Tuesday, January 5, 2010 at 8:33pm
Judul: Mengeja September: Antologi Cerpen Joglo 7 – Seri Dokumentasi Sastra Pengarang: W Wharek AM & Yudhi Heriwibowo (Penyunting) Penerbit: Taman Budaya Jawa Tengah Cetakan: Ke-1 (Oktober 2009) Tebal: 80 halaman Genre: Antologi cerpen Dalam dunia sastra, karya adalah sesuatu yang berdiri sendiri. Ia nggak kayak barang-barang di industri pop, yang ukuran kecemerlangannya dilihat melulu dari laku terjual apa enggak. Buku antologi cerpen sastra, seperti yang satu ini, udah cukup jadi berharga hanya karena ia ada. Titik. Dihadirkan dengan judul panjang, Mengeja September: Antologi Cerpen Joglo 7 – Seri Dokumentasi Sastra, antologi semacam ini nggak perlu jadi keren, kinclong, atau memikat. Cukup karena ia eksis, sumbangsihnya udah cukup terasa. Nggak perlu lagi ditambah syarat-syarat yang lain, apalagi yang sesepele soal penjualan. Mengeja September diterbitin oleh Taman Budaya Jawa Tengah, penerbit milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah. Dua belas cerpen tersaji dalam antologi ini. Cukup semarak bila dilihat dari latar belakang para penulisnya, yang berdomisili mulai Solo dan Pati hingga Banyuwangi dan Tanah Karo. Karena ini bukan antologi cerpen untuk remaja, maka tema dan muatan yang diusung ke-12 cerpen ini pun amat beragam dan kerap tak terduga-duga. Cerpen pembukaannya aja udah cukup serius, karena berlatar belakang peristiwa G30S/PKI tahun 1965 lalu (Mengeja September oleh Eka Bahari, yang ternyata adalah kontributor g-Mag di Solo!). Kemudian muncul kisah fantasi tentang roh korban tsunami yang sudah ada di alam kelanggengan dan bertemu malaikat (Dari Tsunami ke Surga oleh Viddy AD Daery) serta kemiskinan parah seorang pemulung yang berkhayal mendapat marjan senilai Rp 500 juta (Sampah Bertuah oleh Shofi Al Khansa’). Satu-satunya cerpen dengan cerita yang lumayan “ramah lingkungan” untuk ABG hanyalah Hidup ini Indah… Namaku Stroberi (Lis Dhaniati). Menyinggung geliat dunia jejaring sosial Facebook, cerpen ini bertutur tentang misteri insiden bunuh diri seorang kawan yang bernama Bulan. Tentu, sebuah antologi cerpen sastra tak afdal bila nggak disertai pengantar yang analitik dan empirik. Ditulis oleh Beni Setia, pengantar di Mengeja September mencoba mengulas setiap judul cerpen yang terhidang dengan bahasa mahasiswa yang rumit, berkelas, dan jelas nggak semua orang bisa paham. Buku Mainstream Secara kemasan, jelas Mengeja September masih kalah jauh dari buku-buku mainstream terbitan penerbit-penerbit gede yang emang mengejar angka penjualan. Baik dari pilihan kertas (terutama untuk kaver) maupun desain perwajahan, antologi ini masih berpenampilan terlalu polos sehingga lebih mirip buku pelajaran sekolah. Tapi untuk sebuah buku sastra, sudah pasti ukurannya nggak berada di titik itu. Biarpun hanya diterbitin independen dengan edisi hasil print out komputer yang lantas diperbanyak dengan fotokopi, sebuah buku sastra udah layak mendapatkan apresiasi karena keberhasilannya untuk muncul menjadi karya yang bermanfaat bagi audiens. Mengeja September pun tak luput dari apresiasi serupa. Dan lebih lagi, buat pembaca ABG kayak kita, membaca cerita-cerita yang berada jauh di luar ranah romans cinta-cintaan bakal memberi tambahan wawasan yang jauh bermanfaat daripada tiap hari asyik masyuk dengan lirik menye-menye dari Lyla, Angkasa, atau Wali! written by wiwien wintarto (Gradasi Edisi November 2009) Updated about 2 months ago · Comment · LikeMpick likes this.majalah gradasi rama: wah nang kene kari ono siji. tanyalah ke panitianya (miftahul) :) whani: siap. nanti tinggal ngontak2 temen2 di soloJanuary 7 at 12:46ammajalah gradasi harus selalu muantep. ben payu...January 11 at 8:59pmWibowo Prasetyo tks mas note-nya... menarik.January 12 at 10:45pmmajalah gradasi thanks juga..January 21 at 7:51pm ___________________________________________________________________________ Dapatkan alamat Email baru Anda! Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/