bicara soal kemudahan, konvensional banking telah mendapat
berapa puluh kemudahan sejak Pakto 88? apakah salah jika 
pemerintah memberi SATU kemudahan pd business-line sama yg 
baru berkembang di Indonesia spt IB ini?

ah, lebih baik mendirikan IB di negara barat aja, spt AS & 
Luxemburg. atau, ke singapura aja. di sana, pemerintah tak 
menyodorkan dalil "pertumbuhan alami" ketika mencabut pajak 
ganda terhadap transaksi murabahah IB.

uniknya, sebagian orang menganggap negara kita yg pasar IB-
nya jauh lebih besar dari singapura atau AS, tak layak 
memberikan insentif serupa kepada sektor ini. saya sungguh
sulit menemukan logika yg tepat untuk menolak insentif ini.

apakah mrk takut IB akan merugikan owner konvensional bank?
rasanya kok tidak.. baik konvensional maupun IB ownernya ya 
pihak sama. keuntungannya mengalir ke kantong sama. sejauh 
ini, hanya muamalat yg tak dimiliki lembaga berdivisi bank 
konvensional.

bagi saya, pemerintah berhak memberi insentif kepada sektor 
tertentu, termasuk IB. yg namanya insentif, berkonsekuensi 
pd turunnya neraca pemasukan pemerintah. secara "politis", 
kebijakan seperti ini mungkin diserang sebagian ekonom sbg 
intervensi. :)

nah, intervensi ini layak ditolak jika merugikan rakyat 
banyak. dalam kasus pencabutan pajak ganda IB, apakah 
masyarakat luas dirugikan? kalo tidak, kenapa ditentang? 


salam,
*rif


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo <sesaw...@...> 
wrote:
>
> Saya setuju Bung Ari,
> Ini yang saya sebut belum kreatif dan masih berkutat pada simbol/formalisme. 
> Konsekuensi adanya underlying asset dan metode murabahah adalah pengenaan PPN 
> 10% terhadap penyerahan aktiva tetap sebagaimana dimaksud UU PPN, khususnya 
> Pasal 1A dan Pasal 16D. Pernah ada rumusan usulan berdasarkan pertimbangan 
> keadilan, bahwa transaksi model sukuk dan murabahah ini dikecualikan dan 
> dikelompokkan sebagai 'transaksi alternatif'. Jika pertimbangannya itu, 
> bukankah ini justru membuka pintu bagi orang2 kreatif untuk merancang model 
> sejenis sebagai alternatif, dan implikasinya adalah selalu dibutuhkan aturan 
> baru?
> 
> Sebagai ilistrasi lain. Keuntungan dari obligasi konvensional misalnya, 
> dipotong PPh bunga Obligasi sebesar 20%, sedangkan keuntungan sukuk Ijarah 
> dianggap sebagai keuntungan sewa yang dipotong 2% dan 10% untuk tanah 
> dan/atau bangunan. Di sini justru obligasi konvensional diperlakukan tidak 
> adil? Jika demikian boleh meminta perlakuan lain dong?
> 
> Nah, hemat saya, biarkan secara alami IF ini tumbuh, bukan karena intervensi 
> pemerintah, apalagi dipaksakan melalui UU bernuansa syariah. Saya sependapat 
> dg Bang Poltak, harus lebih menukik ke pokok soal dan hal2 prinsipiil, apa 
> kelebihan yang bisa ditawarkan dan itu meyakinkan.
> 
> salam,
> 
> pras
> 
> 
> 
> 
> ________________________________
> Dari: Ari Condro <masar...@...>
> Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
> Terkirim: Sab, 10 April, 2010 00:56:34
> Judul: Re: Knapa IB di Indonedsia perkembangannya lambat.......RE: [Millis  
> AKI- stop smoking] Fatwa Bunga Bank Haram 'Suburkan' Bank Syariah
> 
> kenapa double tax ?
> 
> dari sisi pajak, seperti metode murabahah atau cost plus itu kan memang jual
> beli.
> 
> - bank beli dari A.seharga 100
> - bank jual ke B seharga 130
> - B cicil ke bank, angsuran 13 sebesar 10 kali
> 
> wajar transaksi bank beli dari A kena PPN, dan waktu jual ke B kena PPN
> lagi.
> 
> hal serupa terjadi lagi pada sukuk yang memakai underlying assets.  kok bank
> syariah mintanya dispensasi dan posisi enak terus yah ? heheheh :D
> 
> 
> 
> salam,
> Ari

Kirim email ke