Esther,
Saya melihat point penting dari kisah/kasus Esther pribadi di bawah ini, yaitu 
adanya pemaksaan untuk memilih sebuah agama dari 5 agama yang ditetapkan di 
NKRI.

1. Siapa dan forum apa yang memiliki kewenangan menetapkan 5 agama besar adalah 
agama resmi NKRI ?
2. apakah konsekuensi dari seseorang yang tidak mau memilih satu dari 5 agama 
yang ditetapkan oleh "negara" NKRI?
3. Apa motif politik dari "penyesatan" penetapan 5 agama resmi oleh "negara" di 
jaman orde baru ?
4. apakah pengertian sesungguhnya pasal 29 UUD 45 tentang jaminan negara atas 
kebebasan penduduk NKRI untuk memeluk "agama dan kepercayaannya" itu ?  mengapa 
dan siapa yang mempersempit istilah 'agama dan kepercayaannya" menjadi 5 agama 
negara saja ?

Salam,

Iming Tesalonika
Advokat yang melihat banyak penyalahgunaan kekuasaan dalam interpretasi UUD 45, 
dasar kesepakatan fundamental kita berinteraksi di NKRI.




________________________________
From: Ester Indahyani Jusuf <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, November 13, 2008 12:05:52 AM
Subject: [posa-fhui] Mencari cinta


Kawan-kawan, 
Tahun 1996 terjadi pembunuhan di Plabuhan Ratu. Korbannya Ujib Toyib, seorang 
pemuka desa yang jujur dan disegani. Tersangka pelakunya Abah Dayat, yang 
beberapa hari sebelum pembunuhan memang sudah sesumbar akan membunuh Ujib 
Toyib. Abah Dayat adalah seorang preman yang punya hubungan yang amat dekat 
dengan pihan kepolisian. 
  
Pembunuhan ini sarat dengan peistiwa mistis. Awalnya penduduk tidak tahu Pak 
Ujib dibunuh orang. Mereka tidak menemukan mayatnya. Tapi mereka amat yakin Pak 
Ujib yang tidak kembali ke rumah pasti mati dibunuh. Pengetahuan itu berasal 
dari ujar orang-orang pintar setempat. 
  
Penduduk pun lapor ke Polsek Plabuhan Ratu. Polsek dengan sigap mencari Pak 
Ujib di seluruh desa dan sekitarnya. Anjing pelacak pun diturunkan. Anjing 
pelacak hanya bengong di kaki bukit, bingung tidak tahu mau berbuat apa. 
Akhirnya dukun pun bertindak. Setelah berdoa pada penguasa kerajaan langit, 
dukun datang ke kaki bukit tempat anjing polisi duduk terlongong-longong. Pak 
Dukun dos sejenak dan langsung melangkah pasti ke satu pohon. Di balik pohon 
itu ada papan kayu yang ditancap seperti tanda silang di tanah. Begitu ia 
mencabut palang itu anjing pelacak pun tiba-tiba hilang kantuknya. Langsung 
melonjak dan bergerak cepat. Tak jauh dari sana si anjing menemukan ceceran 
darah, yang ditelusuri sampai puncak bukit. Di sana tubuh Pak Ujib ditemukan 
sudah penuh belatung dengan kepala hangus seperti arang. 
  
Penduduk amat marah pada Abah Dayat. Mereka berharap polisi segera menangkap si 
abah yang penuh tato ini. Tapi mereka tercengang. Di kantor polisi mereka lihat 
Abah riang gembira bercengkerama dengan polisi, bahkan dengan congkaknya duduk 
di atas mobil polisi. Penduduk jadi sadar, tidak akan ada keadilan untuk Pak 
Ujib. Dalam kemarahan yang sangat mereka lalu mengadakan perundingan di tengah 
malam. Mereka sepakat menghancurkan kantor polisi yang melindungi Abah Dayat. 
Ratusan orang di tengah malam menyerbu dan membakar kantor Polsek Plabuhan 
Ratu. Itu adalah pembakaran kantor polisi pertama kalinya di era rejim 
Soeharto. Kantor polisi pun hangus hampir rata dengan tanah. 
  
Jajaran kepolisian amat tersinggung dengan tindakan penduduk. Mereka 
mengerahkan ratusan polisi bersenjata lengkap menyerbu perumahan penduduk. 
Setiap laki-laki muda yang mereka temukan di desa ditangkap. Puluhan orang 
tertangkap. Semua yang tertangkap merasa seperti bertemu dengan malaikat maut.  
Mereka mengaku disiksa di luar batas. 
  
Pihak kepolisian amat kaget waktu kami datang memberi bantuan hukum pada para 
tahanan. Kami meminta Polisi menghentikan praktek penyiksaan pada para tahanan. 
Penyiksaan pun dihentikan. Para tahanan diperlakukan dengan amat baik dan 
diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. 
  
