilmunya paling tinggi diantara para wali. Terlepas dari perbedaan pendapat mereka kemudian dalam metode penyebaran agama maupun sikap terhadap kekuasaan dan politik, para wali itu cukup tahu diri. Di masa sekarang, dalam masyarakat yang kehilangan daya kritisnya, mitos dan stereotip biasanya hidup subur. Mitos ialah anggapan keliru, tetapi diyakini kebenarannya. Contohnya, perempuan itu lemah dan laki-laki itu kuat; mandi malam bikin rematik, banyak anak banyak rezeki, dan sebagainya. Sementara stereotip adalah citra yang dilekatkan kepada seseorang atau sekelompok orang, yang karena dilekatkan terus menerus lalu dianggap benar. Contohnya orang yang memakai gelar keagamaan dan berpakaian gaya tertentu yang agamis dianggap 'pasti' baik, benar dan suci. Pada masyarakat yang sakit, orang bisa saja secara leluasa menempelkan gelar apa saja bagi dirinya sendiri. Jika yang bersangkutan akhirnya meyakini bahwa dirinya seperti apa yang dicitrakan; padahal citra bukanlah kebenaran. Apa yang terlihat tidak selalu dapat dipercaya. Tapi mereka sadar betul, bahwa stereotip bisa diciptakan dan dimanfaatkan bagi keuntungan pribadi maupun kelompok. Demikian juga dalam seksualitas banyak terdapat mitos dan stereotip, misal berhubungan seks dengan anak muda dan perawan kencur akan membuat awet muda. Tak ada bukti ilmiah ini hanya mitos belaka. Namun mitos ini ditularkan dari generasi ke generasi. Anggapan laki-laki yang punya isteri muda berarti dia perkasa, itu hanya stereotip, kenyataannya banyak para istri muda itu punya pacar gelap. Ini bukan konsep antiaging yang benar; secara alamiah stamina akan menurun seiring bertambahnya usia termasuk kemampuan seksual. Memiliki banyak istri muda ketika pria berada pada usia pertengahan bisa dicurigai sebagai mekanisme pertahanan diri, padahal kemampuan seks dan fisik justru menurun. Laki-laki maupun perempuan menghadapi krisis usia pertengahan ketika status sosial ekonomi biasanya sudah mapan. Mereka ingin membuktikan masih segagah, sekuat ketika masa muda perkasa dengan menggandeng wanita muda. Jadi, jangan pernah percaya apalagi minder dan gelisah melihat lelaki lain dikerubuti perempuan muda. Boleh jadi ia sedang menutupi kelemahan seksualnya dan kurang pede dengan dirinya. Jadi cuma dikerubuti, tak lebih. Tetapi jika ada lelaki dengan menjuluki dirinya syekh, lantas memperisteri anak-anak di bawah umur dengan mengunakan kekuasaan dan hartanya, itu artinya malahan mengajarkan keburukan. (*lm) ------------------------------------------------ l.meilany 171108