Sori mau tanya, emangnya ekspresi budaya Tionghoa itu cuma
life-style kapiten Tionghoa di sini? 

--- Pada Sen, 1/2/10, Tjandra Ghozalli <ghozalli2...@yahoo.com> menulis:

Dari: Tjandra Ghozalli <ghozalli2...@yahoo.com>
Judul: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 1:26 AM







 



  


    
      
      
       
Bab. 1
Dear members,
Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan 
lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk 
warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan 
untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, 
sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa 
Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD” 
mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan 
Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya 
ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka 
suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam 
bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima 
semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan
 lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga 
pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb 
sekarang terbebaskan. Tapi setelah 6 tahun toh lahan tersebut belum terbangun 
main buildingnya. Padahal anjungan tetangganya (anjungan Kong Hu Cu) yg jauh 
lebih muda telah berdiri dgn megah (tentu anda tahu kenapa demikian). Nah 
sekarang ketua umum PSMTI yg baru yakni pa Rachmat (katanya orang terkaya 
no.140 di Asia) menyatakan dalam orasi di Munas PSMTI bulan Nopember silam, 
bahwa kalau dia terpilih jadi ketua umum maka dalam kurun 4 tahun dia akan 
bangun main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan 
danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun). 
Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama 
sekali baru. Selain itu beliau juga minta partisipasi dari warga Tionghoa utk 
menyukseskannya, karena Taman Budaya Tionghoa
 Indonesia ini nantinya bukan milik PSMTI namun milik kita semua. Nah, 
sebaiknya kita lihat saja apakah janji pa Rachmat dapat dipenuhinya? (biasanya 
calon pemimpin suka lupa janjinya kalau sudah diangkat – mudah2an tidak 
demikian). Tapi bagi para sianseng yg kebetulan berjiwa sosial serta 
berkeinginan dan berkemampuan, dipersilahkan ikut menyumbang via Dompet Peduli 
di majalah POST Media. RGDS. Tjandra G


Bab 2
Saya adalah pengamat dari miliser Pecinta Kereta-api Indonesia. Karena hobi 
saya adalah model kereta api. Di milis Pecinta Kereta-api Indonesia ada 
kegiatan untuk menyelamatkan lokomotif tua. Pada tahun 2008 silam Pecinta 
Kereta-api Indonesia telah berhasil menyelamatkan lokomotif diesel BB-200 dan 
lokomotif listrik “bon-bon” CC-300 yang tadinya sudah mau dikiloin oleh PJKA 
sebagai besi tua. Selain itu member milis ini juga telah berhasil menghidupkan 
kembali stasiun Tanjung Priok yg tadinya sudah mau dijual untuk dijadikan Plaza 
Tanjung Priok. Tetapi berkat perjuangan mereka yg gigih akhirnya wali kota 
Jakarta Utara setuju untuk memugar stasiun tersebut. Uniknya para member milis 
ini tak segan segan beli cat, amplas, dan peralatan lainnya dari kocek sendiri, 
lalu setiap Sabtu dan Minggu mereka pergi ke dipo lokomotif Jatinegara dan 
Manggarai untuk merenovasi lokomotif tua
 beramai ramai. Hanya bagian mesin yg dikerjakan oleh PJKA, selebihnya anggota 
milis Pecinta Kereta-api yang melakukannya. Setelah selesai renovasi (dengan 
cat baru dan bisa jalan) maka diadakan acara syukuran dan difoto untuk majalah 
komunitas mereka “Kereta Api”. Saya juga setuju kalau di kalangan miliser 
Budaya Tionghua mau merenovasi bangunan tua seperti itu – mungkin ada member 
yang mau menjadi penggerak “swadaya renovasi bangunan tua Tionghoa Indonesia”? 
Di mana secara beramai ramai dan gotong royong merenovasi peninggalan sejarah 
tersebut – kami dari majalah POST Media sepenuhnya mendukung kegiatan ini dan 
kami akan meliputnya mulai dari A hingga Z. Mari kita segera ambil aksi nyata 
untuk membuktikan bahwa kita peduli terhadap bangunan sejarah warga Tionghoa, 
seperti halnya Pecinta Kereta-api Indonesia peduli dengan lokomotif tua dan 
bangunan (stasiun) tua. Sambil menunggu tanggapan dari para sianseng – saya 
mohon maaf bila
 ada kesalahan kata. RGDS. Tjandra G


      

    
     

    
    


 



  






      Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.com

Kirim email ke