Penduduk pun amat terkejut waktu kami bersedia datang menangani perkara ini 
sampai selesai. Saya berulangkali harus datang sendiri dan menginap di desa 
untuk keperluan bantuan hukum. Penduduk amat menghargai. Mereka memberi saya 
tempat istirahat terbaik: di kamar almarhum Pak Ujib. Kerap kali di tengah 
malam saya mendengar ketukan di depan pintu kamar saya. Setiap kali saya buka, 
tidak ada seorang pun di sana. Ketika saya ceritakan pengalaman saya pada 
penduduk mereka saling berpandangan. Kesimpulan mereka itu adalah pekerjaan 
mistik Abah Dayat. Saat itu saya terlalu lelah untuk memikirkan soal Abah Dayat 
maupun ketukan-ketukan di pintu kamar.saat tengah malam. Prioritas saya di 
malam hari adalah segera tidur mengumpulkan tenaga. 
  
Usai perkara ini penduduk amat berterima kasih pada saya. Mereka bersama-sama 
menemui saya untuk berterima kasih. “Bu Ester, kami mau mempertemukan Ibu 
dengan Nyai:, ujar mereka. “Kami orang miskin, tapi Nyai kaya. Ibu bisa minta 
apa saja pada Nyai sesuai kebutuhan Ibu. Kami sarankan Ibu meminta emas”. Saya 
kaget bukan kepalang saat itu. Nyai yang mereka maksud adalah Nyai Roro Kidul. 
Ada satu tempat di daerah Plabuhan Ratu di mana setiap malam tertentu laut akan 
berubah, bercahaya, bening seperti kaca. Di sana datanglah ratusan orang dari 
berbagai tempat ingin bertemu Nyai dan memohon berkah. Konon, Nyai akan 
mengabulkan permintaan mereka sesuai dengan hikmat Nyai. Benda-benda pemberian 
Nyai akan muncul dari dalam laut selatan dan menghampiri tiap pemohon. 
  
Bulu kuduk saya saat itu langsung berdiri. Dengan alasan saya lelah dan harus 
pulang segera ke Jakarta maka saya menolak bertemu dengan Nyai. Penduduk 
tampaknya mengerti dan menghargai perbedaan iman saya dengan mereka. Mereka 
lalu menghadiahi saya seekor babi hutan yang tambun. 
  
Beberapa bulan berlalu. Suatu hari saya berkelakar dengan teman. Ia  wartawan 
dari Suara Pembaruan. Saya bercerita tentang tawaran penduduk agar saya mau 
bertemu Nyai dan meminta emas. “Gue sih pingin juga dapat emas sekilo, tapi 
membayangkan tengah malam tiba-tiba Nyai mampir kamar kos gue dan ngetik 
makalah di kamar gue hii... serem..”, kira-kira demikian ucapan saya. 
  
Di luar dugaan saya kawan saya ini amat marah. “Ester kamu jangan menghina Nyai 
ya! Kamu boleh tidak suka pada-Nya, tapi bagaimana pun saya menghormati dan 
mempercayai-Nya! Dia yang mengayomi kehidupan kami suku Sunda di Jawa Barat. 
Dia juga yang membuat tatanan kehidupan berjalan baik. Dia yang memberi ikan 
pada kami. Pada kalian juga!”. Saya meminta maaf padanya. 
  
Hubungan kami jadi baik. Ia lalu mulai membuka realita banyaknya penghayat di 
Indonesia. Mereka dipaksa memilih salah satu agama sebagai agama mereka. 
Kebanyakan mereka memilih Islam atau Katholik. Jika tidak  maka Negara tidak 
akan melayani segala urusan pemenuhan hak sipil mereka. Mereka tidak akan punya 
akta kelahiran, akta perkawinan atau akta kematian. Jenazah mereka pun tidak 
akan bisa dikuburkan. Di beberapa wilayah jika mereka ketahuan adalah penghayat 
yang dianggap tidak ber-Tuhan, mereka akan disingkirkan dari desa bahkan 
dianggap dukun sesat. Jumlah penghayat di Indonesia ini amat besar. Sebagian 
dari mereka mencampurkan aneka agama, kepercayaan dan filsafat dalam keimanan 
mereka pada Tuhan mereka. 
  
Tanggal 6 Desember ini mereka merencanakan mengadakan pertemuan besar di kaki 
gunung Slamet. Pertemuan ini direncanakan dihadiri 250 orang pimpinan penghayat 
dari seluruh Indonesia. Mereka meminta saya hadir dalam pertemuan itu. 
Pertemuan itu adalah langkah mereka untuk menyatukan gerak dan membuat program 
kerja agar Negara mengakui keberadaan mereka dan tidak lagi mendiskriminasi 
mereka. 
  
Para penghayat tidak menangis tentang pahitnya kehidupan mereka. Mereka pun 
pasrah dan menanti hidup bahagia dalam kekekalan suatu saat nanti. Saya yang 
jadi sedih melihat mereka. Seandainya ada cinta buat mereka... 
 
 


      

Kirim email ke