http://www.gatra.com/artikel.php?id=123286

Irak
Pembangkit Nyali Perempuan Irak


Perempuan "pemberani" ini dijuluki Ummul Mukminin, yang berarti ibunda kaum 
beriman. Aslinya bernama Samira. Di balik abaya hitamnya terpendam bakat yang 
luar biasa. Dia berada di balik layar puluhan kasus bom bunuh diri yang 
dilakukan kaum perempuan Irak, dua tahun belakangan ini.

"Dia bertanggung jawab atas rekrutmen sekitar 80 perempuan pelaku bom bunuh 
diri," ujar juru bicara militer Irak, Mayor Jenderal Qassim Ata al-Moussawi, 
kepada wartawan International Herald Tribune. Pekan lalu, aparat keamanan Irak 
menayangkan hasil rekaman video pemeriksaan Samira.

Dalam tayangan tersebut, dengan wajah dingin dan suara datar, perempuan 
setengah baya itu menuturkan sebuah pengakuan. Dia berperan merekrut sekaligus 
melatih sejumlah perempuan untuk melakukan bom bunuh diri. Dia pula yang 
membimbing mereka sampai ke target yang akan diledakkan.

Puluhan perempuan Irak bersedia melakukan aksi 
Dalam pengakuan itu, Samira mengungkapkan pertemuan awalnya dengan seorang 
bernama Shakir Hamid 
Malik pada awal 2007. Ternyata lelaki itu adalah anggota Ansar al-Sunnah, 
kelompok perlawanan yang dianggap paling berbahaya di Irak. Ia lalu diajak ke 
Baghdad untuk mengambil peralatan kendali jarak jauh yang bisa dipakai untuk 
meledakkan bom.

Dengan menyembunyikannya di balik abaya, alat itu pun dibawa ke Diyala. Di 
markas Ansar al-Sunnah, dia bertemu dengan anggota lain organisasi itu. Orang 
yang tak disebut namanya itu meminta Samira merekrut kaum perempuan Irak untuk 
meledakkan bom. Wanita 50 tahun, ibu lima anak, itu menyanggupinya.

Samira merekrut kaum perempuan yang punya masalah keluarga atau korban 
pemerkosaan. Dia mendekati mereka dengan cara halus. Setelah dapat dibujuk, 
mereka pun dilatih di sebuah kebun buah di kawasan Diyala. Setidaknya, Samira 
menyebut tiga nama dari 28 perempuan didikannya yang berhasil melakukan misi 
bom bunuh diri itu: Umi Huda, Amal, dan Saadiyah Khalaf.

Sasarannya, para pemimpin suku dan pihak keamanan yang bekerja sama dengan 
tentara Amerika. Umi Huda adalah perempuan pertama yang diincarnya. Samira 
berkali-kali menemui perempuan yang secara psikologis rapuh itu. Dia menghibur 
dan membujuknya.

Setelah berhasil, dia mengajak Umi Huda ke markas Ansar untuk dilatih. Dan 
setelah Umi Huda terlatih, misi itu pun berlanjut dengan bom bunuh diri. Samira 
mengajak Umi Huda ke pos polisi di dekat sebuah bank.

"Pada waktu aku bicara kepadanya, dia tidak menjawab dan tidak pula menatapku. 
Dia komat-kamit membaca ayat Al-Quran. Kuajak dia ke bank itu dan 
meninggalkannya di sana. Tak lama kemudian, dia meledakkan diri di pos polisi 
Muqdadiyah," kata Samira. Peristiwa itu adalah bom bunuh diri pada Agustus 2007 
yang menewaskan 12 orang, sebagian besar anggota polisi.

Dalam wawancara khususnya dengan Associated Press, Samira mengungkapkan versi 
lain rekrutmen yang dilakukannya. Bukan saja perempuan-perempuan yang secara 
psikologis rapuh, dia juga merekrut gadis-gadis korban pemerkosaan. "Saya mampu 
mendekati mereka sampai bersedia jadi pelaku bom bunuh diri. Mereka perempuan 
rapuh, terutama yang jadi korban pemerkosaan," ujarnya.

Mencetak pelaku bom bunuh diri lebih mudah dengan merekrut korban pemerkosaan. 
Mereka rapuh dan terbuang dari keluarga. Dalam tradisi Arab, gadis yang ternoda 
sebelum menikah tidak berharga lagi. Samira masuk membujuk mereka dengan 
meyakinkan bahwa satu-satunya cara untuk mengembalikan kehormatan adalah dengan 
melakukan bom bunuh diri. Cara ini terbukti berhasil.

Kasawaan Diyala selama ini dikenal sebagai markas para pelaku bom bunuh diri, 
terutama dari kelompok Ansar al-Sunnah. Berlokasi di timur laut Baghdad, 
berbatasan dengan Iran, provinsi itu mulai mendapat perhatian penuh sejak awal 
tahun lalu. Pihak keamanan Irak pada saat itu mulai mencium adanya rekrutmen 
perempuan dan remaja untuk disiapkan menjadi pelaku bom bunuh diri.

Salah satu dalang yang merekrutnya, bukan lain, Samira yang tertangkap pada 21 
Januari silam. Menurut catatan polisi Irak, sepanjang tahun 2007, terdapat 
tujuh kasus bom bunuh diri yang pelakunya perempuan. Pada 2008, jumlah kasus 
serupa melesat jadi 32.

Artinya, kelompok militan kini mulai memanfaatkan perempuan. Sebab, tidak 
seperti memeriksa laki-laki, pihak keamanan punya kendala kultur untuk 
memeriksa perempuan. Walhasil, kaum perempuan leluasa melintasi pos-pos 
pemeriksaan, walau di balik abaya mereka ternyata ada bom.

Untuk menerobos kendala itu, kepolisian dan militer Irak tengah berusaha 
memperbanyak jumlah anggota perempuannya untuk ditempatkan di berbagai pos 
pemeriksaan. Kalau mengikuti hitungan kepolisian Irak, jumlah total perempuan 
pelaku bom bunuh diri dalam dua tahun terakhir ada 39 orang.

Samira mengaku, ada 28 anak didiknya yang berhasil menunaikan misinya di Diyala 
dan Baghdad. Lalu, siapa yang merekrut 11 perempuan lainnya, pihak keamanan 
Irak belum berhasil mengungkapnya.

Erwin Y. Salim
[Internasional, Gatra Nomor 15 Beredar Kamis, 19 Februari 2009] 


<<79.jpg>>

<<78.jpg>>

Kirim email ke