Apakah mentang2 kebudayaan, trus diperbolehkan menyiksa hewan, dan 
mengeksploitasinya..?

 

Warm Regards,

 

Zigo AlCapone

 

Donโ€™t walk in front of me, I may not follow.

Donโ€™t walk behind me, I may not lead.

Just walk beside me, and be my friend.

 

From: aga-madjid@googlegroups.com [mailto:aga-madjid@googlegroups.com] On 
Behalf Of Aga Madjid
Sent: Tuesday, November 05, 2013 6:51 PM
To: milis aga
Subject: ~ aga ~ jokowi dan topeng monyet

 

Jokowi dan Topeng Monyet ๐Ÿ™ˆ๐Ÿ™‰๐Ÿ™Š

J.J. Rizal,
Sejarawan

Atas nama ketertiban dan "perikemonyetan", Jokowi menetapkan, mulai 2014, 
Jakarta harus bebas dari tukang topeng monyet. Seketika mulai 20 Oktober, razia 
pun digelar oleh tim gabungan Dinas Sosial, Dinas Peternakan, dan Satuan Polisi 
Pamong Praja. Sekitar 350 tukang topeng monyet di lima wilayah Jakarta 
kocar-kacir diburu.

"Kasihan monyetnya kurus seperti saya," canda Jokowi. Ini betul dipandang dari 
sudut perlindungan hewan. Terlebih mulia lagi, Jokowi akan menampung 
monyet-monyet hasil razia itu di Kebun Binatang Ragunan. Sementara itu, Ahok 
berkata, "Tukangnya akan dijadikan pelatih pertunjukan sirkus hewan." Ini sikap 
bertanggung jawab Pemerintah Kota Jakarta yang patut diapresiasi. Tapi, dari 
semua itu, tetap saja ada dimensi lain dari topeng monyet yang belum 
diperhitungkan, yaitu aspek sistem pengetahuan lokal (local knowledge system) 
yang berakar pada kearifan lokal (local wisdom).

Demikianlah faktor budaya belum dijadikan pertimbangan dalam kebijakan publik 
Pemerintah Kota DKI Jakarta. Alhasil ketiadaan upaya melihat dan menilai topeng 
monyet sebagai bagian dari local knowledge system membuat nasib topeng monyet 
sebagai seni pertunjukan tidak disuarakan. Ada kesan kuat Pemkot Jakarta dan 
mayoritas masyarakat berpikir dihapus saja topeng monyet, karena tidak 
bernilai. Tetapi, benarkah sikap itu ditilik dari sudut local knowledge system?

Ada kepercayaan di masyarakat Betawi bahwa asal-usul topeng monyet terkait 
dengan cerita rakyat Ki Alang, seorang ulama terkemuka di Kerajaan Jayakarta. 
Tersebutlah di negeri Jakarta, kisah Raja Jayakarta yang memiliki seekor 
monyet. Sang Raja menggunakan monyet peliharaannya untuk melecehkan Ki Alang.

Ki Alang dipanggil menghadap raja. Ia diperintahkan mengajar monyet sang raja 
mengaji kitab agama. "Saya minta waktu 70 hari," kata Ki Alang. Raja sepakat 
dan monyetnya pun dibawa pulang Ki Alang. Monyet dibiarkan puasa. Makan sebelum 
subuh dan nanti berbuka magrib. Saat berbuka itulah Ki Alang mulai 
mengajarkannya mengaji. Sang monyet diminta mengambil beberapa butir nasi di 
setiap halaman kitab. Begitu terus saben hari sampai sang monyet terlatih 
membuka halaman demi halaman kitab sembari komat-kamit.

Ketika tiba waktunya Ki Alang menghadap, terkagetlah Raja Jayakarta demi 
melihat monyetnya dengan sigap membuka lembar demi lembar kitab sambil 
berkomat-kamit persis santri. Agar wibawanya tidak jatuh, Raja Jayakarta pun 
berkata, "Saya minta monyet itu jangan hanya mengebet dan berkomat-kamit. Ayo, 
kamu latih lagi sampai bisa lantang mengaji." Ki Alang diam, lantas berkata, 
"Saya akan melatihnya, tetapi beri waktu 70 tahun."

Raja Jayakarta terkejut. Menunggu 70 tahun artinya sama saja dengan "ampe ujan 
berkelir" atau "ampe lebaran kuda" alias "hal yang mustahil, sesuatu yang 
dilakukan sampai mati pun tidak bakal bisa". Raja kena sentil Ki Alang. Ia 
telah menjadi pongah dan menyalahgunakan kewenangan meminta sesuatu di luar 
kepatutan. Ia pun harus menanggung malu dan rasa celaka lantaran kebodohannya.

Di dalam masyarakat Betawi, kisah Ki Alang menjadi medium wanti-wanti alias 
peringatan betapa celaka seorang pemimpin yang angkuh dan menyalahgunakan 
wewenang. Sebab, ia bisa saja bermahkota, duduk di singgasana, berbaju indah 
berperhiasan mewah, punya kuda gagah, tetapi sejatinya jauh lebih rendah 
daripada monyet. Seekor monyet dapat diselamatkan dalam batas-batas tertentu 
dari kebodohan dengan dilatih, tapi pemimpin yang angkuh dan sewenang-wenang 
tidak tertolong karena dirinya sudah tit atau mati.

