Seri 4 Tharikat Naqshabandiyah
Oleh : Ferry Djajaprana
Naqshabandiyah adalah sebuah tharikat besar yang didirikan oleh
Muhammad Ibn Muhammad Bahauddin Naqshabandi (717-791/1317-1389) di Bukhara.1)
Dikenal dengan Naqshabandiyah karena kepandaiannya melukiskan hati, para
murid Naqshabandiyah dikenal dalam praktek dzikirnya menggambarkan
garis-garis dalam hati mereka dengan kata-kata yang tak terucapkan untuk
menyucikan hati 2). Aliran Naqsyabandi menyebar secara luas ke Asia Tengah,
Kaukasus Barat, China, India, Turki, Eropa, Amerika Utara, dan Indonesia.
Syaikh Yusuf Makassari (1626-1699M) merupakan orang yang pertama kali
memperkenalkan tharikat ini di Nusantara seperti diterangkan dalam bukunya
Risalah Safinah Al Najah. Penyebaran tharikat ini di Nusantara antara lain
di Banten, Kepulauan Riau, Minangkabau, Pontianak, Madura, Jawa Tengah,
Jawa Timur,Sulawesi Selatan , Kalimantan Selatan, Pulau Sumatera dan daerah
lainnya. Inilah satu-satunya tarekat yang terwakili di semua propinsi
Indonesia. Penyebarannya sedemikian luas sehingga timbul variasi lokal,
yang menjadi bagian dari tharikat ini. Pengikutnya terdiri dari berbagai
lapisan dari strata rendah sampai lapisan yang lebih tinggi.
Aliran tharikat ini adalah satu-satunya aliran sufi yang memiliki
geneologi silsilah transmisi "ilmu" melalui pimpinan pertama yakni Abu
Bakar, bukan seperti aliran lainnya yang memiliki geneologi melalui Imam
Ali kemudian sampai ke Nabi Muhammad SAW.
Tujuan pokok thariqah ini adalah taubah, uzlah, zuhud, taqwa,
qanaah dan taslim. Untuk mencapai hal tersebut maka harus menjalankan enam
rukun yang dijadikan pegangan yaitu : Makrifat, yaqin, sakha, sadaq, syukur
dan tafakur.
Enam hal yang harus dikerjakan adalah : dzikir, meninggalkan hawa
nafsu, meninggalkan dunia, melakukan agama dengan sungguh-sungguh, berbuat
ihsan dan mengerjakan amal kebaikan.
Dasar-dasar tharikat ini adalah memegang teguh itikad ahlu sunnah,
senantiasa muraqabah, meninggalkan kebimbangan dunia dari selain Allah,
menghias diri (tahalli) dengan sifat-sifat yang berfaedah dari ilmu agam
dan menghindarkan kealpaan terhadap tuhan dan berahlak yang baik (Ahlak
Rosulullah).
Yang khas pada tharekat Naqshabandi adalah pengasingan diri
(uzlah). Salah satu ritual yang populer adalah khatm al Khawajagan (penutup
seluruh guru sufi) dan selalu dibacakan setiap selesai salat wajib. Prinsip
metode spiritualnya adalah berdzikir di dalam hati. Nama-nama Tuhan tidak
diucapkan melalui lisan tetapi diingat melalui kesadaran yang menembus ke
dalam hati, dimana simbol-simbol kegaiban memasuki ke dalam pribadi
seseorang, hal ini berbeda dengan kesadaran hati secara fisik. Ia merupakan
perumusan spiritual dimana panggilan nama Tuhan lebih cenderung pada
kesadaran eksitensial daripada pengingatan secara mental. Metode doa ini
seperti doa Heychast di dalam hati, tapi tidak identik dengannya.
Metode Dzikir :
Penganut tarekat ini menitik beratkan amalannya pada dzikir.
Dzikir adalah mengingat dan menyebut nama "Allah" berulang-ulang atau
menyatakan kalimah La Ilaha Illa Allah (tiada Tuhan selain Allah) dengan
tujuan untuk mencapai kesadaran akan Allah yang lebih langsung dan permanen.
Bagi penganut tharekat Naqshabandiyah dzikir umumnya dilakukan dengan diam
(dzikir Khafi = diam/tersembunyi) secara berkesinambungan pada waktu pagi,
sore, siang dan malam, duduk, berdiri , di waktu sibuk maupun senggang.
Asal muasal ajaran dzikir diam didapat dari Syaikh Abd Al Khaliq yang
dipercaya dari Abu Bakar Shiddiq, dzikir diam adalah norma tharekat
Naqshabandiyah. Syaikh Amir Kulal satu periode sebelum syaikh Baha Al Din
melakukan dzikir keras. Syaikh Yusuf Al Hamadani menggabungkan dua type
dzikir diam dan keras.
