FYI
maaf, apakah ada yang punya draft RUU PM ini ? saya kok penasaran sebab
kalau ternyata RUU ini cuma bicara soal "bagaimana" suatu pihak bisa
berinvestasi di Indonesia (WNI ataupun bukan) artinya bagi saya ia baru
bicara soal prosedur. kalau kita bicara soal perlindungan/proteksi ekonomi
bisa dilakukan dengan cara lain seperti pajak, misalnya.
mohon maaf, komentar saya ini sebelum membaca draft RUU PM, bisa jadi dugaan
saya yang salah total.

salam, ari ams


http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=16422&cl=Berita

Rabu, 28 Maret 2007
*Begitu Lahir, Terancam Judicial Review
RUU Penanaman Modal*
[28/3/07]

*Berbagai kalangan siap menghadang RUU Penanaman Modal jika diundangkan
dengan judicial review. Alasannya, RUU ini terlalu liberal alias terlalu pro
asing ketimbang UU sebelumnya.*

Belum lahir, sudah menjadi kontroversi dimana-mana. Itulah RUU Penanaman
Modal yang pekan lalu sudah dirampungkan draf terakhirnya oleh Komisi VI DPR
RI bersama Menteri Perdagangan. Kontroversi berbau penolakan ini semakin
meluas menjelang disahkannya RUU ini menjadi UU pada Sidang Paripurna DPR RI
yang akan digelar Kamis (29/3).



Penolakan yang cukup kuat salah satunya berasal dari kalangan akademisi,
serta LSM yang bergerak pada bidang agraria dan pengembangan masyarakat.
Aksi penolakan itu pun digelar di DPR. "RUU Investasi harus kita tolak,"
seru akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Revrisond Baswir dalam
acara Uji Publik RUU Penanaman Modal yang diselenggarakan oleh Fraksi FPDIP,
Rabu (28/3).



Menurut Sonny, panggilan akrab Revrisond, RUU ini lebih liberal daripada UU
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA). "RUU ini sangat
membuka lebar pintu masuk investor asing, sedangkan UU PMA masih membatasi
cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup rakyat banyak diserahkan
pada negara," tuturnya.



Meskipun demikian, Sonny menilai UU PMA adalah awal dari liberalisasi
ekonomi. "UU PMA adalah produk pertama Mafia Berkeley. UU yang pertama kali
mereka buat bukannya tentang ketenagakerjaan atau pajak, melainkan
investasi," ungkapnya.



Mafia Berkeley adalah sebutan khas bagi para menteri era awal Orde Baru yang
menimba ilmu dari universitas asal Paman Sam itu. Para menteri tersebut
mengusung kebijakan pasar terbuka di awal kepemimpinan Presiden
Suharto. Beberapa
contoh Mafia Berkeley antara lain Radius Prawiro, Sumitro Djojohadikusumo,
atau Emil Salim.



Karena terlalu terbuka bagi akses pemodal asing, ekonom Institut Pertanian
Bogor Imam Sugema menilai RUU ini bertentangan dengan demokrasi ekonomi.
"Demokrasi ekonomi sudah tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945. Otomatis RUU ini
berseberangan dengan UUD," sergahnya.



Menurut Imam, demokrasi ekonomi tak bisa diartikan sebagai usaha kecil dan
menengah serta koperasi. "Lebih luas lagi, demokrasi ekonomi adalah ekonomi
kerakyatan itu sendiri. Tak seperti yang disebut dalam RUU ini," tunjuknya.



*Hak Atas Tanah*

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Usep
Setiawan menilai RUU Investasi terlalu liberal terhadap hak atas tanah.
"Bahkan hak atas tanah itu lebih lama dari Hukum Kolonial Belanda," ujarnya.
Hukum Kolonial Belanda yang dimaksuda adalah Hukum Agraria (*Agrarische Wet
*1870). Hukum agraria tersebut mengatur hak pemakaian tanah hanya selama 75
tahun.



Siti Fikria dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (Lapera)
menuding penasihat hukum pihak Pemerintah, Erman Rajagukguk, melakukan
kebohongan publik di muka anggota DPR sewaktu pembahasan RUU ini
berjalan. "Erman
yang seorang profesor hukum telah melontarkan pendapat hukum yang sesat,"
tutur Siti.



Menurut Siti, argumen Erman tentang Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 tahun
yang diatur dalam RUU Investasi lemah. Erman menggunakan UU Pokok-Pokok
Agraria (UU PA) yang mengatur HGU selama 35 tahun dan bisa diperpanjang 25
tahun. Kemudian, menurut Siti, Erman berpijak pada PP Nomor 5 Tahun 1996
yang mengatur hak atas tanah. PP 5/1996 mengatur masa HGU 35 tahun. "Jadi
menurut Erman, 35 tahun plus 25 tahun dari UU PA ditambah 35 tahun dari PP
5/1996 menjadi 95 tahun. Saya masih ingat argumennya di depan anggota DPR,"
ujar Siti.



Argumen Erman lemah karena menurut Siti, sebuah UU tak bisa menggunakan
konsideran dari PP. "Menurut hirarki perundangan UU lebih tinggi dari PP.
Kedua, PP itu tetap mengacu pada UU PA. Jadi sekali lagi, RUU Investasi
cacat hukum," cetus Siti.



Menurut Usep, Pasal 22 yang mengatur hak atas tanah harus dirombak. "Sebagai
jalan keluarnya, bunyinya adalah: Hak atas tanah mengacu pada UU PA,"
ujarnya. Siti menganggap UU PA adalah pijakan kuat yang harus digunakan.
"Untunglah wacana dari Badan Pertanahan Nasional tentang revisi UU PA tak
berlanjut," ungkapnya.



Terpisah, Erman berpendapat HGU tak serta-merta diberikan selama 95 tahun.
"Coba dibaca, itu diberikan selama 60 tahun dahulu. Baru dievaluasi apakah
bisa diperpanjang selama 35 tahun," ujarnya dari saluran telepon genggam.



Menurut Erman, pemberian HGU selama 60 tahun untuk membuat nyaman investor.
"UU Investasi di negara lain rata-rata memberikan HGU selama 70-90 tahun
kok," sergahnya.



Erman mengakui panjang HGU ini memang berbeda dengan UU PA. "Perlu kita
lihat, semangat UU PA yang disampaikan Menteri Pertanahan Sajarwo saat itu,
adalah anti asing karena kita baru saja merdeka dari penjajahan. Nah, RUU
Investasi ini untuk mengundang investor asing. Makanya, UU PA itu sudah
saatnya direvisi," tegas Erman.



Sonny menilai diundangkannya RUU Investasi ini tak akan menjamin datangnya
investor asing. "Para investor tak memandang apakah rezim Suharto yang
otoriter atau rezim reformasi. Tapi prospek pasar. Jika prospek ekonomi
Indonesia bagus yah mereka akan datang," tukasnya.



Menurut Sonny, fasilitas yang bisa menarik para investor adalah jaminan
hukum dan pemberantasan korupsi. "Bukannya fasilitas yang bermacam-macam
dalam RUU ini," ujarnya dengan nada tinggi.



Baik Sonny, Imam, maupun Usep menilai saat ini sudah terlambat menghadang
ketok palu parlemen. "Sebagai langkah kecil yang masih bisa dilakukan, saya
harap FPDIP menolak RUU Investasi pada Sidang Paripurnayang akan digelar
Kamis (29/3)," tegas Imam.



Menanggapi tantangan Imam, anggota PDIP -yang juga duduk di Komisi VI
membahas RUU ini, Hasto Kristianto masih menimbang-nimbang. "Masukan
tersebut akan kami pertimbangkan dalam rapat internal fraksi hari ini,"
ujarnya.



Selanjutnya, Sonny, Imam, dan berbagai kalangan LSM akan menyiapkan uji
materi (*judicial review*) ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Kita lihat saja,
jika memang diundangkan, akan kita usung ke MK," ancam Imam.



Baik Sonny dan Imam senada, dasar argumentasi uji materi tersebut adalah
Pasal 33 UUD 1945. "UU ini melenceng dari demokrasi ekonomi yang diatur
Pasal 33 UUD 1945. Akan kita konsultasikan dengan ahli hukum," sambung Imam.




*Pro Investor Asing*

Secara terpisah, Menteri Perindustrian Fahmi Idris menegaskan bahwa RUU
Penanaman Modal ini tidak membedakan investor lokal dan asing.
"Indonesiamemang tidak membedakan investor dari luar dengan dalam
negeri. Jadi, kalau
dibedakan, tidak akan melancarkan masuknya modal dan upaya penanaman modal
dalam negeri," ujarnya.



Dia mengakui isi RUU Penanaman Modal Asing memang tidak bisa dihindarkan
dari kesan proinvestor asing. "Kalau dulu, pada 1967-1968, kita membedakan
perlakuan untuk penanaman modal asing dan penanaman modal dalam
negeri. Sekarang
dunia sudah tanpa batas, tanpa membedakan modal dalam atau luar negeri,"
kata Fahmi.



Kesan proasing, menurut Fahmi, juga timbul karena RUU Penanaman Modal tidak
mencantumkan penyelesaian sengketa antara investor asing dan pemerintah.
"Ini yang dikatakan proasing. Padahal penyelesaian konflik ini sudah ada
undang-undangnya," ujarnya. Sehingga penyelesaian sengketa tidak dimasukkan
dalam rancangan undang-undang.



Fahmi mengatakan pemerintah akan melakukan proses hukum jika ada investor
asing melakukan pelanggaran. "Tetap bisa diproses dan dituntut sepanjang ada
undang-undang yang dilanggar," katanya.



Ditanya tentang kebutuhan investasi dari dalam atau luar negeri yang paling
diperlukan, Fahmi menilai tidak ada yang diprioritaskan. "Kedua-duanya
diperlukan (modal asing dan dalam negeri). Modal dalam negeri juga cukup
penting di Indonesia," ujarnya.



Sebab, Fahmi melihat tren perkembangan dunia adalah banyaknya investor yang
menanamkan investasi di berbagai negara. "Karena itu, mestinya pemodal dari
dalam negeri juga diberi insentif jika mau mengembangkan usaha di daerahnya
ketimbang di Jakarta, misalnya," tuturnya.



Ditanya tentang dampak undang-undang ini terhadap pengembangan industri,
Fahmi menjawab, pengembangan industri tidak semata-mata mengacu pada
undang-undang. Pasalnya, perkembangan industri juga akan dipengaruhi oleh
banyak sektor, misalnya perbankan, infrastruktur, dan kepastian hukum. "Tapi
RUU Penanaman Modal membuka pintu masuk bagi tumbuhnya industri di
Indonesia," kilahnya.

*(Ycb/Lut)*


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke