Israel yang membantai ribuan wanita dan anak2 di Gaza kemarin, Presiden dan 
PMnya tidak ditangkap/diadili.
Lah presiden Sudan yang Muslim yang melawan pemberontak Kristen di sana justru 
diadili dan dijadikan buron.
Ummat Islam harus bersatu dalam melawan ketidak-adilan ini.
Jika perlu keluar dari PBB

AS yang telah sukses merampok minyak, gas, emas di banyak negara2 Islam 
termasuk Indonesia sehingga ummat Islam hidup dalam kemiskinan sekarang tengah 
mengincar minyak dan gas Sudan.

Wassalam

http://warnaislam.com/rubrik/sinai/2009/3/9/2520/AS_Takut_Jika_Sudan_Menjadi_Negara_Islam_Kuat.htm

AS Takut Jika Sudan Menjadi Negara Islam yang Kuat
Senin, 09 Maret 2009 00:42

Ketakutan AS atas kebangkitan Islam membuat mereka terus berupaya untuk 
melemahkan setiap negara mayoritas muslim, sekaligus memanfaatkan negara 
tersebut untuk kepentingannya. Salah satu negara yang paling ditakuti AS saat 
ini adalah Sudan. Karena setelah diteliti, ternyata Sudan memiliki kekayaan 
alam yang besar. Kekayaan alam ini disambut dengan wacana untuk menerapkan 
syariat Islam secara kaffah.

AS tentunya tidak akan membiarkan kebangkitan Sudan ini terjadi. Bila Sudan 
bangkit, maka akan bertambah jumlah negara Islam yang berani menentang AS, 
seperti Iran, Suriah, Palestina, dan lainnya. Dan tentunya ini akan menstimulus 
kebangkitan seluruh negara Islam lainnya. Untuk itu, AS terus berusaha 
melemahkan Sudan, melalui International Criminal Court (ICC) dan lainnya.

 

AS sadar bahwa menggunakan kekuatan militer bukanlah cara efektif, karena harus 
menguras dana besar dan menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Penyerangan AS 
terhadap satu-satunya pabrik obat di Sudan pada tahun 1998 terbukti tidak 
melemahkan Sudan. Selain itu tekanan dunia atas serangan militer akan sangat 
merugikan AS.

 

Cara lain untuk melemahkan Sudan adalah dengan memblokadenya, seperti  yang AS 
terapkan pada Iran, Gaza, dan lainnya. Namun hal ini juga tidak mungkin 
efektif, karena Sudan adalah negara besar yang dikelilingi 9 negara lainnya. 
Dan tentunya akan makan waktu lama bagi AS untuk menekan 9 negara tersebut 
untuk menekan Sudan. Apalagi Sudan masih memiliki hubungan dengan Rusia dan 
Cina, yang membuat blokade tidak menjadi pilihan yang tepat.

 

Oleh karena itu, AS kembali menerapkan konspirasi lama yang hingga kini 
terbukti masih efektif di beberapa negara. Yaitu menyuburkan konflik internal, 
mengkotak-kotakkannya menjadi negara-negara kecil. Setelah negara tersebut 
lemah, giliran sumber daya alam yang akan diraup secara mudah.

 

Hal ini bukan isapan jempol. Mendagri Israel Avi Dichter membeberkan motif di 
balik konflik Sudan di salah satu media Israel pada 10 Oktober 2008, dalam 
sebuah artikel berjudul, "Tujuannya Memecah Sudan Menjadi Kumpulan Negara 
Kecil, dan Menyibukkannya dengan Perang Sipil."

 

Avi Dichter mengungkap ketakutannya, "Sudan memiliki sumber daya alam yang 
melimpah, luas wilayah yang besar, dan jumlah penduduk yang banyak. Besar 
kemungkinan hal ini akan mengubah Sudan menjadi negara kuat, sekaligus menjadi 
pelindung bagi negara-negara Arab lainnya."

 

Kekuatan negara Islam ini yang paling ditakutkan Zionis-Yahudi, AS, dan 
sekutunya. Bagaimana tidak, secara luas, Sudan memiliki wilayah yang mencapai 
2,5 juta km persegi, dihuni oleh 40,2 juta jiwa (survei 2008).

