Terlepas ini arsitektur dari mana, yg jelas ini adalah Theme Park di tanah penguasa orde baru! Untuk apa masyarakat Tionghoa hrs terlibat?
Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -----Original Message----- From: Azura-Mazda <extrim_blue...@yahoo.com> Date: Mon, 1 Feb 2010 07:54:52 To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com> Subject: Bls: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Sori mau tanya, emangnya ekspresi budaya Tionghoa itu cuma life-style kapiten Tionghoa di sini? --- Pada Sen, 1/2/10, Tjandra Ghozalli <ghozalli2...@yahoo.com> menulis: Dari: Tjandra Ghozalli <ghozalli2...@yahoo.com> Judul: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 1:26 AM Bab. 1 Dear members, Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD” mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan. Tapi setelah 6 tahun toh lahan tersebut belum terbangun main buildingnya. Padahal anjungan tetangganya (anjungan Kong Hu Cu) yg jauh lebih muda telah berdiri dgn megah (tentu anda tahu kenapa demikian). Nah sekarang ketua umum PSMTI yg baru yakni pa Rachmat (katanya orang terkaya no.140 di Asia) menyatakan dalam orasi di Munas PSMTI bulan Nopember silam, bahwa kalau dia terpilih jadi ketua umum maka dalam kurun 4 tahun dia akan bangun main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun). Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru. Selain itu beliau juga minta partisipasi dari warga Tionghoa utk menyukseskannya, karena Taman Budaya Tionghoa Indonesia ini nantinya bukan milik PSMTI namun milik kita semua. Nah, sebaiknya kita lihat saja apakah janji pa Rachmat dapat dipenuhinya? (biasanya calon pemimpin suka lupa janjinya kalau sudah diangkat – mudah2an tidak demikian). Tapi bagi para sianseng yg kebetulan berjiwa sosial serta berkeinginan dan berkemampuan, dipersilahkan ikut menyumbang via Dompet Peduli di majalah POST Media. RGDS. Tjandra G Bab 2 Saya adalah pengamat dari miliser Pecinta Kereta-api Indonesia. Karena hobi saya adalah model kereta api. Di milis Pecinta Kereta-api Indonesia ada kegiatan untuk menyelamatkan lokomotif tua. Pada tahun 2008 silam Pecinta Kereta-api Indonesia telah berhasil menyelamatkan lokomotif diesel BB-200 dan lokomotif listrik “bon-bon” CC-300 yang tadinya sudah mau dikiloin oleh PJKA sebagai besi tua. Selain itu member milis ini juga telah berhasil menghidupkan kembali stasiun Tanjung Priok yg tadinya sudah mau dijual untuk dijadikan Plaza Tanjung Priok. Tetapi berkat perjuangan mereka yg gigih akhirnya wali kota Jakarta Utara setuju untuk memugar stasiun tersebut. Uniknya para member milis ini tak segan segan beli cat, amplas, dan peralatan lainnya dari kocek sendiri, lalu setiap Sabtu dan Minggu mereka pergi ke dipo lokomotif Jatinegara dan Manggarai untuk merenovasi lokomotif tua beramai ramai. Hanya bagian mesin yg dikerjakan oleh PJKA, selebihnya anggota milis Pecinta Kereta-api yang melakukannya. Setelah selesai renovasi (dengan cat baru dan bisa jalan) maka diadakan acara syukuran dan difoto untuk majalah komunitas mereka “Kereta Api”. Saya juga setuju kalau di kalangan miliser Budaya Tionghua mau merenovasi bangunan tua seperti itu – mungkin ada member yang mau menjadi penggerak “swadaya renovasi bangunan tua Tionghoa Indonesia”? Di mana secara beramai ramai dan gotong royong merenovasi peninggalan sejarah tersebut – kami dari majalah POST Media sepenuhnya mendukung kegiatan ini dan kami akan meliputnya mulai dari A hingga Z. Mari kita segera ambil aksi nyata untuk membuktikan bahwa kita peduli terhadap bangunan sejarah warga Tionghoa, seperti halnya Pecinta Kereta-api Indonesia peduli dengan lokomotif tua dan bangunan (stasiun) tua. Sambil menunggu tanggapan dari para sianseng – saya mohon maaf bila ada kesalahan kata. RGDS. Tjandra G Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com