Seri3 Tharikat Qadiriyah
Oleh : Ferry Djajaprana
Awal Berdiri :
Sebuah tharikat besar yang didirikan oleh Abd Al Qadir Al Jilani
(W. 561/1166) di Baghdad. Ia merupakan sufi besar dalam sejarah
Islam.1) Qadiriyyah merupakan tharikat pertama dalam sufisme, sebelumnya
yang berkembang adalah kelompok-kelompok kecil sebagai pengikut guru
spiritual yang dinamakan thaifah (jamak : thawaif). Bersama Abd Al Qadir al
Jillani berkembanglah sebuah tradisi di kalangan sufisme untuk menambatkan
doktrin dan metode spiritual sebagai perumusnya, Sedang pada masa
sebelumnya tokoh-tokoh sufi secara langsung memandang Nabi Muhammad SAW
sebagai pendiri, dan memandang guru atau pimpinan spiritual sebagai wakil
Nabi Muhammad SAW.
Syaikh Abd Al Qadir Jillanin terkenal dengan sebutan Al Ghawts
atau Quthb Awliya. Makam Abd Al Qadir terdapat di Baghdad - Irak. Ia sangat
dikenang dengan ucapannya"Jikalau seseorang dengan ketegangan spiritual
memanggilnya, niscaya ia akan datang dengan menaiki sebuah kendaraan untuk
memberikan pertolongan".
Tharikat Qadiriyyah tersebar luas dari India sampai Maroko. Di
Arab Barat tharikat ini disebut Jilalah dan praktek tharikatnya bercampur
dengan sufisme rakyat setempat akibatnya terjadi perusakan badrah (tarian
suci) menjadi tarian mabuk, tarian ekstase mereka biasanya diiringi musik
seruling dan drum.
Perkembangan di Nusantara
Proses masuknya tarekat Qadiriyah melalui penyair besar Hamzah
Fanshuri. 2) Ia mendapat khilafat (ijazah untuk mengajar). Tahun 1645
Syeikh Yususf Makassar singgah di Aceh dalam perjalanannya dari Sulawesi
menuju Mekah dan ia masuk Tarekat Qadiriyah di Aceh.
Namun, sebenarnya pengaruh Tarekat Qadiriyah sudah ada sejak lama
di Jawa sebelum Hamzah Fanshuri sayangnya tidak ada informasi yang akurat.
Menurut rakyat Cirebon menyebutkan bahwa Syeikh Abdul Qadir al Jillani
pernah datang ke jawa, bahkan orang dapat menunjukkan makamnya 3)
Juga terdapat indikasi bahwa pengaruh Qadiriyah ada di Banten
dengan adanya pembacaan kitab-kitab Manaqib Syaikh Abd Al Qadir Al Jillani
pada kesempatan tertentu yang sudah menjadi bagian kehidupan beragama
masyarakat Banten. Dalam Serat Centhini, salah seorang tokohnya Danadarma,
mengaku pernah belajar pada " Seh Kadir Jalena" di perguruan Gunung Karang
- Banten. Dari indikasi-indikasi di atas, agaknya menunjukkan bahwa "Ilmu
Syaikh Abd Al Qadir Jilani" telah diajarkan di Cirebon dan Banten
setidak-tidaknya sejak abad 17.4)
Apa sebetulnya yang diajarkan Syeikh Abd Al Qadir di Jawa dan di
Aceh? Pada pengislaman di Jawa pertama kali diajarkan oleh guru-guru yang
menguasai ilmu kesaktian dan kekebalan itu disegani dari pada ilmu lainnya.
Ilmu-ilmu itu juga diajarkan para wali, khususnya Sunan Kali Jaga dan Sunan
Kudus. Tidak mengherankan bila Syeikh Abd Al Qadir populer di kalangan Jawa
yang sangat tertarik pada kekuatan magis. Sebuah naskah tasawuf di Jawa
Barat menyebutkan Syeikh Abd Al Qadir sebagai sumber ilmu makrifat yang
diajarkan para wali di Jawa. Contoh budaya yang terpengaruh tarekat ini
adalah permainan Debus di Banten. Konon terpengaruh oleh tharikat
Sammaniyah dan Rifaiyah. Namun sekarang Debus hanya merupakan hiburan dari
pada ajaran tharikat murni. Disamping itu, ilmu tharekat Qadiriyah yang
dicari sekarang tidak lagi berorientasi pada ilmu kekebalan, tetapi ilmu
untuk mensucikan hati. Ini tentu saja menyesukan situasi sosial dan politik
yang berkembang sekarang ini. Orang sudah menganggap bahwa perjuangan itu
bukan lagi melalui fisik, tetapi melalui perjuangan bathin dan pensucian diri.
