http://www.gc.ukm.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=80:optimalisasi-pemanfaatan-kekayaan-laut-indonesia-guna-meningkatkan-kesejahteraan-rakyat&catid=38:publication&Itemid=29#sdfootnote2sym

Optimalisasi Pemanfaatan Kekayaan Laut Indonesia Guna Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat1



Oleh : Sandi Gunawan2



Sejak dahulu kala Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia. Dengan luasnya lautan yang kita miliki, banyak potensi kekayaan laut
yang dapat kita manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Akan
tetapi, kita ketahui bahwa kekayaan yang begitu melimpah ini belum
termanfaatkan secara maksimal. Seandainya saja dahulu tidak ada Deklarasi
Djoeanda, maka potensi kekayaan laut Indonesia ini hanya sepertiga dari
potensi yang dimiliki sekarang atau seluas kira-kira 100.000 km2 . Karena
wilayah laut teritorial Indonesia saat itu, menurut Territoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonantie 1939 hanya meliputi laut sejauh 3 mil dari
garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau Nusantara dan di antara
pulau-pulau tersebut terdapat lautan bebas (Laut Internasional). Sehingga
dapat kita bayangkan seandainya itu terjadi dapat mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia karena pada hakekatnya walaupun negara kita
terdiri dari suku bangsa yang berbeda yang menghuni berbagai pulau, akan
tetapi secara kultur konsep kewilayahaan kita tidak membedakan wilayah
lautan dan darat. Dengan adanya Deklarasi Djoeanda batas laut teritorial
Indonesia diperpanjang menjadi 12 mil dari garis pantai, klaim ini bersamaan
dengan pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan, dimana laut menjadi
penghubung antar pulau bukan pemisah.

Saat ini tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia adalah lautan
dengan luas sekitar 5,8 km2. Di dalamnya terdapat lebih dari 17.500 pulau
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai
terpanjang kedua setelah Kanada di dunia. Banyak sekali kekayaan laut yang
dimiliki negara kita. Laut kita mengandung banyak sumber daya yang beragam
baik yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, hutan
mangrove, rumput laut, dan plasma nutfah lainnya ataupun sumber daya yang
tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi, barang tambang,
mineral, serta energi kelautan seperti gelombang, angin, dan OTEC (Ocean
Thermal Energy Conversion) yang sedang giat dikembangkan saat ini.

Berdasarkan sumber yang didapat (Kompas, 15 Desember 2004), ada 7,5 persen
(6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berada di
Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia cocok
untuk usaha budidaya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang,
kerang mutiara, dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis tinggi dengan
potensi produksi 47 ton/tahun. Selain itu, lahan pesisir (coastal land) yang
sesuai untuk usaha budidaya tambak udang, bandeng, kerapu, kepiting,
rajungan, rumput laut, dan biota perairan lainnya diperkirakan 1,2 juta
hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta/tahun. Secara keseluruhan
nilai ekonomi total dari produk perikanan dan produk bioteknologi perairan
Indonesia diperkirakan mencapai 82 miliar dollar AS per tahun. Hampir 70
persen produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir
dan laut. Selain itu, Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut
pada tingkatan genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan
tetapi, saat ini baru 4 juta ton kekayaan laut Indonesia yang baru
dimanfaatkan. Jika kita telusuri kembali sebenarnya masih banyak potensi
kekayaan laut yang dimiliki Indonesia.

Dengan kekayaan laut yang melimpah ini, sayangnya belum termanfaatkan secara
optimal. Sumber daya kelautan yang begitu melimpah ini hanya dipandang
“sebelah mata”, Kalaupun ada kegiataan pemanfaatan sumber daya kelautan,
maka dilakukan kurang profesional dan ekstraktif, kurang mengindahakan aspek
kelestariannya. Bangsa Indonesia kurang siap dalam menghadapi segala
konsekuensi jati dirinya sebagai bangsa nusantara atau negara kepulauan
terbesar di dunia karena tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang
sepadan dalam mengelola kekayaannya. Di satu sisi Indonesia memposisikan
diri sebagai negara kepulauan dengan kekayaan lautnya yang melimpah, tetapi
di sisi lain Indonesia juga memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa
agraris dengan puluhan juta petani yang masih berada di bawah garis
kemiskinan, sedangkan dalam industri modern, negara kita kalah bersaing
dengan negara lain. Semua ini berdampak juga terhadap sektor industri
kelautan sehingga menimbulkan banyak masalah berkaitan dengan pemanfaatan
kekayaan laut. Diantaranya para nelayan Indonesia masih miskin dan
tertinggal dalam perkembangan teknologi kelautan. Kemiskinan dan kemiskinan
yang menyelimuti mereka karena sistem yang sangat menekan seperti pembelian
perlengkapan untuk menangkap ikan yang masih harus lewat rentenir karena
jika melalui Bank, prosesnya yang berbelit-belit dan terlalu birokrasi. Pun
dengan produksi industri kelautan yang keadaannya setali tiga uang, terlihat
dari rendahnya peranan industri domestik seperti nelayan. Selama
pemerintahan Orde Baru saja, investasi domestik di sektor perikanaan dimana
termasuk di dalamnya kelautan masih terbilang sangat rendah sekitar 1,4
persen sedangkan investasi industri mencapai 68,7 persen.

