Saya tidak percaya bahwa usulan bahwa pemimpin atau pejabat negara  harus 
memberi contoh pada rakyat agar rakyat maju dengan meniru kebaikannya. Sangat 
kecil kemungkinan seorang pemimpin yang dekat dengan uang dan kekuasaan bisa 
diharapkan sebagai panutan. Seorang pemimpin yang deperlukan sekarang ini 
adalah yang mampu memenuhi kebutuhan rakyat secara cepat (Coercive).. 

Untuk membuka jalan kearah kemajuan masyarakat harus disokong oleh 
pihak/kelompok/organisasi yang dekat dengan masyarakat. Pihak yang dekat dengan 
masyarakat dan bertatap muka, dan memiliki kaitan secara emosional adalah orang 
tua sebagai pimpinan rumah tangga, ketua RT dan RW, organisasi keagamaan di 
daerah-daerah, ulama, LSM dan lain sebagainya yang jauh dari ikatan uang dan 
kekuasaaan pemerintah. Pihak inilah yang bertanggung jawab pada perangai moral 
dan perilaku  anak-anak di masa depan. Negara Ingris salah satu contoh betapa 
kuatnya organisasi-organisasi sosial/LSM disana sehingga sumbangannya terhadap 
bencana Tsunami di Aceh jauh melebihi sumbangan negaranya sendiri.




Selanjutnya kemampuan untuk:
  - Authoritative (memobilisasi masyarakat dengan visi)
  - Affiliative (mampu menciptakan harmoni dan membangun ikatan-ikatan 
emosional)
  - Democracy (membuat konsensus melalui  partisipasi).
  - Pacesetting (meletakkan standar performa yang tinggi).
  - dan Coaching (membangun masyarakat demi masa depan yang lebih baik).

merupakan 


--- Pada Sab, 13/12/08, Sunny <am...@tele2.se> menulis:
Dari: Sunny <am...@tele2.se>
Topik: [zamanku] Pendidikan Antikorupsi Dimulai dari Rumah Tangga
Kepada: undisclosed-recipi...@yahoo.com
Tanggal: Sabtu, 13 Desember, 2008, 9:49 PM










    
            



Refleksi:  Bagaimana dengan agama yang diajarkan dan dianut sejak 
kecil?  Apakah tidak mempunyai pengaruh untuk memberantas korupsi, 
kecurangan dan perlakuan tidak adil dari penguasa  
yang membuat pembodohan dan pemiskinan kehidupan 
rakyat?
 
http://www.sinarhar apan.co.id/ berita/0812/ 12/kesra01. html
 

Pendidikan Antikorupsi 
Dimulai dari Rumah Tangga
Oleh
Stevani Elisabeth


Jakarta - 
Pendidikan antikorupsi harus dimulai di dalam rumah tangga, khususnya untuk 
anak-anak pada usia dini. 

Ayah maupun ibu di dalam rumah tangga harus 
melatih anak-anaknya untuk jujur dalam melakukan berbagai hal, khususnya yang 
menyangkut uang. Kejujuran merupakan prinsip dasar dalam pendidikan 
antikorupsi. 


“Kalau kita menyuruh anak belanja sesuatu ke 
warung, dia harus diajarkan mengembalikan uang sisa belanja tersebut dan tidak 
boleh mengantongi uang sisa belanja tersebut untuk dirinya sendiri. Intinya, 
kita sebagai orangtua harus menanamkan kejujuran pada anak,” tutur Menteri 
Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meutia Hatta kepada wartawan di 
sela-sela bakti sosial menyambut Hari Ibu ke-80, di Jakarta, Kamis (11/12). 


Meutia juga mengaku, sejak remaja sudah 
diajarkan oleh ibunya untuk mengatur uang belanja bila sang ibu sedang tidak 
berada di rumah. Meutia mencatat seluruh kebutuhan rumah yang dibeli, kemudian 
catatan tersebut diserahkan kepada ibunya setelah kembali ke rumah. Oleh sebab 
itu, Meutia juga mengimbau kepada para orangtua untuk mengajarkan anak-anak 
sejak dini untuk berhemat. 

Terkait dengan masalah kemiskinan, Menneg PP 
mengatakan sudah banyak program pemberdayaan perempuan seperti Gerakan Sayang 
Ibu (GSI), tetapi kurang dikenal karena belum tertata dengan baik. Program GSI 
bertujuan agar masyarakat memperhatikan ibu yang sedang hamil yang ada di 
lingkungannya. Selain itu, GSI juga dimaksudkan sebagai upaya untuk menurunkan 
Angka Kematian Ibu (AKI). Sementara itu, Sosiolog Universitas Indonesia Imam 
Prasodjo menilai ada dua hal yang menjadi akar kemiskinan, yakni pendidikan dan 
lapangan kerja. Kegagalan pendidikan dapat menciptakan kemiskinan. “Semakin 
banyak orang yang tidak dapat mengakses pendidikan, maka semakin besar 
kemungkinan mereka tidak memiliki lapangan kerja. Pengangguran inilah yang 
menciptakan kemiskinan,” lanjutnya. 
Selain itu, kesadaran masyarakat miskin 
terhadap pentingnya pendidikan juga masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian, 
masyarakat miskin mengalokasikan 12,4 persen dari penghasilannya untuk 
mengonsumsi rokok, sedangkan alokasi untuk pendidikan dan kesehatan hanya 3 
persen dari penghasilannya. 
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan 
kesehatan bukan menjadi prioritas mereka. Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut 
Imam, pemerintah harus all out untuk memberikan akses pendidikan kepada 
masyarakat, khususnya pada kaum perempuan. 
n

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      Coba Yahoo! Messenger 9.0 baru. Akhirnya datang juga! 
http://id.messenger.yahoo.com

Kirim email ke