Isra Miraj berbuah AsSholatu Mirajul Mukminin Oleh : Ferry Djajaprana Perspektif umum :
Dalam Al-Quran hanya dua surah yang menyebutkan tentang isra mi'raj : Al-Isra ayat 1 Maha Suci Allah yang membawa berjalan hamba-Nya pada malam hari dari Masjid al Haram ke Masjid Al Aqsa...dan An-Najm ayat (53) 13-18. 53:13 Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu pada waktu yang lain, 53:14 di Sidratil Muntaha. <yang berada di Sidratil Muntaha adalah Jibril> 53:15 Di dekatnya ada surga tempat tinggal <Jannatul Ma'wa> 53:16 ketika Sidratulmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. 53:17 Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. 53:18 Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. Isra umumnya ditafsirkan sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW di malam hari dari Masjidil Haram (Mekah) sampai Majid Al Aqsa di Palestina. Mikraj (tangga) adalah kenaikan Rosul menuju Sidrat Al Muntaha (langit ke tujuh). Hasil perjalanan Isra Miraj adalah shalat lima waktu. Perspektif empiris Rasionalis : Dilihat dari sudut rasionalitas terlepas dari wahyu isra miraj ini akan nampak janggal dan tidak mungkin, karena bagaimana mungkin kecepatan perjalanan yang dilakukan rasul bisa mencapai melebihi kecepatan cahaya? Bagaimana mungkin Rosul bisa melepas dari daya tarik bumi. Tentu pendekatan rasionalis sulit menjangkaunya, yang mungkin adalah pendekatan imaniy seperti yang ditempuh Abu Bakr Shidiq Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benar adanya. Pun pula Isra Miraj itu dilakukan hanya sekali. Artinya bila ingin dibuktikan secara ilmiah maka perlu trial and error, yakni obeservasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di semua tempat dan waktu dan oleh siapa saja. Maka jurus Kierkegaard, tokoh eksistensialisme menyatakan Seseorang harus percaya, bukan karena ia tahu tetapi karena ia tidak tahu. Immanuel Kant berucap Saya menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya. Oleh-oleh Isra miraj adalah kewajiban shalat : sebab shalat merupakan sarana terpenting menyucikan jiwa dan memelihara ruhani. Perspektif Modern Fazlur Rahman : Perspektif Fazlur Rachman adalah sudut pandang aktual historis. Keberatan Fazlur Rahman terhadap perspektif umum (tradisional) adalah nama Masjid Al Aqsha itu bukan mengacu pada Masjid al Aqsha yang berada di Palestina, nama al Aqsha ada pada saat jaman khalifah Umar, sementara Isra Miraj terjadi tak lama setelah hijrah ke Madinah. Selain itu, Siti Aisah mengungkapkan bahwa tubuh Rosul berada di tempatnya. Jadi, Sidrat Al Muntaha, Masjid Al Aqsha dan Ufuq al Ala bisa multi tafsir. Tidak dijelaskan makna isyari nya. Boleh jadi ini menyangkut daya bathin manusia yang mempunyai kekuatan perspektif luar biasa yang dijalankannya untuk melakukan amanat yang maha berat, yaitu merenungkan segala realitas. Tugas ini hanya mampu diemban oleh sebagian manusia saja. Inti perspektif modern adalah bahwa Tuhan itu bukan prima causa yang jauh dan bisu, jadi ada kemungkinan dialog personal antara khaliq dan mahluk yaitu dialog dalam shalat, dimana kegiatan ibadah bermula dan tumbuh.. inilah makna bahwa shalat adalah mikrajnya kaum muslimin. Perspektif Isyari/Sufistik : Banyak perspektif Isra Mikraj bisa kita kuak asal mau menggalinya, dalam dunia sufistik yang penuh dengan makna bathiniah (isyari) yang cenderung bersifat spiritual. Menurut Sufi, isra miraj adalah pengalaman bathiniah Rosul SAW yang diisyaratkan dengan kata-kata Masjid Aqsha (masjid terjauh), Al ufuq al Ala (Cakrawala tertinggi), dan sidrat Al Muntaha (Sidrat yang terakhir). Menurut Farid Al Din AthThar dalm buku Warisan Wali, mencontohkan bahwa puncak pengalaman spiritual manusia yang tertinggi adalah sebatas awal perjalanannya. Pemaknaan Shalat Mirajul Mu'minin bagi para Sufi tidak diartikan makna badani melainkan bathiniah. Bagaimana contoh perjalanan spiritual itu bisa dibaca dalam Musyawarah Burungnya (Manthiq al Thayr) Aththar. Yang mengsisahkan hanya burung yang percaya diri dan berani saja akan sampai pada tujuannya. Dalam versi sufistik, mikraj bukan hanya diartikan perjalanan ke luar angkasa saja, tetapi dalam lubuk hati yang paling dalam di mana ia menemukan dirinya dalam 'kehadiran Tuhan' . Tahapan perjalanan spiritual masing-masing individu berbeda antara satu dengan lainnya. Media pengungangkapannya pun berbeda. Akhirnya bisa disimpulkan bahwa boleh jadi, dalam peristiwa Isra Mikraj, dibukakan semua tabir rahasia langit dan bumi, melalui daya penglihatan bathin ( Sufism : Ayn = Engl : Vision = Jawa : Waskita), sehingga teranglah awal kejadian dunia dan kesudahannya, Hukuman buat yang ingkar dan kenikmatan surgawi bagi yang salih. Pada saat mana tak ada dinding penyekat antara ruang dan waktu yang menghalanginya, yang semuanya disaksikan secara Live oleh Rosul SAW. Kesimpulan : Demikian penjelasan saya tentang berbagai perspektif Isra mikraj yang tentunya bukan untuk membenarkan satu dan mengingkari yang lainnya tetapi sebaliknya untuk melengkapi satu dan lainnya. Yang jelas dan kita sepakati bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi dan dialami langsung oleh Rosulullah Muhammad SAW. Perbedaan sudut pandang hanya terjadi pada penafsiran: apakah Rosul ber isra' miraj dengan tubuh dan jiwa, atau hanya jiwa saja, bukan pada pengingkaran terhadap kejadiannya. Terakhir yang bisa kita teladani adalah bagaimana dalam shalat kita yang lima waktu itu juga selain dilakukan secara fisik disertai pengembangan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu mempererat hubungan kita dengan jalan dialog dengan Pencipta. Yang lebih wajar dalam membahas masalah ini adalah bukan bagaimana isra miraj terjadi, tetapi mengapa Isra dan Miraj? Dalam surat Al Isra ditemukan sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat. Ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu (ayat 78) dan shalat merupakan inti dari peristiwa isra miraj. Shalat sangat bermakna bagi jiwa Shalat bermakna bagi masyarakat manusia sutuhnya dan masyarakat adil dan makmur (QS 17:16). Terakhir sebagai penutup, dibacakan QS 17:107 Katakan wahai Muhammad percayalah kamu atau tidak usah percaya (keduanya sama bagi Tuhan), tetapi sesungguhnya mereka yang diberi pengetahuan sebelumnya. Apabila disampaikan kepada mereka maka mereka akan menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Salam, Http://ferrydjajaprana.multiply.com