Muslim Rusia Dipaksa Belajar Agama Kristen
Kamis, 11/12/2008 18:51 WIB
Dalam acara tahuan "Christmas Readings" di Moskow pada bulan Januari 2008,
Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Rusia, Andrey Fursenko mengatakan,
"menerapkan ajaran agama-agama langit di level pemerintahan baik di tingkat
federal, regional maupun tingkat pemerintahan kota, merupakan tindakan yang
terlarang." Menurut Fursenko, yang paling penting bagi siswa dan orang tuanya
adalah memberikan kebebasan memilih pada mereka untuk menghindari kontroversi.
Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 14 Februari 2008, sekitar 227 pemuka agama
Kristen di Rusia mengirimkan surat pada Vladimir Putin (mantan presiden Rusia)
yang isinya mendukung inisiatif dari Gereja Kristen Ortodoks Rusia untuk
memasukkan ajaran agama Kristen dalam mata pelajaran sekolah. Para pemuka agama
Kristen menyebut mereka yang menolak inisiatif ini sebagai para penganut
nihilisme dan tidak toleran terhadap Gereja Ortodoks Rusia, Gereja Ortodoks
Kristen dan pada pengikutnya.
Tapi dua bulan kemudian, pada bulan April, lebih dari 1.700 cendekiawan Rusia
yang pendukung sekularisme mengirimkan petisi pada Presiden Rusia Dmitry
Medvedev yang isinya meminta Presiden tidak mengabulkan inisiatif kalangan
gereja untuk memasukkan ajaran agama Kristen sebagai mata pelajaran wajib di
sekolah-sekolah umum. Para cendikiawan sekuler itu beralasan, pemaksaan
pelajaran agama akan menimbulkan ketegangan dan akhirnya perpecahan di Rusia.
Pada bulan yang sama, Dewan Mufti Rusia secara resmi menyampaikan keberatannya
jika di sekolah-sekolah umum Rusia hanya diajarkan tentang budaya, sejarah dan
tradisi dari satu agama saja, karena akan menimbulkan konflik agama dan etnis
di Rusia.
Kalangan gereja ortodoks di Rusia sebenarnya ingin meniru ide sejumlah wilayah
di kawasan Kaukasus yang penduduknya mayoritas Muslim, seperti Chechnya,
Ingushetia, Dagestan yang setuju untuk memasukkan mata pejaran agama Islam di
sekolah-sekolah. Dua wilayah Rusia yang mayoritas penduduknya Muslim yaitu,
Tatarstan dan Bashkortostan juga ikut mengusulkan ide itu.
Tapi berbeda dengan usulan warga Muslim agar agama Islam menjadi mata pelajaran
yang bisa dipilih siswa sekolah, kalangan Gereja Ortodoks menjadikan ajaran
agama Kristen sebagai pelajaran yang wajib diikuti dan bahkan mencoba
menerapkan tradisi Kristen sampai ke level pemerintahan.
Damir Mukhetdinov, Kepala Nizhniy Novgorod Islamic Institute mengatakan, cara
kalangan Gereja Ortodoks memaksakan ajarannya ke setiap orang telah melanggar
standar-standar pendidikan di Rusia dan bertentangan dengan prinsip sekularisme
dalam konstitusi Rusia.
Namun apa respon dari pihak gereja atas kritikan itu? Kepala Deputi Bidang
Hubungan Eksternal Gereja, Vsevolod Chaplin malah dengan sinis mengatakan,
"Warga Muslim yang tidak suka dengan situasi di Rusia, silahkan mencari sendiri
tempat yang lebih baik untuk hidup."
Wajib Bawa Alkitab dan Salib
Faktanya, pada tahun 2007, jumlah warga Muslim sejumlah wilayah di Rusia Tengah
meningkat tajam (kebanyakan imigran dari Asia Tengah dan Kaukasus). Jumlah
siswa-siswa Muslim di sekolah-sekolah juga bertambah banyak dan para orang tua
mereka sudah sering memprotes kebijakan sekolah yang mewajibkan siswanya
mengikuti pelajaran agama Kristen ortodoks.
Di wilayah Nizhniy Novgorod, sejumlah sekolah memasukkan mata pelajaran agama
Kristen dan semua siswanya wajib mengikuti pelajaran tersebut dan wajib membawa
Alkitab serta salib setiap jam mata pelajaran agama Kristen. Begitu pula
buku-buku teks sekolah yang ditulis berdasarkan keyakinan dalam agama Kristen,
tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan perwakilan agama lainnya.
Sebagai contoh, di Nizhniy Novgorod, buku-buku teks yang isinya tentang sejarah
Islam, diterbitkan tanpa melibatkan para ulama dan cendikiawan Muslim.
Akibatnya, dalam buku-buku teks yang digunakan di sekolah-sekolah, bab tentang
agama Islam dimasukkan dalam bab "Sekte" dan agama Islam disebut sebagai "agama
tentang nasib." Saat ini, Direktorat Agama Islam di Nizhniy Novgorod sedang
bersiap membawa kasus buku-buku teks itu ke pengadilan.
Protes-protes yang dilakukan sebagain warga Muslim Rusia sedikit demi sedikit
mengubah sikap Gereja Ortodoks. Mereka mulai mau berkompromi dan mengakui hak
warga Muslim, penganut agama Yahudi dan penganut agama Budha untuk mempelajari
agamanya masing-masing selain agama Kristen Ortodoks.
Kalangan Kristen Ortodoks kemudian memutuskan mengganti mata pelajaran agama
Kristen Ortdoks dengan mata pelajaran Budaya dan Kerohanian, yang akan
diperkenalkan mulai tahun ajaran 2009. Kelas baru ini terkesan berisi ajaran
liberal, tapi sebenarnya esensinya tidak jauh berbeda dengan mata pelajaran
agama dan budaya Kekristenan. Otoritas pemerintahan di wilayah Nizhniy
Novgorod, Tatarstan dan Bashkortostan sudah menyatakan keberatan dengan mata
pelajaran baru ini. Gerakan "Russian Islamic Hertitage" mengirimkan surat
pernyataan pada pemerintah Rusia bahwa inisiatif kalangan gereja itu melanggar
prinsip undang-undang dan konstitusi negara Rusia.
Sayangnya, Muslim Rusia masih belum bersatu untuk melakukan perlawanan terhadap
sepak terjang kelompok Gereja Ortodoks yang tetap ingin memaksakan ajaran agama
Kristen di sekolah-sekolah dalam tahun ajaran 2009. Sampai saat ini, belum ada
tempat yang menjadi pusat kordinasi warga Muslim Rusia dan seluruh organisasi
muslim di negeri itu. Suara dan gerakan mereka masih terpecah-pecah sehingga
tidak kedengaran gaungnya. (ln/iol)