Penganut tharekat Naqshabandiyah umumnya dzikir sendiri-sendiri
kecuali bila tempatnya dekat dengan syaikh biasanya dilakukan berjamaah.
Dzikir jamaah dilakukan umumnya dua kali seminggu pada malam Jumat dan
malam Selasa, tapi ada juga yang melakukan seminggu sekali.
Tarekat Naqshabandiyah memiliki dua macam dzikir: pertama, Dzikir
Ism Al Dzat, mengingat nama Yang Hakiki dengan mengucap nama Allah
berulang-ulang dalam hati, ribuan kali dihitung dengan tasbih dengan
memusatkan kepada Allah semata. Ke dua, dzikir tauhid artinya mengingat
keesaan. Dzikir ini dilakukan dengan perlahan diiringi dengan pengaturan
nafas, kalimah Lailaha Illa Allah yang dibayangkan seperti menggambar garis
melalui tubuh. Caranya : bunyi "la" digambar dari daerah pusar terus ke
atas sampai ke ubun-ubun. Bunyi "Ilaha" turun ke kanan dan berhenti di
ujung bahu kanan. Kata berikutnya "Illa" dimulai dari bahu kanan turun
melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata
terakhir "Allah" dihujamkan sekuat tenaga. Orang yang berdzikir itu
membayangkan jantungnya itu mendenyutkan nama Allah, dan memusnahkan segala
kotoran. 4)
Selain dua dzikir tersebut ada dzikir yang peringkatnya lebih
tinggi namanya dzikr lathaif, dzikir ini mengharuskan pelaku dzikir
memusatkan memusatkan kesadarannya dan membayangkan nama Allah itu sampai
bergetar dan memancarkan panas berturut-turut pada tujuh titik halus pada
tubuh. Menurut Martin (ibid h. 81) konsep lathaif ini bukan khas tharikat
Naqshabndiyah saja karena terdapat pada sistem psikologi mistik, hanya
jumlah dan nama-namanya saja yang berbeda.
Silsilah Mursyid Naqshabandiyah mengikuti garis Nabi Muhammad SAW:
Muhammad SAW- Abu Bakr Al Shiddiq - Salman Al Faritsi - Qasim Bin Muhammad
bin Abu Bakr As Shiddiq - Jafar Al Shiddiq - Abu Yazid Thaifur al Bisthami
- Abd Al Hassan Al Kharqani - Abu Ali Al Farmadni - Abu Yaqub Yusuf Al
Hamadani - Abd Al Khaliq Al Ghujdawani - Arif Riwgari - Mahmud Anjir
Faghnawi -Azizan ALi Al Ramitani - Muhammad Baba Al Samasi - Amir Sayyid
Kulal Al Buchari - Muhammad Baha Al Din Naqsyaband.
Apabila Anda tertarik untuk mengetahui lebih lengkap metode dzikir dan
Rabithah : Pls klick :
http://ferrydjajaprana.multiply.com/journal/item/314/Seri_4_Tharikat_Naqshabandiyah
Bibliography :
1) Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002. h.303
2) Toto Jumantoro, Kamus Ilmu Tasawuf, Penerbit Amzah, Wonosobo, 2005, h. 163
3)Wiwi Siti Sajaroh, Tarekat Naqsyabandiyah (di bukukan dalam
Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia - Sri Mulyati), Kencana Prenada
Media Group, Cet. III, Jakarta, 2004 h.52
4) Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqshabandiyah di Indonesia, Bandung,
Mizan, 1992, h. 80 Penjelasan lebih terperinci dan mendalam dapat dilihat,
Muhammad Amin Kurdi, Tanwir Al Kulub ,Kairo 1348/1929. Cet. Keenam h. 511-6.
5) H.A. Fuad Said, Hakikat tarekat Naqshabandiyah, Jakarta, Al Husna Zikra,
1996. H. 23
6) Suluk adalah berkhalwat, mengasingkan diri di sebuah tempat yang
dinamakan "rumah suluk" atau tempat latihan rohani. Suluk dilakukan selama
10 hari, 20 hari, bahkan sampai 40 hari, dengan tujuan untuk mendekatkan
diri kepada Allah, menjauhkan diri dari suatu yang melalikan ingat kepada-Nya.
7) Amin Kurdi, Ibid h. 511, juga dikutip oleh Fuad, Ibid h.66.
8) Syaikh Muhammad Abdullah Al Khani Al Khalidi dalam kitabnya "Al Bahjah
Al Saniah". h. 43
9)Amin Qurdi h. 520-524, Fuad Ibid h. 103-110, Martin Ibid . h.86
Salam,
Http://ferrydjajaprana.multiply.com