JEMEK DAPAT ANUGERAH SENI DARI PASAR SENI ANCOL JAKARTA

Atas kesetiaannya menggeluti kesenian, tahun ini Jemek mendapat anugerah seni 
dari pengelola Pasar Seni Ancol, Jakarta. Penghargaan tahunan yang diberikan 
kepada seniman yang konsisten hidup dalam berkesenian itu, akan diserahkan 
langsung kepada Jemek Supardi bertepatan dengan malam pergantian tahun baru, 
31/12, di kawasan Pasar Seni Ancol Jakarta. 


Tentu anugerah seni ini sangat berarti bagi Jemek, terlebih kini dirinya tengah 
mempersiapkan sebuah karya yang akan digelar di awal tahun 2008 nanti di Taman 
Budaya Yogya. Berbeda dengan karya Jemek sebelumnya karya yang kini tengah 
dipersiapkan ini, merupakan refleksi dirinya usai melakukan operasi mata 
katarak. Judulnya tidak jauh apa yang ia alami, yakni : Mata Mati.

Jemek Supardi, lahir di Yogya, 14 Maret 1953 ini semula menekuni teater tetapi 
kemudian dia merasa ada kekurangan dalam dirinya untuk mendalami bidang 
tersebut, terutama dalam hal menghafal naskah. Ia pun lantas menjatuhkan 
pilihan pada seni pantomim yang lebih mengandalkan gerak tubuh. Pantomim telah 
ditekuni selama kurang lebih tiga puluh tahun. 

Dunia seni pantomim bagi Jemek Supardi mepakan rahmat Tuhan Yang Maha Esa. 
Artinya, Jemek berkat pantomim dapat menemukan kembali kesadarannya sebagai 
manusia normal. Ia kembali dalam kewajaran manusia yang harus bermasyarakat. 
Kapan Jemek mulai berpentas pantomim? Secara lugas dijawabnya, "Persisnya saya 
lupa. Kalau tidak salah mulai tahun 1976. Pertama kali mendukung pementasan 
pantomim Azwar AN., yang berjudul Malin Kundang di gedung Seni Sono Art Galery. 
Saya pun tidak muncul penuh, hanya telapak tangan dan telapak kaki saja yang 
dilihat penonton. Itulah awal saya ikut pentas pantomim, belum pentas sendiri".

Proses kreatif Jemek dalam mecipta pantomim dilakukan dengan menggeliding. 
Lebih kanjut dipaparkan sebagai berikut:"Dalam mencipta, mime, ya, saya 
menggelinding saja. Seperti dalam kehidupan ini. Saya sudah di cap sebagai 
pantomimer, maka saya harus berkarya. Yang penting bagi saya mengolah tubuh 
supaya luwes, ada ide yang orisinal, keberanian berekspresi dan mementaskannya 
secara serius". Proses yang dilakukan Jemek dengan olah tubuh, yakni bagaimana 
seorang seniman harus bekerja keras menyiapkan dirinya masuk dalam proses 
berkesenian secara total. Dengan demikian pasrah dirilah. Mental, pikiran dan 
tubuh harus lentur. 

Pantomim Jemek sering sensasional. Dia misalkan berpantomim di tempat tak 
lazim, di jalan, kuburan, kereta api, dan Rumah Sakit Jiwa Magelang. Dia juga 
membuat heboh ketika pantomim tak disertakan dalam agenda Festival Kesenian 
Yogyakarta (FKY) 1997. Lantas, dengan pakaian pantomim--kaos hitam-hitam dan 
muka putih--dia berangkat dari rumahnya di Jl. Katamso dan naik becak ke Pasar 
Seni FKY. Tapi, satuan petugas keamanan di Benteng Vredeburg mencegat dan 
menggelandangnya. Dia lalu menggelar pantomim Pak Jemek Pamit Pensiun di 
sepanjang Malioboro. Jalan itu pun macet total.

Dia juga pernah berpantomim sepanjang Yogyakarta-Jakarta bolak-balik naik 
kereta api. Saat maraknya aksi mahasiswa menuntut Presiden Soeharto mundur, 
Jemek menggelar aksi diam dari Yogya hingga Jakarta. 

Jemek jadi buah bibir ketika menggelar Bedah Bumi (1998). Di pentas itu dia 
"mati" dan "dikubur" di Makam Kintelan tempat para Pahlawan Revolusi 
dimakamkan. Jemek menyewa 10 tukang becak untuk membawa 10 peti mati, satu peti 
berisi dirinya. Di makam, peti-peti diturunkan dan seorang rois membacakan doa 
orang mati. Lalu Jemek muncul dari peti, melepas kostumnya hingga tinggal 
berkain putih, lalu berkeliling makam, bertanya pada nisan-nisan di mana liang 
kuburnya.

Karya seni mime Jemek Supardi biasanya dibawakan tunggal dan kolektif. Dekade 
1970-an merupakan masa proses pencarian mime Jemek Supardi, yang terangkum 
dalam karya repertoarnya yang berjudul: 

  a..     Sketsa-sketsa Kecil (1979) 
  b..     Dokter Bedah (1981)  
  c..     Perjalanan hidup dalam gerak (1982) 
  d..     Jemek dan Laboratorium, Jemek dan teklek, Jemek dan Katak, Jemek dan 
Pematung, Arwah Pak wongso, Perahu Nabi Nuh (1984) 
  e..     Lingkar-lingkar, Air, Sedia Payung Sesudah Hujan, Adam dan Hawa, 
Terminal-terminal, Manusia Batu (1986) 
  f..      Kepyoh (1987) 
  g..     Patung selamat datang, Pengalaman Pertama, Balada Tukang beca, 
Halusinasi, Stasiun, dan Wamil (1988) 
  h..     Soldat (1989) 
  i..     Maisongan (1991) 
  j..     Menanti di Stasiun, Sekata Katkus du Fulus  (1992) 
  k..     Se Tong Se Teng Gak (1994) 
  l..     Termakan Imajinasi (1995) 
  m..     Pisowanan, Kesaksian Udin, Kotak-kotak, Pak Jemek Pamit Pensiun 
(1997) 
  n..     Badut-badut republik atau Badut-badut Politik, Bedah Bumi atau 
Kembali ke Bumi, Dewi Sri Tidak menangis, Menunggu Waktu, Pantomim 
Yogya-Jakarta di Kereta (1998) 
  o..     Kaso Katro (1999) 
  p..     Eksodos (2000) 
  q..     1000 Cermin Pak Jemek (2001) 
  r..     Topeng-topeng (2002) 
  s..     Air Mata Sang Budha (2007). 

Mas Jemek yang sudah mencurahkan hidupnya di pantomim saat ini pun tetap 
tinggal di  Jl. Brigjen Katamso No. 194 Yogyakarta INDONESIA 55152, bersama 
sang isteri Tredha Maryati dan putrinya Sekar Kinanthi Rahina bahkan tetap 
setia menunggui Simboknya. Boleh dikata kelurga Jemek suatu hal yang unik, 
istirnya adalah seorang pelukis, sedang anaknya adalah seorang penari (kini 
masih kuliah di ISI Yogyakarta).


TTD
Jemek Supardi
www.jemeksupardi.multiply.com
www.jemekmime.blogspot.com

mediacare
http://www.mediacare.biz

Kirim email ke