Semua Harus Siap
Siaga. Bencana Gempa Akan Terus Terjadi


Senin, 5 Oktober 2009 | 03:40 WIB

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/05/03402132/semua.harus.siap.siaga


(Simak juga 20
E-Book Menuju Masyarakat Sadar Bencana)

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/10/20-e-book-menuju-masyarakat-sadar.html


Jakarta,
Kompas - Semua harus siap siaga karena bencana gempa belum
berakhir. Untuk itu, penyebarluasan informasi tentang ancaman bencana
diperlukan sebagai upaya antisipasi agar jumlah korban dapat dieliminasi.


Di sisi lain, masih banyak pemerintah daerah yang
tidak tahu ancaman bencana dan kerawanan bencana di daerah masing-masing.


Selain itu, saat ini perlu segera dilakukan
evaluasi skala nasional menyangkut kondisi geologis dan kondisi
bangunan-bangunan di setiap wilayah.


Demikian antara lain yang terungkap dari sejumlah
wawancara yang dilakukan Kompas, Sabtu dan Minggu (3-4/10), dengan Direktur
Humanitarian Forum, yang juga anggota Presidium Masyarakat Penanggulangan
Bencana Indonesia, Hening Suparlan, Ketua Tim Kajian Likuifaksi dan Tanah
Longsor Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Adrin
Tohari, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral Surono, dan Kepala Bidang Geodinamika Badan Koordinasi
Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cecep Subarya.


”Semua orang harus paham akan ancaman bencana
yang ada di sekitarnya sehingga mampu hidup bersama situasi bencana tersebut,”
ujar Hening menjelaskan.


Individu harus
paham


Hening menegaskan, semua individu harus paham
sehingga bisa mengantisipasi bagaimana saat terjadi gempa.


Individu tersebut, pertama, harus mampu
melindungi dirinya sendiri. Kedua, harus menginformasikan kepada keluarganya
bagaimana melindungi diri mereka. Ketiga, harus mampu melindungi harta
bendanya.


”Mengingatkan keluarga itu penting karena mungkin
saat bencana datang, ia tidak bersama keluarganya. Mungkin istri atau suami di
tempat lain, anak di sekolah, lalu mereka itu harus bagaimana. Ia harus memberi
tahu bagaimana cara-cara penyelamatan diri. Soal harta benda, misalnya mereka
lalu mengasuransikan harta bendanya, menyimpan barang-barang berharga dengan
lebih aman, mengatur listrik agar tak mudah terjadi hubungan pendek, mengatur
jalur evakuasi di rumah, dan lain-lain,” ujar Hening.


Hal senada dikatakan Surono. ”Untuk itu, butuh
kerja sama pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintahan terkecil. 
Indonesia
merupakan negeri rawan bencana sehingga perlu dibentuk bangsa yang mampu
merespons bencana dengan benar,” katanya.


Tugas
memberikan informasi secara luas kepada publik ada di tangan pemerintah daerah.
Masalahnya, kata Hening, ”Masih jarang pemerintah daerah yang mengerti ancaman
bencana yang ada di daerahnya, termasuk bencana gempa.”


Ia
mencontohkan, setelah terjadi bencana gempa besar di Yogyakarta tahun 2006, ada
bupati yang langsung mencari tahu tentang kondisi daerahnya, tentang ancaman
bencana di daerahnya, ke ITB. ”Ia tak ingin kejadian serupa terjadi di
wilayahnya,” ujarnya


Kendala
lain, kata Surono, adalah jarak kebijakan dengan dampak kepada masyarakat
sering kali jauh karena saat penyusunannya belum tentu melibatkan masyarakat
dengan baik. ”Kebijakan itu harus disusun bersama-sama masyarakat. Masukan dari
para ahli sangat penting,” katanya.


Evaluasi segera


Adrin
dan Surono menegaskan perlunya pemerintah daerah segera mengevaluasi kondisi
wilayah masing-masing menyangkut kondisi geologis dan memeriksa struktur
bangunan demi mengurangi risiko bencana.


”Demi
keselamatan warga, evaluasi harus dilakukan segera. Kejadian di Padang dan
Jambi patut menjadi pelajaran penting bagi daerah lain,” kata Adrin.

Surono
menekankan, ”Belum terlambat bagi setiap daerah untuk memeriksa kondisi
wilayah, terutama bangunan seperti hotel atau kantor yang biasa menjadi tempat
berkumpul banyak orang.”


Ambruknya
Hotel Ambacang di Kota Padang menjadi contoh penting perlunya analisis risiko
segera dilakukan.


Kewaspadaan
ekstra patut dimiliki daerah ”langganan” gempa. Getaran yang datang rutin
secara teknis melemahkan struktur bangunan yang dirancang kuat sekalipun.

”Kasus Hotel Ambacang bisa jadi terkait
gempa-gempa kecil sebelumnya yang rutin terjadi di Kota Padang,
terutama sejak tahun 2005,” kata Adrin. Oleh karena itu, evaluasi berkala
penting dilakukan pengelola gedung atau bangunan.


Untuk mengurangi risiko tersebut, tata ruang yang
tepat disesuaikan dengan kerawanan bencana gempa juga dibutuhkan. Saat ini,
menurut Cecep, Rancangan Undang-Undang Tata Informasi Geospatial Nasional yang
di dalamnya mengatur antara lain tentang perencanaan tata ruang wilayah
nasional masih digodok di DPR.


”Yang saya khawatirkan adalah pelaksanaannya
nanti kalau sudah disahkan. Siapa yang akan mengecek apakah UU itu
dilaksanakan. Apakah izin mendirikan bangunan itu juga sudah menyertakan syarat
yang sesuai dengan standar bangunan tahan gempa?” kata Cecep yang terlibat
aktif pada penelitian Bakosurtanal tentang percepatan gerak tanah untuk
memantau aktivitas lempeng tektonik.


Gempa terus
terjadi


Surono menegaskan, gempa akan terus terjadi,
sementara gempa dan karakter tanah adalah dua wilayah yang tak bisa direkayasa.
”Gempa pasti akan terus terjadi dan karakter tanah secara luas sulit diubah
dengan teknologi. Alamnya sudah begitu,” katanya. Yang bisa dilakukan di
antaranya menghindari membangun gedung di kawasan rawan gempa atau meningkatkan
kualitas bangunannya.


Hening menyarankan, pemerintah daerah perlu
merencanakan pemindahan daerah permukiman dan gedung-gedung publik yang berdiri
di atas daerah sangat rawan gempa demi mengurangi risiko bencana, atau segera
memperkuat konstruksi rumah atau bangunan sesuai standar bangunan yang tahan
gempa.(GSA/ISW)


Tanpa melupakan prioritas bagi penanganan/tanggap
darurat atas rangkaian bencana yang terjadi di Sumbar, Jambi dan Bengkulu atau
tahap rehabilitasi di wilayah bencana lainnya, 
kita perlu pula mendorong tumbuhnya atau revitalisasi masyarakat sadar
bencana dan masyarakat tanggap bencana. Berikut adalah kompilasi 20 E-book/Buku
Online yang relevan untuk mendorong tumbuhnya Masyarakat Sadar Bencana dan 
Masyarakat Tanggap Bencana.

 

Simak 20 E-Book Menuju Masyarakat Sadar Bencana

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/10/20-e-book-menuju-masyarakat-sadar.html

 

Tanpa melupakan
prioritas bagi penanganan/tanggap darurat atas rangkaian bencana yang terjadi
di Sumbar, Jambi dan Bengkulu atau tahap rehabilitasi di wilayah bencana
lainnya,  kita perlu pula mendorong
tumbuhnya atau revitalisasi masyarakat sadar bencana dan masyarakat tanggap
bencana. Berikut adalah kompilasi 20 E-book/Buku Online, semoga  relevan untuk 
mendorong tumbuhnya Masyarakat
Sadar Bencana dan Masyarakat Tanggap Bencana.




E-Book Manual Panduan Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PPBM)

E-Book Serial Komik Panduan Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat 

E-Book Publikasi Untuk Keadaan Darurat

E-Book Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana

E-Book Upaya Organisasi Masyarakat Sipil dalam Pengurangan Resiko Bencana

E-Book- Prinsip-prinsip Panduan Bagi Pengungsian Internal PBB

E-Book Partisipasi Anak-Anak Dalam Situasi Konflik dan Bencana 

E-Book Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa

E-Book : Kapitalisme Bencana dan Bencana Kapitalisme

 saya juga merekomendasikan anda untuk mencermati blog ini
Dongeng Geologi
http://rovicky.wordpress.com/gempa-terkini/


Mohon kesediaannya untuk menyebarluaskan bacaan-bacaan ini.

 

Salam solidaritas

andreas




      

Kirim email ke