Salam kenal Bung Dana, Menurutku yang menjadi akar permasalahan bukan di kata "Pribumi dan Non-Pribumi", tetapi diskriminasi yang terjadi begitu hebatlah sehingga membuat seolah-olah kata-kata tersebut sebagai senjata yang mematikan, andaikata benar kata-kata tersebut dihilangkan dari kamus Indonesia, maka pasti juga akan timbul kata-kata atau masalah baru karena yang hanya dipikirkan/dipermasalahkan kata-kata tersebut saja, tetapi akar dari permasalahan tersebut hanya dibiarkan saja.
Satu negara yang menurutku kejadiaannya hampir sama dengan dengan kejadiaan di Indonesia, yaitu negara Afrika selatan, yang ada orang kulit hitam sebagai Pribumi dan orang kulit putih sebagai Non-pribumi, tahun 1960'an dibuatlah Hukum Apartheid yang digunakan untuk mengatur sistem ekonomi dan sistem sosial masyarakat, seperti yang diketahui pahlawan Afika Nelson mandela yang akhirnya menang dalam memperjuangkan hak-hak mereka agar mereka tidak "didiskriminasikan" sebagai warga no.2. Apa yang mereka(pribumi) minta pada saat 1980an adalah agar mereka tidak dianggap sebagai manusia-manusia no. akhir dan hak-hak mereka dihormati, bukan meminta agar menghapuskan kata "negro". Nah..., setelah diskriminasi kepada kulit hitam berhasil diredam, maka mereka baru mempersoalkan/memikirkan bagaimana dengan nasib orang-orang kulit hitam yang telah tinggal di USA, yang akhirnya disepakatilah agar digunakan nama : "afro-american(non pribumi)" kepada mereka, walaupun pada kenyataannya kata-kata "negro" masih kadang digunakan utk menghina orang-orang kulit hitam, tetapi setidaknya diskriminasi terhadap mereka telah dapat lebih diredam, cth : orang-orang kulit hitam telah dapat kerja dipemerintahan dengan jabatan tinggi. NB : Sampai sekarang kata Negro pun masih ada krn apa?, krn kata tersebut menunjukan bahwa orang tersebut adalah orang niger(non pribumi). Disetiap negara pasti terjadi yang saya namakan : permasalahan sosial, hanya bagaimana cara suatu negara menyelesaikannya itulah yang sangat berharga, bukan melihat bahwa negara ini nga rasialis, nga membeda-bedakan etnis, karena pasti dahulunya negara tersebut menghadapi permasalahan yang sama, Cth : di Singapura, banyak orang bilang bahwa negara itu aman sekali , tidak ada namanya rasial walaupun dinegara tersebut ada beberapa etnis, memang benar, tatapi tahukah kita bagaimana cara Lee Kuan Yeuw menyelesaikan masalah tersebut(krn itulah yang seharusnya bangsa ini pelajari, dari sejarah cara penyelesaian masalah sosial oleh suatu negara), krn nga mungkin Mr. Lee menyelesaikannya dengan hanya membuat undang2 agar diharamkannya kata "melayu" kepada orang2 melayu, dan juga mengharamkan kata "Cina" kepada orang2 pendatang tiong hua, karena kalo Mr. Lee hanya begitu gampangnya menyelesaikan masalah sosial/etnis pada tahun 1960an, nga mungkin singapura semaju ini, iya kan. Salam hangat kepada teman-teman yang nimbrung di diskusi ini, Andri --- RM Danardono HADINOTO <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Sebuah masyarakat yang madani (Civil Society) dan > maju tak akan > menggunakan istilah "pri" dan "bukan pri", walau > disetiap bahasa, ada > istilah ini. Indigeneous dalam bahasa Inggris, > Einheimische(r) dalam > bahasa Jerman. > > Namun, di Jerman, Austria, kita tak pernah mendengar > pemakaian bahasa > ini dalam kehidupan se-hari hari. Tidak dikantor, > tidak dijalan, atau > dimanapun. Puluhan tahun saya hidup di Austria ini, > dimana banyak > kaum pendatang, namun tak dipakai istilah ini. > > Andaipun ada istilah yang setengah resmi seperti > "Zugereiste(r)", > yang berarti "yang baru datang", ini hanya merujuk > pada kelompok > penduduk yang belum benar benar terintegrasikan, > terutama dari sisi > bahasa. > > Tetapi pemakaian resmi, seperti dinegeri kita. Ini > harus ditolak > tegas. Orang Jawa bagi saya, adalah orang Jawa yang > turun temurun, > maupun mereka keturunan Arab, India, Tionghoa, Indo > atau manapun, > yang telah membudaya di Jawa. > > Hal yang sama terlihat di Minahasa. Mereka hanya > membedakan "Kawanua" > yakni warga Minahasa, ataupun bukan. Yang bukan > adalah yang belum > membudaya. Pengunjung. Otherwise mereka tak bedakan > agama, ataupun > etnis. Kawanua ya Kawanua. > > Kalau kita belum juga mampu menyingkirkan hal ini, > maka kita tak akan > mampu menyongsong haridepan kita. > > Pembedaan ini selain tak ada faedahnya dari sisi > apapun, malah hanya > memperrsulit nation building yang benar yang kita > butuhkan. > > Atau, kalau kita memang mau mendirikan negara kecil > kecil berdasarkan > ethnis. Maka jangan heran, kalau kelak di Bagan Si > Api Api atau > Pontianak ada negara kecil yang warganya adalah > Tionghoa. Mirip > Singapura. Tetapi, jangan bicara Bhineka Tunggal > Ika, lalu memakai > istilah pri dan non pri. > > > > Salam > > RM Danardono HADINOTO > > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery. http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/