Selain itu, banyak nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah perairan kita,
tiap tahunnya jutaan ton ikan di perairan kita dicuri oleh nelayan asing
yang rata-rata peralatan tangkapan ikan mereka jauh lebih canggih
dibandingkan para nelayan tradisional kita. Kerugian yang diderita negara
kita mencapai Rp 18 trilyun-Rp36 trilyun tiap tahunnya. Hal ini memang
kurang bisa dicegah oleh TNI AL sebagai lembaga yang berwenang dalam
mengamankan wilayah laut Indonesia, karena seperti kita ketahui keadaan alut
sista (alat utama sistem senjata) seperti kapal perang yang dimiliki TNI AL
jauh dari mencukupi. Untuk mengamankan seluruh wilayah perairan Indonesia
yang mencapai 5,8 km2, TNI AL setidaknya harus memiliki 500 unit kapal
perang berbagai jenis, akan tetapi kekuatan operasional TNI AL saat ini baru
ada 116 kapal perang. Itupun dengan kemampuan tempur di bawah standar karena
rata-rata usianya di atas 20 tahun. Memang jika kita menengok kembali
sejarah, di zaman Presiden Soekarno Angkatan Laut kita pernah menjadi
keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Uni Soviet,dan Iran. Akan
tetapi semuanya hanya bersifat sementara karena tidak dibangun atas
kemampuan sendiri, namun karena bantuan Uni Soviet dalam rangka permainan
geopolitik.

Terlepas dari semua permasalahan di atas, pemerintah hendaknya harus bekerja
lebih keras dalam mencari penyelesaian masalah ini agar eksplorasi serta
pemanfaatan kekayaan laut kita dapat dilaksanakan secara optimal dan
terarah. Negara kita perlu mempunyai kebijakan kelautan yang jelas dan
bervisi ke depan karena menyangkut geopolitik dan kebijakan-kebijakan dasar
tentang pengelolaan sumber daya kelautan. Kebijakan mengenai berbagai
terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal dan
lestari sebagai keunggulan kompetitif bangsa.

Mengingat potensi sumber daya laut yang kita miliki sangat besar, maka
kekayaan laut ini harus menjadi keunggualan kompetitif Indonesia, yang dapat
menghantarkan bangsa kita menuju bangsa yang adil, makmur, dan mandiri.
Memang untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu adanya koordinasi berbagai
pihak dan dukungan dari masyarakat. Seyogyanya harus ada perubahan paradigma
pembangunan nasional di masyarakat kita dari land-based development menjadi
ocen-based development. Pembangunan di darat harus disinergikan dan
diintegrasikan secara proporsional dengan pembangunan sosial- ekonomi di
laut. Perlu adanya peningkatan produksi kelautan kita dengan cara memberikan
penyuluhan kepada para nelayan, pemberian kredit ringan guna membeli
perlengkapan untuk menangkap ikan yang lebih memadai, serta pembangunan
pelabuhan laut yang besar guna bersandarnya kapal-kapal ikan yang lebih
besar. Saat ini, dengan garis pantai sepanjang 81.000km, Indonesia baru
memiliki 18 pelabuhan perikanan besar atau satu pelabuhan perikanan setiap
4.500 km garis pantai.

Peningkatan produksi juga meliputi sektor bioteknologi perairan, mulai dari
proses produksi (penangkapan ikan dan budidaya), penanganan dan pengolahan
hasil, serta pemasarannya. Selain itu, harus ada perhatian terhadap sektor
wisata bahari dengan adanya perbaikan mencakup penguatan dan pengembangan
obyek wisata bahari dan pantai, pelayanan, pengemasan serta promosi yang
gencar dan efektif.

Dengan berbagai kebijakan kelautan yang ditempuh ini, diharapkan adanya
pembangunan kelautan yang sinergis dan terarah serta menyeluruh, sehingga
tidak mustahil dengan pemanfaatan kekayan laut yang optimal akan menumbuhkan
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan
rakyat Indonesia menuju Indonesia yang adil, makmur, dan mandiri. Semoga!



1 Diajukan pada Academic Triathlon Competition 2006 yang diselenggarakan
oleh UKM Pengkajian dan

Penelitian Interdisipliner Gama Cendekia UGM , 6-7 Mei 2006.

2 Penulis adalah mahasiswa Fakultas Biologi angkatan 2005.

Kirim email ke