Kalau saya melihatnya lebih...kelam lagi. Saya melihat kalau gerakan
pekerja (labor movement?) di Indonesia lebih cenderung _pro-pekerja_,
BUKAN _pro-rakyat_, BUKAN juga _pro-pengangguran_.

Tuntutan pesangon dan kebebasan untuk berdemonstrasi tanpa dipecat
menyebabkan pengusaha lebih takut untuk merekrut pekerja baru saat
sedang terjadi ekspansi usaha. Akhirnya kan yang dirugikan adalah
rakyat yang masih belum dapat pekerjaan, yang diuntungkan adalah yang
sudah bekerja.

Dengan outsourcing, pengusaha bisa menambah kapasitas usaha tanpa
dibebani oleh resiko pesangon saat permintaan menurun. Membatasi
outsourcing sama dengan membuat penambahan kapasitas menjadi lebih
beresiko. Pengusaha bisa jadi akhirnya memutuskan untuk tidak
mempekerjakan orang baru daripada dibebani tuntutan pesangon.

Dengan aturan pesangon sekarang, pengusaha mana coba yang tidak dengan
sengaja menekan gaji serendah mungkin? Meskipun mungkin sebenarnya
pengusaha tahu kalau tingkat gaji sekarang tidak layak, tapi kenaikan
gaji itu akan melipatgandakan resiko pesangon. 

Resiko itu akhirnya merugikan pekerja juga. Gaji yang diterima pekerja
pasti lebih tinggi daripada kalau aturan pesangon tidak seganas
sekarang. Gaji yang sekarang ini terpaksa lebih rendah untuk
mengantisipasi tuntutan pesangon.

Ironisnya, nilai total pendapatan yang diterima pekerja dengan aturan
pesangon yang ganas sekarang ini, baru bisa sama dengan nilai total
pendapatan saat aturan pesangon lebih wajar, jika pesangon itu benar2
didapatkan oleh pekerja. Akhirnya pekerja jadi punya insentif untuk
mendapatkan pesangon agar nilai total pendapatan yang dia terima
menjadi "adil". 

Insentif untuk mendapatkan pesangon itu menyebabkan pekerja lebih suka
dipecat, yang akhirnya mengakibatkan goncangan terhadap kapasitas
produksi, yang akibatnya akan merembet ke mana-mana. Antisipasi akan
pesangon ini menyebabkan keuangan menjadi bermasalah, apalagi kalau
perusahaan sedang mengalami kesulitan.

Kalau gerakan pekerja itu sungguh-sungguh pro-rakyat, yang
diperjuangkan adalah fleksibilitas bekerja seperti tuntutan untuk
flexi-time, bukan pesangon.

Anyway, untuk bisa hidup sama layaknya dengan Rp.970.000 1-2 tahun,
tahun ini mungkin perlu 1,3jt-1,5jt. Kenaikan yang 50% ini jauh lebih
tinggi dibandingkan tahun-tahun lalu. Berapa coba kenaikan nilai
pesangon yang harus diantisipasi..

Kirim email ke