JazakallaHu Khairan akhil kariim atas jawaban antum, semoga Allah Ta'ala memudahkan urusan antum dan meluaskan ilmu diinul Islam ini untuk antum. BarakallaHu fiikum.
Satu lagi akhil kariim (biar ana tidak salah tangkap), berkaitan dengan kitabnya Imam asy Syaukani "as Sail al Jarraar", artinya kitab itu merupakan syarah atas Kitab "Hadaa'iq al Azhaar", sebagaimana beliau mensyarah kitabnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah kemudian beliau beri judul "Nailul Authar", benarkah demikian ? BarakallaHu fiikum Abu Hasan as-Shoqiil al-Muhannad <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Budi Ari <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Assalamu'alaykum, Ikhwah fillah, ana ingin bertanya : 1. Apakah pembahasan hadits mu'anan terbatas hanya pada pembahasan hadits mudallas saja? Lalu bagaimana kedudukan hadits mu'annan (hadits yang memiliki lafazh inna atau 'anna) apakah disamakan dengan hadits mu'anan (hadits yang memiliki lafazh 'an)? 2. Di dalam pembahasan fiqh, suka dikutip pendapat madzhab al Hadawiyah, dinishbahkan kepada siapakah madzhab al Hadawiyah tersebut? 3. Yang mana penulisan yang lebih tepat: Ibnu Qayyim atau Ibnul Qayim? JazakallaHu khairan atas jawabannya Abu Hasan ======== wa'alaikumussalam warahmatullah bismillahirrahmanirrahiim Pembahasan tentang hadits mu'an'an (bil 'ain) tidak selamanya hanya berkaitan dengan tadlis atau hadits mudallas. Malahan ketika al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairy al-Naisabury ketika memaparkan permasalahan hadits mu'an'an di muqaddimah kitab beliau (al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar Min al-Sunan Bi Naql al-'Adl 'An al-'Adl 'An Rasuulillah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam/ yang terkenal dengan sebutan Shahih Muslim) sama sekali bukan yg berhubungan dengan tadlis, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi dengan shighah ada' 'an (bil 'ain), rawi tersebut tsiqah dan bukan mudallis, kemudian berdasarkan tarikh, rawi itu mu'asharah (semasa) dengan al-marwy 'anhu (orang yg rawi tersebut mengambil riwayat darinya). Dalam muqaddimah tersebut, al-Imam Muslim membantah qaul yg mengatakan bahwa hadits mu'an'an seorang tsiqah ghairu mudallis tidak diterima meskipun dia mu'asharah dengan al-marwy 'anhu, sampai diketahui bahwa rawi tersebut diketahui bahwasannya ia mendengar dari al-marwy 'anhu. Khulashah dari masalah ini di muqaddimah beliau adalah: 1- Beliau (al-Imam Muslim) membantah qaul tersebut di atas, bahkan juga membid'ahkannya. 2- Beliau mensyaratkan dalam menerima hadits mu'an'an (bil 'ain) 3 syarat selain syarat yg lazim pada rawi ('adalah dan dhabth): a- Rawi tersebut BUKAN MUDALLIS. b- Rawi tersebut mu'asharah dengan al-marwy 'anhu. c- Tidak adanya qarinah bayyinah yg menunjukkan bahwa rawy tersebut tidak mendengar dari al-marwy 'anhu, seperti misalnya terlalu jauhnya negeri. 3- Beliau menukil ijma' untuk qaul yg dipegangnya tersebut. 4- Beliau tidah mensharihkan siapa nama shahibul qaul al-marduud 'alaih. Nah, para ulama sesudah beliau tidak pernah menyinggung lagi permasalahan ini sampai datanglah al-Qadhy 'Iyaadh al-Yakhshuby al-Maghriby al-Maaliky (w 544 H) mensyarah shahih Muslim, kemudian dsitu beliau (al-Qadhy 'Iyaadh) menisbahkan qaul yg dibantah oleh al-Imam Muslim tersebut adalah qaul guru al-Imam Muslim, yaitu al-Imam Abu 'Abdillah Muhammad ibn Isma'il ibn Ibrahim al-Ju'fy al-Bukhary yg tiada lain adalah penyusun kitab "al-Jaami' al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar Min Umuur Rasulillahi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Wa Sunanihi Wa Ayyaamihi" yg terkenal dengan sebutan Shahih al-Bukhaary. Nah, ingat kapan al-Qadhy 'Iyadh hidup (w 544 H) dan kapan dua imam besar tersebut hidup (akhir abad kedua-awal abad ketiga hijriyah)!!!! Namun, para ulama -rahimahumullah- sesudah al-Qadhy 'Iyadh yang menyusun kitab-kitab musthalah, hampir tidak pernah meninggalkan qadhiyah ini, khususnya ketika berbicara tentang tafdhil antara shahihain (shahih al-Bukhary dan shahih Muslim), mulai dari al-Imam Abu 'Amr Ibn Shalah al-Syahrazuury (w 643 H) dalam kitabnya "Ma'rifatu Anwaa' 'Ilm al-Hadiits" yg terkenal dengan sebutan "Muqaddimah Ibn Shalah", sampai al-Hafidh Abul Fadhl Ahmad ibn 'Ali Ibn Hajar al-'Asqalaany dalam "Nuzhatun Nadhar Fi Taudhiih Nukhbatil Fikar Fi Mushtalahi Ahlil Atsar". Al-Imam Abul Faraj Ibn Rajab al-Hanbaly pun lumayan panjang pemaparannya untuk masalah ini di Syarh 'Ilal al-Tirmidzy. Bahkan seorang ulama ada yg menyusun kitab khusus untuk membahas permasalahan ini, yaitu al-Imam Ibn Rusyaid al-Fihry (Abu 'Abdillah Muhammad ibn 'Umar ibn Muhammad al-Fihry w 721 H) dalam kitabnya "al-Sanan al-Abyan Wa al-Maurid al-Am'an Fi al-Muhaakamah Baina al-Imaamain Fi al-Sanad al-Mu'an'an". Intinya, setelah al-Qadhy 'Iyaadh, para ulama mengikuti beliau mengatakan bahwa al-Imam al-Bukhary dalam menerima hadits mu'an'an seorang tsiqah ghairu mudallis mensyaratkan bahwasannya rawi tersebut harus diketahui sama'-nya dari al-marwy 'anhu, tidak cukup dengan mu'asharah saja. Nah, dari sinilah para ulama ketika memaparkan tafdhil baina al-shahihain salah satu sebab mengapa Shahih al-Bukhary lebih unggul daripada Shahih Muslim yaitu karena itu tadi, sebagaimana yg dikatakan al-Qadhy 'Iyaadh bahwasannya syarat al-Imam al-Bukhary lebih ketat daripada al-Imam Muslim, karena al-Bukhary mensyaratkan harus diketahui sama' atau liqa' nya, sedangkan Muslim hanya cukup dengan mu'asharah. Sekali lagi masalah ini fi ghair al-mudallis, yaitu apa hukum hadits mu'an'an yang diriwayatkan oleh tsiqah ghairu mudallis, jika rawi tersebut diketahui semasa (mu'asharah) dengan al-marwy 'anhu dan ada kemungkinan mendengar atau bertemu dengannya, tapi tidak ada riwayat sama sekali bahwa rawi tersebut benar2 mendengar atau bertemu dengan al-marwy 'anhu. Memang sejak al-Qadhy 'Iyaadh, nadhariyyan laa tathbiiqiyyan (secara teori, bukan praktek) para ulama tentulah merajihkan al-Madzhab al-Mansuub ilal Bukhaary dibanding mazhab yg dibela dan disokong habis-habisan oleh al-Imam Muslim dalam qadhiyah ini. Tapi yg menjadi pertanyaan besar adalah... SEJAUH MANA KEBENARAN NISBAH MAZHAB TERSEBUT (PENSYARATAN HARUS DIKETAHUI SAMA' ATAU LIQA'NYA) TERHADAP AL-IMAAM AL-BUKHAARY? Atau sharihnya, benarkah qaul yang dibantah dan dicaci bahkan dibid'ahkan oleh al-Imam Muslim di muqaddimah shahihnya bahkan beliau menukil ijma' bahwa qaul yg beliau sokong itu yg benar, benarkah qaul yg dibantah tersebut adalah qaul gurunya yg tak lain adalah al-Imam al-Bukhaary ?? Lebih jauh tentang masalah ini silakan baca di buku yg ditulis al-Syaikh al-Syarif Hatim ibn 'Arif al-'Auni al-'Abdaly, dosen hadits Umm al-Qura University yg judulnya "Ijmaa' al-Muhadditsiin 'Ala 'Adam Isythiraath al-'Ilm Bi al-Samaa' Fi al-Hadiits al-Mu'an'an Baina al-Raawiyain al-Muta'aashirain". Dari judulnya jelas sekali isi buku tersebut adalah membela madzhab al-Imam Muslim dan membantah nisbah syarath yang dinisbahkan oleh al-Qaadhy 'Iyaadh kepada al-Imam al-Bukhaary. Dengan kata lain, al-Imam al-Bukhaary (menurut Syaikh Haatim dalam buku tersebut) tidak pernah mensyaratkan dalam menerima hadits mu'an'an harus diketahui sama' atau liqa'nya dengan al-marwy 'anhu. Atau dengan kata lain, al-Imaam al-Bukhaary sepakat dengan al-Imaam Muslim. Antum bisa download buku ini di saaid[dot]net. Beberapa point penting yang saya ingat dari buku tersebut adalah: 1. al-Imaam al-Bukhary tidak pernah mengatakan sharih dalam satupun bukunya tentang syarat yg dinisbahkan kepada beliau oleh al-Qaadhy 'Iyaadh. 