 

Secara letak geografis, Sudan menguasai penuh wilayah kunci mengontrol sumber 
air sungai Nil, yang mengalir ke Mesir, dan bisa juga dialirkan ke Israel. 
Sehingga jika Israel butuh air, maka ia harus bersikap manis dengan Sudan.

 

Sudan juga merupakan negara kunci Islam di Afrika, yang memiliki kedaulatan di 
laut Merah. Di wilayah Selatan, Sudan berbatasan dengan Kenya, Uganda, Kongo 
yang belum kuat syariat Islamnya. Sehingga Sudan menjadi benteng dari Selatan, 
sekaligus bisa menebarkan pengaruh Syariat Islam ke wilayah selatan dari Sudan, 
dan juga dari timur ada Somalia yang telah mendeklarasikan penerapan syariat 
Islam secara resmi dalam sebuah negara yang dipimpin oleh Syekh Syarif Syekh 
Ahmed.

 

Secara sumber daya alam, Sudan juga penghasil minyak yang tak 
tanggung-tanggung. Secara umum, Sudan memiliki 99,1 milyar meter kubik gas alam 
yang belum tereksploitasi. Cadangan minyak bumi mencapai 631,5 juta barel, dan 
memproduksi minyak mentah sebanyak 500.000 barel perhari, yang 80%-nya 
dihasilkan oleh Sudan Selatan.

 

Dilemanya, Sudan Selatan ini mayoritas penduduknya Kristiani, namun dahulu 
mereka bisa bergandengan tangan dengan umat Islam Sudan. Hanya saja ketika AS 
campur tangan, LSM asing masuk, dan Jhon Garank dikader oleh Mossad dan CIA 
untuk memberontak dan meminta kemerdekaan Sudan Selatan, maka hingga saat ini 
Sudan Selatan menjadi dilema sendiri bagi Sudan. Ini kesempatan besar bagi AS 
terus berupaya memecah Sudan.

 

Di Barat Sudan ada Darfur yang juga memiliki sumber minyak dan wilayah subur 
yang luas. Dalam buku Baina at-Tarikh wa al-Qaqi’ Dr. Raghib Sirgani 
mengatakan, “Debu yang terletak di Darfur saja mengandung uranium.”

 

Di tengah kekuatan besar seperti ini, bergelinding bola salju wacana untuk 
menerapkan syariat Islam secara lebih intens oleh pemerintah Sudan. Tidak 
main-main, yang memperjuangkannya justru Presiden Sudan, Umar Basyir. Dr. 
Raghib Sirjani mengabarkan bahwa Umar Basyir adalah sosok tokoh yang menghafal 
Al-Quran.

 

Sudan juga menjadi salah satu negara yang berpengaruh di dunia Islam secara 
pendidikan keislaman, yang memilki Universitas Ummu Darman. Pelajar dari 
berbagai penjuru dunia bertolak menuju Sudan. Contoh dekat, Syekh Syarif Syekh 
Ahmedâ€"presiden Somalia sekarangâ€"adalah lulusan dari Universitas Kordovan, 
Sudan. Kini, sebagai presiden, Syekh Syarif menjadi ujung tombak menerapkan 
syariat Islam secara resmi di Somalia.

 

Aroma kebangkitan kembali peradaban Islam yang diiringi kekayaan alam melimpah 
seperti ini yang paling ditakutkan AS dan sekutunya. AS tentu tidak bisa 
menerima jika Sudan menjadi negara muslim yang kuat; memiliki kekuatan uranium, 
kekayaan alam melimpah, letak yang sangat strategis, wilayah yang luas, dan 
jumlah penduduk yang besar. Seluruh hal ini menjadi salah satu motif kenapa AS 
dan sekutunya terus membuat kekaucauan di Sudan, dengan segala alat 
internasionalnya, melalui DK PBB, ICC, dan lainnya. Wallâhu a’lâm.

Shalom,
Tawangalun.

Reply via email to