Kisah Ki Alang sebenarnya folklor Betawi yang diadaptasi dari naskah lama 
Hikayat Lima Tumenggung bagian "Hikayat Tumenggung Al Wazir" karya Ya' Mikul. 
Sebagai naskah lama, seperti dikatakan Edi Sedyawati, merupakan warisan 
intelektual yang tidak hanya memiliki nilai historis, tapi juga 
gagasan-gagasan. Kisah Ki Alang oleh masyarakat Betawi telah difungsikan 
sebagai pedoman untuk evaluation element atau unsur penilaian, apakah sesuatu 
sudah sesuai dengan yang menjadi kepatutan (prescriptive element).

Saking penting gagasan moral dalam kisah Ki Alang, masyarakat Betawi pada masa 
lalu merasa tak cukup ajaran itu dituturkan, tetapi dimanifestasikan pula 
sebagai pertunjukan topeng monyet. Penggunaan kata "topeng" pada topeng monyet 
menunjukkan sifat khas bahwa itu adalah seni pertunjukan Betawi. Ingat saja 
topeng Betawi seperti yang dimainkan maestronya: Mak Kinang, Bokir, Bodong, 
Nirin Kumpul, dan Kartini. Bedanya, topeng Betawi adalah seni pertunjukan yang 
dimainkan orang, sedang topeng monyet dimainkan binatang.

Lebih jauh yang juga khas menandakan Betawi adalah kata topeng pada topeng 
monyet-begitu juga topeng Betawi-tidak mengacu pada topeng (mask). Jika melihat 
kartu pos bergambar topeng monyet di Batavia awal abad ke-20 terbitan JL van 
Dieten, tampak monyetnya meski berbaju tetapi tidak bertopeng. Dalam kartu pos 
itu juga tampak ikut bermain topeng monyet seekor kambing yang dihias 
menyerupai kuda istimewa raja.

Singkat cerita, dalam kilas balik jelas menunjukkan topeng monyet adalah bagian 
dari local knowledge system Betawi. Sebagai seni pertunjukan, topeng monyet pun 
terlihat mengalami continuity and change atau keberlanjutan dan perubahan. 
Topeng monyet mampu melanjut dan malahan menyebar ke luar wilayah geografi 
kebudayaan Betawi. Namun dalam bertahan melintasi zaman sampai hari ini, topeng 
monyet mengalami perubahan-perubahan, dari yang semula tanpa musik menjadi 
dengan iringan musik, dari dimainkan tim binatang menjadi pertunjukan tunggal 
monyet. Bahkan, dari tidak bertopeng menjadi bertopeng.

Namun, dari semua perubahan itu, ironinya adalah kearifan tradisi yang 
mendasari kelahiran topeng monyet dari kisah Ki Alang sudah terlupa. Tiada lagi 
tukang topeng monyet yang menuturkannya. Nah, apa kini dengan hilangnya nilai 
traditional knowledge (pengetahuan tradisional), topeng monyet itu harus 
diikuti penghilangan topeng monyetnya yang secara historis adalah traditional 
cultural expression (ekspresi budaya tradisional) Betawi?

Jelas orang Betawi mengalami kerugian kultural akibat penghilangan topeng 
monyet. Tetapi percayalah, kerugian besar juga bakal dialami orang Indonesia, 
mengingat telah menasionalnya topeng monyet. Sebab, penghilangan topeng monyet 
adalah juga pelenyapan kesempatan menyerap gagasan dasarnya yang justru 
nilainya sangat aktual hari ini. Topeng monyet adalah medium budaya peranti 
evaluasi, refleksi apakah diri-apalagi seorang pemimpin-di balik pakaian bagus, 
kendaraan mewah, dan bagus-bagus lainnya, hati serta jiwanya sudah mati 
digerogoti kegelapan serta kebusukan, sehingga lebih rendah statusnya daripada 
seekor monyet.

-- 
-- 
you have this email because you join to "aga-madjid" GoogleGroups.
to post emails, just send to :
aga-madjid@googlegroups.com <mailto:aga-madjid@googlegroups.com> 
to join this group, send blank email to :
aga-madjid+subscr...@googlegroups.com 
<mailto:aga-madjid+subscr...@googlegroups.com> 
to quit from this group, just send email to :
aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com 
<mailto:aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com> 
please visit to www.facebook.com/aga.madjid 
<http://www.facebook.com/aga.madjid> ,
add my Yahoo Messenger at aga.mad...@yahoo.com <mailto:aga.mad...@yahoo.com>  or
add my twitter @aga_madjid
thanks for joinning this group.
 
--- 
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"aga-madjid" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email 
to aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com 
<mailto:aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com> .
For more options, visit https://groups.google.com/groups/opt_out.

-- 
-- 
you have this email because you join to "aga-madjid" GoogleGroups.
to post emails, just send to :
aga-madjid@googlegroups.com
to join this group, send blank email to :
aga-madjid+subscr...@googlegroups.com
to quit from this group, just send email to :
aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com
please visit to www.facebook.com/aga.madjid,
add my Yahoo Messenger at aga.mad...@yahoo.com or
add my twitter @aga_madjid
thanks for joinning this group.

--- 
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"aga-madjid" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email 
to aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com.
For more options, visit https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke