Bang Poltak,

Ada beberapa kemungkinan untuk jawaban no. 4:
1. Ada di no. 1 tulisan abang.
2. Kepentingan politik bisnis.
3. Belum tau betapa besar nilai ekonomi dari berhenti merokok.

Padahal perokok miskin akan mewariskan kemiskinannya sampai tujuh turunan.

Dody






________________________________
From: Poltak Hotradero <hotrad...@gmail.com>
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tue, March 9, 2010 2:53:42 PM
Subject: Re: [Keuangan] Dampak Ekonomi dari keluarnya fatwa Haram  Merokok PP 
Muhammadiyah.

At 12:47 PM 3/9/2010, you wrote:

>Secara praktis, jika ditinjau secara logika, dengan keluarnya fatwa 
>tersebut akan mengurangi jumlah perokok di Indonesia, yang akan 
>mengurangi pendapatan produksi perusahaan rokok sehingga dapat pula 
>mengakibatkan perusahaan rokok untuk mengurangi pekerja mereka 
>(multiplier effect).


1. Fatwa bisa mengurangi jumlah perokok?  Belum tentu.  Perokok itu 
mahluk paling ndableg di seluruh jagat.  Udah tahu bakal penyakitan 
dan bisa terancam mati, impoten atau keguguran -- tapi tetap saja 
meneruskan merokok.  Apalah artinya kata-kata....

2. Namun begitu, KALAUPUN jumlah perokok berkurang dan jumlah rokok 
yang terjual berkurang -- belum tentu efeknya negatif terhadap ekonomi.

Mengapa?  Karena dengan berkurangnya kegiatan merokok - maka terdapat 
penurunan tajam terhadap biaya kesehatan.  Dari kalkulasi sederhana, 
di mana seseorang berhenti merokok sebungkus sehari (Rp. 15 ribu) -- 
maka dalam satu tahun bisa dikumpulkan sekitar Rp. 5,5 Juta.  Bila 
ini dilakukan 10 Juta orang saja -- berarti dalam setahun sudah 
terkumpul daya beli sebesar Rp. 55 Trilyun, yang bila diinjeksikan 
dalam sistem keuangan (lewat jalan menabung) -- akan menghasilkan 
daya bangun setidaknya 7-10x lipat angka itu (sesuai dengan leverage 
sistem perbankan).

Itu kalau masuk ke sistem perbankan.  Kalaupun tidak, maka duit Rp. 
55 Trilyun itu akan cukup buat bikin jalan tol ratusan 
kilometer.  Kalau buat bikin pembangkit listrik -- yang kelas PLTN 
pun sanggup kita bikin.  Kalaupun mau buat pertahanan (supaya 
Indonesia nggak kecolongan ikan melulu) cukup untuk membeli 57 kapal 
perang kelas paling top yaitu Aegis (dengan harga masing-masing 100 
Juta Dollar - berikut maintenance)

Kalau buat disalurkan sebagai beasiswa -- cukup untuk mencetak 40 
RIBU PhD (ex Inggris sebagai standar biaya)... (ini berarti lebih 
banyak daripada total jumlah PhD yang sekarang dimiliki 
Indonesia).  Dan bila dilakukan secara konsisten dalam 3-4 tahun -- 
kita akan dapat memilki PhD lebih banyak daripada seluruh sisa ASEAN 
dijadikan satu.

3. Kalau ikut menghitung biaya kesehatan yang dihemat ditambah dengan 
usia yang lebih panjang (dan berarti kegiatan produktif yang lebih 
besar lagi) -- maka keuntungan yang bisa diperoleh akan mencapai 
ukuran Ratusan Trilyun per tahun.  Dan ini berarti terdapat sumber 
modal yang memungkinkan ekonomi Indonesia bertumbuh lebih cepat 2-3% 
daripada keadaan sekarang.

Itu cuma karena 10 Juta orang berhenti merokok dan uang yang dihemat 
dimanfaatkan untuk hal lain...

Coba kalau 20 Juta orang?  30 Juta orang?

Soal pengangguran karena pabrik rokok atau kebun tembakau bangkrut -- 
rasanya masih jauh lebih ringan dan murah daripada potensi yang bisa 
dicapai -- karena toh hanya dengan 10 Juta yang berhenti merokok 1 
bungkus sehari -- sudah tercipta daya bangun yang luar biasa seperti 
saya sebut di atas...

4. Pertanyaannya: kalau tahu potensi ekonominya sedemikian besar - 
lantas kenapa cuman fatwa Muhammadyah saja????  Kenapa nggak sekalian 
dimasukin dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ataupun sekalian di 
Undang-Undang Dasar....?  :)



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke