Dear Milister 

Tulisan Dahlan Iskan dan Peter Gonta di bawah ini cukup menarik. Walau begitu 
soal pentingnya mengganti kata dikuasai dan dimiliki pada pasal 33 UUD 45, saya 
masih belum yakin dengan alasan beliau berdua bahwa kata dimiliki secara 
akuntansi bermakna lebih baik (akuntable) daripada dikuasai.

Mohon pencerahan. Bang Poltak, Pak Wing dkk, mudah-mudahan bisa menjelaskannya 
secara lebih gamblang.

Salam

joni

                
Dahlan Iskan - Peter F. Gontha : Jalan Cepat Kelas Dunia untuk
Pertamina       
        
        
        
Cita-cita direktur utama Pertamina yang baru dan cantik itu, Karen
Agustiawan Galaila, antara lain ingin membuat Pertamina menjadi
perusahaan kelas dunia. 

Mungkinkah?

Semua
orang akan mengatakan "mungkin saja" atau "sangat mungkin" atau bahkan
"harus bisa". Tapi, kalau ditanya apa dasarnya, paling hanya akan
menyebutkan bahwa Indonesia ini negara besar yang sumber migasnya luar
biasa. Atau, "Petronas Malaysia saja yang dulu belajar ke Pertamina
kini sudah mengalahkan gurunya itu dan sudah menjadi perusahaan kelas
dunia". Bahkan, Singapore Petroleum yang negerinya hanya satu pulau
kecil yang tidak punya sumur minyak, sudah mengalahkan Pertamina. 

Semua
bentuk kekalahan Pertamina itu umumnya hanya dipikulkan kepada
manajemen yang dinilai lemah dan belum kelas dunia. Atau karena
manajemennya yang sering diintervensi kekuatan politik. Tapi, jarang
yang melihatnya dari sudut yang lebih mendasar, yang kalau itu tidak
diatasi, maka jangankan manajemen kelas dunia, yang kelas akhirat pun
tidak akan bisa membuat cita-cita Karen itu tercapai.

Pokok
persoalannya sangat mendasar. Bahkan, berada di landasan negara yang
paling dasar: UUD 45. Khususnya pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan
bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. 

Kalau tidak ingin mempersoalkan ayat itu,
setidak-tidaknya ada masalah yang terletak pada penjelasan pasal 33
ayat (3) itu yang hanya menyebutkan bahwa pasal tersebut "Sudah cukup
jelas".

Mungkin, ketika ekonomi global belum sehebat sekarang
dan sistem akuntansi belum secanggih saat ini, bunyi pasal itu memang
bisa saja "Sudah cukup jelas". Tapi, dalam konteks perekonomian global
saat ini, apalagi kalau untuk menjadi yang kelas dunia, kita juga harus
menerapkan sistem akuntansi internasional. Maka pasal itu sangat tidak
jelas. 

Orang politik akan mengatakan apanya lagi yang kurang
jelas. Tapi, orang akuntansi akan secara tegas mengatakan pasal itu
tidak bisa dipegang. Padahal, untuk menjadi perusahaan kelas dunia,
pengurusannya harus disesuaikan dengan "bahasa" akuntansi, bukan dengan
bahasa politik.

Tegasnya, secara akuntansi kalau hanya dengan
senjata kata "dikuasai" Pertamina tidak bisa memasukkan kekayaan alam
itu di buku asset. Bahasa akuntansi menuntut kata yang jelas: dimiliki.
"Dikuasai" dan "dimiliki" secara politik kelihatannya tidak ada
bedanya, tapi secara akuntansi kata "dikuasai" itu tidak ada artinya
apa-apa.

Kami tidak cukup ahli untuk memahami asal-usul lahirnya
kata "dikuasai" itu. Kami juga tidak cukup waktu untuk melakukan riset
mengapa dan apa latar belakangnya bahwa para pendiri republik dulu
memilih kata "dikuasai" (yang tidak ada artinya apa-apa dari sudut
akuntansi) dan bukan memilih kata "dimiliki". Mungkinkah ini hanya
karena para pendiri republik dan para anggota parlemen yang melakukan
amandemen-amandemen UUD 45 berikutnya bukan orang akuntansi? Atau
memang punya maksud tertentu -misalnya agar segera terjadi kompromi
atas perdebatan krusial saat itu? 

Apa pun latar belakangnya,
kenyataannya sekarang bahwa kata "dikuasai" itu tidak ada nilainya
apa-apa di mata akuntansi. Bahkan, secara politik juga menimbulkan
kerawanan. Yang pro privatisasi akan berkeras bahwa kata "dikuasai"
tidak sama dengan dimiliki. Sedangkan yang antiprivatisasi akan
mengatakan sebaliknya. Singkat cerita, kata "dikuasai" itu akan
cenderung diterjemahkan sesuai dengan keinginan yang lagi berkuasa -dan
itu tidak bisa disalahkan.