Ajaran tharikat Qadiriyah menekankan pada pensucian diri dari
nafsu dunia. Karena itu Syaikh Abd Al Qadir, memberikan beberpa petunjuk
untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi. Diantaranya adalah taubat,
zuhud, tawakal, syukur, ridha dan jujur. Ajarannya tidak berbeda dengan
ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Adapun ajaran spiritual berakar pada konsep
tentang dan pengalamannya akan Tuhan (ihsan).
Tharikat Qadiriyah ini kemudian dikembangkan oleh Syaikh Akhmad
Khatib Sambas menjadi Tharikat Qadiriyah wa (dan) Naqshabandiyah (TQN).
Setelah Syaikh Akhmad Khatib Sambas belajar di Mekkah dia mengajarkan TQN
ini secara utuh dan tidak terpisah, tetapi dalam beberpa hal terdapat
perbedaan dan inovasi dalam ajaran TQN, seperti membayangkan kehadiran guru
ketika berdzikir atau boleh berdzikir keras (jahr) atau lembut (sir),
karena itu Tharikat ini dapat dikatakan cabang baru dari Tharikat
Qadiriyah. Ini akan dibahas dalam seri khusus TQN.
Tharikat Qadiriyah sangat mungkin berkembang bahkan membuat cabang
baru karena seorang mursyid diberi wewenang untuk mengembangkan amalan
wirid tersendiri dan tidak terikat dengan metode riyadhah yang diberikan
oleh mursyid terdahulu. 5)
Tidak heran tarekat ini berkembang sangat pesat di berbagai wilayah.
Bahkan tidak jarang juga didapati para mursyid dan pengikutnya memakai
nama tersendiri sebagai identitas tharikat, seperti Khalwatiyah dan
Naqsyabandiyah. (Ini akan dibahas dalam seri khusus).
Para penerus dan pecinta Tharikat Qadiriyah tersebar di berbagai
belahan dunia. Diantaranya Eropa dan Amerika. Di kedua benua
tersebut terdapat Lembaga International Haqqani Institute of Education
yang dipimpin oleh Sulthanul Awlia as Sayyid Shaikh Muhammad Nazim Al
Haqqani Al Qubrusi an-Naqshabandi. Bahkan di Indonesia ada cabangnya dengan
nama Rabbani Sufi Institut Indonesia, Lembaga tersebut dihidupkan untuk
menghidupkan sunah Nabi dan sebagai pemelihara semangat roh Islam khususnya
jalan Sufi Tarikat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Beliau seorang Mufti di
Cyprus dan merupakan Mursyid ke 40. Beliau lahir di Larnaca, Cyprus pada
tanggal 23 April 1922 (28 Sya'ban 1Pa340 H). Dari sisi ayah beliau
keturunan Syaikh Abd Al Qadir Al Jillani, dari sisi Ibu beliau keturunan
Jalaludin Rumi pendiri Tharikat Mawlawiyyah.6) Ajarannya akan ditulis
secara khusus dalam Seri Tharikat Naqshabandi Al Haqqani.
Demikian para pembaca yang dirahmati Allah, tulisan di atas hanya
sari ringkasan, lebih lanjut untuk melengkapi bisa dibaca pada bibliogrpahy
dibawah ini :
Bibliography :
1) Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002. h.324
2) Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan tarekat:
Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, 1999, Cetakan III. H. 211
3) Ibid h. 209
4) Amsal Bachtiar, Tarekat Qadiriyah, Pelopor Aliran-aliran Tarekat Di
Dunia Islam (di bukukan dalam Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia - Sri
Mulyati), Kencana Prenada Media Group, Cet. III, Jakarta, 2004 h.52
5)J. Spencer Trimingham, The Sufi Order In Islam, Oxford university Press,
London, 1973, h. 40
6) As Sayid Nurjan Mirahmadi and Hedieh Mirahmadi, Meditasi Sufi, the
Healing Power of sufi meditation, Rabbani Sufi Institut Indonesia. Jakarta,
Tahun tidak Disebutkan. h.1
Salam,
Http://ferrydjajaprana.multiply.com