UN Hanya Perantara Perdamaian Bukan Kemenangan !!! Dunia Islam banyak yang salah kaprah menganggap UN sebagai sarana untuk memenangkan ideology mereka.
Padahal UN itu dibentuk sebagai wadah semua negara2 didunia untuk mencapai perdamaian, untuk mencapai kesepakatan, bukan untuk memaksakan kemenangan, apalagi menghimpun simpatisan untuk memaksakan kebenaran. Demikianlah, konflik dua pihak harusnya ditengahi dengan keinginan kedua belah pihak untuk berkompromi. Berkompromi itu artinya, satu pihak harus bisa mengalah untuk mendapatkan persesuaian dengan pihak yang lainnya. Tapi memang dalam kasus Israel dengan PLO ini ternyata tidak ada kompromi, padahal Israel sudah banyak sekali dan berulang kali mengalah untuk menemukan perdamaian. Dilain pihak PLO bukan bersedia mengalah malah menganggap sikap mengalah ini adalah kesempatan untuk menang. Tentu saja anggapan ini menyesatkan yang akan menjerumuskan diri sendiri kejurang kehancuran karena tidak ada lagi negara yang mau memberi dukungannya secara nyata selain janji2 kosong saja sebagai basa basi. Bayangin, mulanya PLO memberontak mau menghancurkan negara Israel karena ingin mengambil alih Israel secara tidak syah. Padahal Israel berdiri atas hasil referendum dimana jumlah suara terbesar telah memenangkan berdirinya negara Israel. Perang yang terjadi akhirnya ditengahi, pihak Israel akhirnya mau mengalah untuk berdirinya negara Palestina, padahal tadinya Israel ngotot tidak mungkin ada negara Palestina, karena negara Palestina itu dulunya mencakup bukan cuma Israel melainkan juga Jordania, Libanon, Syria, dan sebagian Mesir. Israel mengalah lagi dengan memberikan wilayah yang resmi direbutnya akibat perang 1967 akibat negaranya diserang oleh semua negara2 Arab. Gaza dan Westbank akhirnya disetujui Israel untuk diberikan menjadi negara Palestina tentunya dengan syarat bahwa negara yang berdiri ini tidak boleh memusuhi atau menyerang Israel. Namun kenyataannya wilayah ini dijadikan tempat latihan terorist yang menteror negara Israel. Israel memang sudah bukan lagi waktunya mengalah sekarang ini, sikap negara Palestina sama sekali tidak sebagai negara tapi bersikap sebagai terorist yang tidak akan membawa perdamaian dan tidak pernah bisa memberikan jaminan keamanan bagi Israel. Lalu untuk apa lagi mengalah memberi konsesi harapan terhadap berdirinya negara Palestina? Melihat sikap Palestina dan pemimpin2nya yang saling gontok2an saling menipu, dan tidak bisa memegang perjanjian sebagai negara, maka banyak atau semua negara yang tadinya mendukung sama2 sekarang menarik diri. Palestina sekarang boleh dikatakan sudah terkubur sudah tidak lagi memiliki representative yang bisa diakui dunia meskipun Abbas sebagai bekas presiden yang kadaluwarsa ini berusaha melangsungkan pemilu baru tetapi karena tidak ada dana dari UN yang selama ini memback-up, maka tidak mungkin ada representative baru yang diakui dunia. Sementara itu, seharusnya pihak Palestina menegosiasi Israel bukan menegosiasi Amerika. Katimbang menegosiasi Israel secara tolol Palestina melalui Abbas malah mendorong Amerika agar menekan Israel bersedia menghentikan settlement sebelum dilakukan perundingan. Hasilnya memang Amerika meminta Israel menghentikan settlement agar bisa dilanjutkan perundingan2. Tentu saja usul ini usul tolol karena settlement itu tidak sama dengan serangan terorist yang perlu mendapatkan perhatian untuk dihentikan. Tidak ada alasan yang kuat mengapa perundingan hanya bisa dilakukan apabila settlement dihentikan. Wajar, Israel menolaknya, sedangkan pihak Amerika hanyalah mengusulkan bukan memaksa sebagai basis syarat perundingan seperti yang diingini Abbas. Akibatnya, Abbas kembali ke Amerika meminta bantuan Obama agar mau menekan Israel menghentikan settlement sebelum pihaknya bersedia berunding lagi. Tapi Abbas disambut oleh Hillary Clinton karena Obama menolak menemui Abbas. Hillary Clinton menegaskan bahwa Amerika tidak pernah mengingini bahwa penghentian settlement sebagai syarat perundingan. Hillary Clinton menasihati Abbas agar lanjutkan perundingan dengan Israel tanpa mempersyaratkan penghentian settlement karena hal tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan tujuan dari perundingan itu sendiri. Akibat Abbas tetap menolak, maka situasi menjadi stalemate yang artinya tidak ada kelanjutan apa2 sementara rakyat Fatah dan Hamas bertambah menderita akibat tekanan ekonomi yang bertambah berat. Himbauan kepada negara2 diseluruh dunia yang diharapkan memberi bantuan kepada rakyat Fatah dan Hamas ini ternyata tidak mendapatkan response sama sekali baik dari negara2 Islam maupun non-Islam. Sementara itu Israel, UN, Amerika, Inggris, Egypt, dan Arab Saudia telah berembuk untuk menciptakan formula baru sebagai alternatif berdirinya Palestina dengan menggabungkan Palestina yang gagal berdiri ini dengan negara Egypt. Memang lebih rasional untuk menyerahkan Gaza dan Westbank kembali kepada Egypt seperti pada tahun 1967. Namun sebelum formula baru ini disahkan, lebih dulu ditetapkan aturan2 tentang keamanan dan pertahanan antara Egypt dan Israel dimasa depannya sementara UN, Amerika dan Inggris sebagai mediator dalam penetapan2 ini. Dengan dibukanya Ramalah, Egypt mendorong pengungsian besaran penduduk di Gaza masuk ke Mesir yang menyebabkan kekuatan politik Hamas makin melemah sementara struktur ekonomi dan pemerintahannya sudah hancur sama sekali. Ny. Muslim binti Muskitawati.