Apa hubungannya dengan Pertamina yang
ingin menjadi perusahaan kelas dunia? Hubungan itu sangat erat, seperti
eratnya hubungan nyawa dan jantung manusia. Kalau soal "dikuasai" dan
"dimiliki" ini bisa diperjelas, bukan saja Pertamina yang akan menjadi
perusahaan kelas dunia, tapi juga Aneka Tambang, PN Gas, PLN, PTP, dan
banyak lagi. Mereka akan sejajar dengan perusahaan sejenis yang ada di
Malaysia, bahkan Tiongkok. Perusahaan Singapura akan dengan mudah
dikalahkan.

Namun, penjelasan ini memang hanya akan dimengerti
oleh orang-orang yang menekuni perusahaan dan mengerti akuntansi.
Sayangnya, yang harus memutuskan "ya tidaknya" adalah politisi. Di sini
terjadilah kerumitan itu: yang mengerti tidak bisa memutuskan, yang memutuskan 
tidak bisa mengerti. 

Bahkan,
kalau masalah ini bisa diselesaikan, bukan hanya perusahaan-perusahaan
kita yang bisa menjadi perusahaan kelas dunia. Dampaknya lebih jauh
lagi: apa yang diamanatkan UUD 45 itu bisa segera terlaksana. Yakni,
menggunakan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Siapa tahu inilah jalan yang harus ditempuh agar pada 2030 nanti,
Indonesia bisa menjadi negara terbesar kelima di dunia, sebagaimana
yang sudah mulai diramalkan para ahli internasional.

Tegasnya,
kata "dikuasai" dalam UUD 45 itu harus diperjelas maksudnya. MPR-lah
yang bisa melakukannya. Ini sejarah besar yang harus dibuat. Apakah
kata "dikuasai" itu memang sengaja akan terus dipakai agar tetap tidak
jelas, atau yang dimaksud "dikuasai" itu tidak lain adalah "dimiliki".

Memang
terlalu berat untuk mengamandemen UUD 45 lagi. Sudah banyak yang
alergi. Bahkan, jangan-jangan, kalau soal amandemen dibahas, banyak
yang minta atret: kembali saja ke UUD 45 aslinya.

Karena itu,
kami tidak mengusulkan amandemen UUD 45, tapi hanya mengusulkan
perumusan baru penjelasan UUD 45 saja. Dalam penjelasan UUD 45 yang
mengatakan, "Sudah cukup jelas" itu perlu diperbaiki, atau diperjelas.

Ada
dua hal yang harus diperjelas dari pasal ini. Pertama kata "negara".
Kedua kata "dikuasai". Dalam penjelasan UUD 45 yang baru nanti
sebaiknya dirinci apa yang dimaksud dengan "negara". Apakah BUMN? Atau
kementerian? Atau siapa? Kalau BUMN, harus BUMN yang bagaimana? Yang
sahamnya minimal 80 persen dimiliki negara? Atau lebih? Terserahlah MPR
yang memutuskan, dengan mempertimbangkan aspek ketentuan akuntansinya.

Sedangkan kata "dikuasai" sebaiknya langsung diperjelas dengan penjelasan "yang 
dimaksud dikuasai adalah dimiliki".

Dengan
kejelasan itu, secara akuntansi, perusahaan seperti Pertamina akan
langsung berubah. Apalagi, kalau manajemennya sekelas Karen yang pasti
mampu mendayagunakan "modal" baru dari UUD 45 yang penjelasannya
diperbarui itu.

Kejelasan maksud pasal 33 tersebut menjadi
sangat penting karena bukan hanya kita akan bisa menghindarkan salah
tafsir, tapi juga bisa dipakai dengan nyata untuk kemajuan dan
kemakmuran bangsa dengan cara yang belum banyak dipikirkan orang.
Bahkan, cara ini sekaligus bisa dipakai bangsa kita untuk mengejar
ketertinggalan dengan bangsa lain. Pada gilirannya, harkat dan martabat
bangsa kita akan terangkat di dunia. Bukan saja kita bisa mengalahkan
Petronas atau Singapore Petroleum Corporation, tapi kita juga bisa
membuat harga diri seluruh rakyat kita meningkat. 

Harga diri
itulah yang belakangan dimiliki kaum Melayu di Malaysia. Setiap kali
kami ke Malaysia, saya selalu bisa menangkap betapa rakyat di sana
bangga akan negaranya -sambil meremehkan bangsa kita. Sekarang kita
memang sudah punya kebanggaan baru: demokrasi. Tapi, demokrasi harus
tetap diisi dengan kesejahteraan. 

Karena yang kami usulkan ini
bukan amandemen tentang bagi-bagi atau rebutan kekuasaan, melainkan
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara langsung, mestinya
tidak ada satu pihak atau satu partai pun yang keberatan.


  *) Di samping sebagai chairman/CEO Jawa Pos Group, Dahlan Iskan adalah juga 
ketua Kadin Komite Tiongkok Jatim.



  Di samping mengurus banyak sekali perusahaan, Peter F. Gontha adalah juga 
ketua Kadin Komite Amerika Serikat.

joniaji.blogspot.com






      Make Yahoo!7 your homepage and win a trip to the Quiksilver Pro. Find out 
more

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke