Saat Kanker Menyerang Leher Rahim
Nadia Felicia

*Dr. Boyke D. N. memberikan suntikan vaksinasi kanker serviks kepada seorang 
ibu di acara Beautiful Life yang berlangsung di Grand Kempinski Hotel Indonesia 
(25/2)


Senin, 6 April 2009 | 19:29 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Evy Rachmawati

KOMPAS.com - Mendekati usia kepala empat, Retno Mardiana sibuk berkarir sebagai 
pegawai negeri sipil sebuah departemen pemerintah dan menikmati peran sebagai 
istri dan ibu dari satu anak. Namun impian untuk hidup bahagia bersama keluarga 
tercinta hingga lanjut usia langsung sirna ketika ia divonis menderita kanker 
leher rahim.

Ancaman kematian membayangi hari-harinya. Rasa sesal karena sebelumnya tidak 
pernah menjalani tes Pap untuk mendeteksi secara dini penyakit itu pun 
menderanya. Bahkan, saat mengalami perdarahan usai berhubungan intim dengan 
suaminya maupun ketika terserang keputihan, ia mengabaikan tanda-tanda itu 
sampai berbulan-bulan lamanya.

"Karena tidak ada keluhan fisik yang berarti, saya merasa dalam kondisi sehat 
dan tetap bisa beraktivitas seperti biasa," ujar Retno. Apalagi, saat itu 
perhatiannya tercurah untuk mendampingi anaknya yang tengah sakit dan harus 
menjalani pengobatan. Namun, lambat-laun keluhan keputihan dan perdarahan yang 
dialami bertambah parah.

Setelah anaknya sembuh, ia menceritakan masalah kesehatan yang dialaminya 
kepada pendeta yang selama ini jadi pembimbing rohaninya dan dianjurkan segera 
memeriksakan diri ke dokter. Setelah menjalani tes Pap, ia dirujuk untuk 
didiagnosis lebih lanjut ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Usai mengikuti serangkaian pemeriksaan, ia dinyatakan positif menderita kanker 
leher rahim stadium 1b dan harus segera dioperasi. Begitu pulang saya langsung 
menang is, serasa dunia runtuh, ini adalah akhir dari segalanya. Ternyata suami 
sudah menduga kalau saya kena kanker setelah mendapat informasi dari televisi 
dan membesarkan hati saya , tuturnya.

Atas dukungan keluarga, semangat hidupnya bangkit. Ia lalu memutuskan menjalani 
operasi untuk mengambil jaringan kanker dalam tubuhnya pada tahun 2002 silam. 
Rahim dan ovarium kirinya diangkat. Usai dioperasi, ia dirawat selamat satu 
bulan di rumah sakit. Setelah pulang ke rumah ia demam tinggi dan kesulitan 
buang air kecil, ternyata ada inkubasi bakteri yang harus diobati.

Hingga kini ia tetap kontrol ke dokter dan tes Pap secara rutin untuk 
mendeteksi bila ada pertumbuhan sel yang tak normal. Dua tahun silam, ditemukan 
ada kista sehingga satu ovarium yang tersisa akhirnya diangkat. Meski demikian, 
Retno tak henti-hentinya mengucap syukur karena bisa bertahan hidup, kembali 
bekerja, dan membesarkan putrinya yang telah beranjak dewasa.  

Berisiko  

Kanker leher rahim adalah pertumbuhan sel atau jaringan tak terkendali yang 
menyebabkan benjolan atau tumor pada leher rahim atau serviks. Pada tahap awal, 
sel pada leher rahim atau pintu masuk ke dalam kandungan berkembang secara 
abnormal yang disebut tahap pra-kanker, dan bila tidak diobati akan berubah 
jadi kanker.

Mayoritas kasus kanker serviks disebabkan infeksi human papillomavirus (HPV). 
Sebagian infeksi HPV pada perempuan menghilang sendiri meski tanpa pengobatan, 
namun ada juga infeksi yang menetap bertahun-tahun hingga menyebabkan kanker. 
Sejauh ini ada lebih dari 100 jenis HPV dan 13 jenis di antaranya mampu 
meningkatkan risiko kanker leher rahim. Namun 71 persen penyebab utama kanker 
ini terkait infeksi HPV tipe 16 dan 18.

Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita berhubungan seksual dan umumnya 
terjadi pada usia sekitar 25 tahun. Dari infeksi HPV sampai terjadinya 
kerusakan lapisan lendir jadi pra-kanker hingga menuju keganasan atau kanker 
butuh waktu hampir 20 tahun. Selama hidupnya, hampir separuh dari wanita dan 
pria pernah terinfeksi HPV, kata Kepala Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas 
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Siswanto Agus Wilopo.

Semua perempuan yang berhubungan seksual berisiko terkena kanker serviks, 
karena dengan hubungan intim itu bisa terjadi infeksi H PV. Mereka yang 
berisiko tinggi terkena kanker serviks adalah, perempuan yang tidak pernah 
menjalani skrining, mulai berhubungan seksual dan punya anak pada usia muda, 
memiliki anak lebih dari 5 orang, punya beberapa pasangan atau riwayat 
ganti-ganti pasa ngan, serta memiliki kebiasaan merokok.