2. Para ulama yg datang setelah al-Qaadhy 'Iyaadh tidak pernah membahas kebenaran nisbah qaul atau syarat tersebut kepada al-Imam al-Bukhaary, mereka -rahimahumullah- hanya membahas tarjih antara dua qaul, yaitu qaul yang disokong oleh al-Imam Muslim dan qaul yang dibantahnya yang oleh al-Qadhy 'Iyaadh dinisbahkan kepada al-Imam al-Bukhary. 3. al-Qadhy 'Iyaadh tidak pernah mendatangkan dalil atas penisbahan qaul tersebut kepada al-Imam al-Bukhaary. 4. al-Imam Muslim meski beliau tidak mensyaratkan sama' atau liqa' dalam menerima hadits mu'an'an, tapi beliau juga mempertimbangkan qarinah yg menunjukkan bahwa rawi jelas-jelas tidak bertemu dengan al-marwy 'anhu, jika ada qarinah seperti itu maka tentulah beliau menolak hadits mu'an'an tersebut, namun jika qarinah kesitu tidak ada, maka beliau kembali ke al-Ashl, yaitu menerima hadits mu'an'an tersebut dengan syarat yang saya sebutkan tadi di awal tulisan ini (khulashah muqaddimah). 5. Syaikh Haatim mengemukakan 15 dalil untuk menolak penisbatan syarat sama' atau liqa' tadi kepada al-Imam al-Bukhaary, diantara yang ana ingat dalil tersebut adalah: a. Ijma' yg dinukil oleh al-Imam Muslim dan juga dinukil oleh beberapa ulama sesudah beliau, yaitu: Abu 'Umar Ibn 'Abdil Barr al-Andalusy dalam kitabnya "al-Tamhiid Limaa Fi al-Muwaththa' Min al-Ma'aany Wa al-Asaaniid", Abu 'Abdillah al-Haakim al-Naisabury dalam kitabnya "Ma'rifat 'Uluum al-Hadiits Wa Kammiyat Ajnaasihi", al-Khathib al-Baghdaady dalam "al-Kifaayah Fi Ma'rifat Ushul 'Ilm al-Riwaayah", dan Ibn Hazm (Abu Muhammad 'Ali ibn Ahmad ibn Sa'id) al-Andalusy al-Dhaahiry dalam "al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaaam". b. Kasarnya lafadh yang digunakan al-Imam Muslim ketika menyebut qaul yg dibantahnya, bahkan dibid'ahkannya, apakah ma'quul (logis) seorang al-Imam Muslim membid'ahkan qaul gurunya yaitu al-Imam al-Bukhaary, apalagi dengan bahasa yg kasar. c. Praktek al-Imam al-Bukhary sendiri dalam kitab shahihnya dalam menerima hadits mu'an'an dimana beliau tidak mukhalafah dengan al-Imam Muslim. d. Diamnya para ulama selama paling tidak sekitar 2 abad lebih semenjak al-Imam Muslim memaparkan masalah ini sampai al-Qadhi 'Iyaadh (w 544 H) datang. Ini yang ana ingat, lebih lanjut silakan baca sendiri buku tersebut, sebagai perbandingan, baca juga "Mauqif al-Imaamain al-Bukhaary wa Muslim Min Isythiraath al-Luqyaa Wa al-Samaa'" oleh Syaikh Khalid al-Duraisy, kalo nggak salah ada juga di web yg ana tulis di atas. Baca juga kitab Ibn Rusyaid tadi dan pemaparan al-Imam Ibn Rajab al-Hanbaly tentang masalah ini di Syarh 'Ilal al-Tirmidzy. Kemudian soal hadits mu'an'an (bil hamzah) atau mu'annan (juga bil hamzah) biasanya pembahasan hukumnya diikutkan hadits mu'an'an (bil 'ain), itu karena keduanya sama-sama mengandung ihtimal ittishal dan inqitha'. Tentang hadawiyah, kalo nggak salah, yang ana ingat adalah nisbah ke salah satu madzhab fiqih orang-orang syi'ah zaidiyah (zaidiyah nisbah ke Zaid ibn 'Ali Zain al-'Aabidiin ibn Husain ibn 'Ali Ibn Abi Thaalib) yang kebanyakan di Yaman. Hadawiyah ini nisbah kepada al-Haady Yahya ibn al-Husain (w 298 H). Kitab Hadaa'iqul Azhaar yang disyarh oleh al-Imam al-Syaukaany adalah kitab madzhab Hadawiyah, ingat, kitab yg disyarah lo, bukan syarahnya, syarhnya judulnya "al-Sail al-Jarraar al-Mutadaffiq 'Ala Hadaaiq al-Azhaar". Soal penulisan Ibn al-Qayyim, ana mohon ikhwah yang lebih tahu menjawabnya, yang ana perhatikan biasanya ketika lengkap "al-Jauziyah" -nya disebutkan, maka "QAYYIM" nya tanpa AL, namun jika tanpa "al-Jauziyah" alias disingkat, biasanya QAYYIM nya pake AL. Ini saja yang ana ingat, semoga berfaidah. Wa Billahi al-'Ishmah Wa al-Taufiiq. wassalamu'alaikum warahmatullah __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id Website audio: http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/