Tidak seperti beberapa virus lain, jika terinfeksi virus HPV, bukan berarti 
penderita akan memiliki kekebalan terhadap virus itu. "Dia tetap berisiko untuk 
mendapat infeksi berulang dari tipe HPV sama atau berbeda, dan tetap berisiko 
terkena kanker serviks," kata konsultan alergi imunologi dari Departemen Ilmu 
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat 
Cipto Mangunkusumo Prof Samsuridjal Djauzi.

Pada tahun 2008, Badan Kesehatan Dunia memperkirakan 12,4 juta penduduk 
menderita kanker baru dan 7,6 juta orang meninggal karena penyakit kanker. 
Secara global, kejadian kanker leher rahim menduduki urutan kedua setelah 
kanker payudara, yaitu dengan angk a kejadian penyakit baru tiap tahun sekitar 
500.000 dan kematian sebanyak 288.000 orang.

Hampir 90 persen kejadian kanker leher rahim terjadi di negara sedang 
berkembang. Angka kejadian kanker leher rahim tertinggi di Afrika yaitu lebih 
dari 45 per 100.000 orang per tahun, disusul Asia Tenggara 30-44,9 per 100.000 
perempuan tiap tahun. Di Asia Tenggara, kanker leher rahim menempati urutan 
pertama di antara penderita kanker pada wanita, kata Siswanto.

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun ada 15.000 kasus baru kanker leher 
rahim terjadi dengan angka kematian 7.500 kasus per tahun. Kanker serviks 
merupakan kanker yang paling sering terjadi pada perempuan Indonesia. 
"Tingginya angka kejadian kanker serviks di Indonesia merupakan beban 
kesehatan, ekonomi dan sosial bagi perempuan di mana pun," kata Ketua Bidang 
Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia Melissa S Luwia.  

Bisa dicegah  

Pada tahap awal, kanker leher rahim tidak memperlihatkan gejala klinis yang 
signifikan. Tanda-tanda terjadinya kanker antara l ain, terjadi bercak-bercak 
darah atau perdarahan vaginam pasca berhubungan intim, perdarahan di antara dua 
siklus menstruasi atau perdarahan pasca menopause, bau lendir vagina yang 
menyengat meski sudah diobati untuk mengatasi infeksi vagina.

Bila ditemukan lebih awal, kanker leher rahim bisa diobati dengan beberapa 
metode terapi antara lain, operasi untuk mengangkat jaringan kanker yang masih 
terlokalisir, terapi penyinaran atau radiasi dan kemoterapi. Namun lebih dari 
70 persen penderita datang memeriksakan diri dalam stadium lanjut sehingga 
banyak pasien meninggal karena terlambat ditemukan dan diobati, kata Ketua 
Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Prof M Farid Aziz.

Kanker serviks sebenarnya bisa dicegah dengan mengurangi risiko terinfeksi HPV 
dan menyebarnya pra kanker jadi kanker. Caranya antara lain, tidak 
berganti-ganti pasangan hubungan seksual, menunda waktu hubungan seksual, tidak 
punya anak pada usia sangat muda, memakai kondom saat berhubungan seksual 
dengan pasangan yang berisiko tinggi terinfeksi menular seksual, gizi seimbang, 
dan tidak merokok.

Selain itu, para perempuan diimbau agar memeriksakan diri sejak dini untuk 
mengetahui apakah punya leher rahim normal atau tidak sekaligus mendeteksi 
adanya fase pra kanker. Deteksi dini bisa dilakukan dengan tes Pap, metode 
dengan usapan lendir leher rah im menurut Papanucolaou. Deteksi dini dengan tes 
Pap di negara maju memperlihatkan hasil memuaskan dengan menurunkan angka 
kematian karena kanker serviks lebih dari separuhnya.

Kendala di negara sedang berkembang dengan cara ini adalah,  biaya tes relatif 
mahal, minimnya jumlah tenaga ahli dan kurangnya pengorganisasian secara rapi. 
Karena itu, metode sederhana yang lebih praktis dan murah yaitu inspeksi visual 
dengan asam setat (IVA) bisa dipilih untuk digunakan dalam skrining atau penapi 
san secara nasional di negara-negara sedang berkembang. "Yang lebih praktis 
lagi adalah dengan vaksinasi, cukup dengan suntikan, tidak perlu perlengkapan 
rumit dan punya efektivitas tinggi," ujarnya.

Tantangan terberat vaksinasi adalah memperpanjang penga ruh vaksin agar bisa 
melindungi infeksi dalam jangka cukup lama. Sampai kini baru diketahui 
perlindungan vaksin rata-rata 6,4 tahun bagi HPV jenis 16 dan 18, kata 
Siswanto. Mahalnya harga vaksin ikut menghambat perluasan cakupan imunisasi. 
Harga vaksin akan jadi murah bila digunakan lebih luas oleh pemerintah karena 
produksi massal menurunkan biaya per orangnya.

Dengan deteksi secara dini disertai vaksinasi, angka kasus kanker serviks di 
Tanah Air diharapkan bisa menurun drastis. Lebih awal seseorang te rdeteksi, 
pengobatan akan lebih mudah. Harapan untuk bertahan hidup dengan kualitas baik 
sebagaimana dialami Retno pun bisa diraih.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
you have this email because you join to "aga-madjid" GoogleGroups.
to post emails, just send to :
aga-madjid@googlegroups.com
to join this group, send blank email to :
aga-madjid-subscr...@googlegroups.com
to quit from this group, just send email to :
aga-madjid-unsubscr...@googlegroups.com
if you wanna know me, please visit my facebook at aga8...@gmail.com
thanks for joinning this group.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke