Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Ada artikel yang terkait dengan taubat dan pengakuan dosa yang telah
diterjemahkan secara bebas dari sub bab yang terdapat dalam buku versi
Bahasa Inggris "I Want To Repent, But..." (Aku Ingin Bertaubat, Tetapi...)
karya *Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid.* Buku ini sendiri telah
diterjemahkan seluruhnya namun belum dipublikasikan di Maktabah Raudhah
al-Muhibbin, karena menunggu untuk diperiksa terlebih dahulu. Karenanya,
jika ada ikhwah yang bersedia membantu atau mengenal seseorang yang mampu
dan bersedia untuk memuraja'ah terjemahan itu, mohon menghubungi via japri
ke [EMAIL PROTECTED]




Taubat Menghapus Apa Saja yang Datang Sebelumnya







S

eseorang mungkin berkata, "Saya ingin bertaubat, tetapi siapa yang menjamin
bahwa Allah mengampuniku jika aku melakukannya? Aku ingin mengikuti jalan
yang lurus, namun aku sangat ragu. Jika aku mengetahui dengan yakin bahwa
Allah akan mengampuniku, aku tentu akan bertaubat."



Saya berkata sebagai jawaban bahwa perasaan-perasaan keraguan ini sama
dengan apa yang dialami oleh para Sahabat sendiri. Jika engkau memikirkannya
dengan serius mengenai dua riwayat berikut, keraguan yang engkau rasakan
akan sirna, insya Allah.



Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan kisah bagaimana 'Amr bin Al-'Ash
tmasuk Islam. "…Ketika Allah menempatkan rasa cinta terhadap Islam
dalam
hatiku, aku datang kepada Nabi r dan berkata, "Ulurkan tanganmu agar aku
dapat berbai'at kepadamu. Beliau mengulurkan tangannya namun aku menarik
kembali tanganku. Beliau bertanya, "Ada apa wahai 'Amr?" Aku berkata, "Ada
sebuah syarat." Beliau bertanya. "Apa itu?" Aku berkata, "Dosa-dosaku
diampuni." Beliau berkata, "Tidakkah engkau mengetahui, wahai 'Amr, Islam
menghapus apa yang datang sebelumnya, hijrah menghapus apa yang datang
sebelumnya, dan Haji menghapus apa yang datang sebelumnya?"



Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas t bahwa sebagian orang dari kaum
musyrikin membunuh, dan banyak melakukan pembunuhan, berzina dan banyak
melakukan perzinahan. Kemudian mereka datang kepada Muhammad r dan berkata,
"Apa yang engkau katakan dan engkau anjurkan adalah baik. Jika saja engkau
dapat memberitahu kami bahwa ada penjelasan dari apa yang telah kami
lakukan." Kemudian Allah menurunkan wahyu:



*وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ
النَّفْسَ** **الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ** **يَلْقَ أَثَاماً***



"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)," (QS Al-Furqan
[25] : 68)



*قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِن** **رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ
هُوَ** **الْغَفُورُ الرَّحِيمُ***



"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." (QS Az-Zumar [39] : 53)





Haruskah Aku Mengaku Dosa?







S

eseorang berkata dengan penuh kesedihan, "Aku ingin bertaubat, namun apakah
aku harus pergi dan mengakui dosa-dosa yang telah aku lakukan? Apakah ini
syarat untuk bertaubat bahwa aku harus memberitahu hakim (*qadhi*) di
pengadilan mengenai segala hal yang telah aku lakukan, dan memintanya untuk
melaksanakan hukuman yang pantas kepadaku? Apa makna dari kisah yang baru
saja aku baca mengenai taubat Ma'iz dan wanita Ghamidi dan tentang laki-laki
yang mencium seorang wanita di sebuah taman?"



Jawabanku terhadapmu adalah bahwa seorang hamba berhubungan langsung dengan
Allah, tanpa perantara, merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam
iman terhadap Tauhid yang dengannya Allah ridhai. Allah berfirman:



*وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
** **إِذَا دَعَا***



"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a
apabila ia memohon kepada-Ku," (QS Al-Baqarah [2] : 186)



Jika kita meyakini bahwa taubat hanya kepada Allah, maka pengakuan pun hanya
kepada Allah. Bahkan Nabi r mengucapkan dalam doanya memohon ampunan:



*أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي*



"…aku mengakui kepada-Mu nikmat-Mu kepadaku, dan aku mengakui dosaku
kepada-Mu…" (HR Bukhari). Ini adalah pengakuan kepada Allah.



Demi kemuliaan Allah, kita tidak seperti orang-orang Kristen, dengan
pendeta, tempat pengakuan dosa, dokumen pengampunan, dan lain-lain.



Sungguh, Allah telah berfirman:



*أَلَمْ يَعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ***



"Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya…" (QS At-Taubah [9] : 104)



Dia menerima taubat hamba-Nya tanpa mediator atau perantara.



Adapun menerima hukuman, jika amalan (dosa) itu tidak mendapat perhatian
resmi (yakni secara hukum –pent.) dari Imam, penguasa, atau qadhi, seseorang
tidak perlu datang kepada mereka dan mengakuinya. Jika Allah telah menutupi
dosa seseorang, tidak mengapa baginya menutupi dosanya sendiri. Cukup
baginya bertaubat kepada Allah, dan perkaranya antara dia dengan Tuhannya.
Salah satu nama Allah adalah As-Sittir, berarti Dia yang Maha Menutupi atau
menyembunyikan (kesalahan hamba-Nya), dan Dia menyukai hamba-Nya untuk
menyembunyikannya. Mengenai sahabat Ma'iz, wanita Ghamidi dan laki-laki yang
mencium gadis di taman, mereka semua melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan
atas mereka untuk dilakukan, semoga Allah meridhai mereka semuanya, karena
mereka sangat ingin mensucikan diri mereka. Dalil untuk hal ini adalah
kenyataan bahwa Nabi r berpaling, dari Ma'iz dan dari wanita Ghamidi pada
awalnya. Ketika Umar berkata kepada laki-laki yang telah mencium gadis di
taman, "Allah telah menutupi dosanya. Seharusnya dia sendiri menutupi
dosanya," Nabi r tetap diam, menunjukkan bahwa beliau setuju dengan
perkataan itu.



Maka tidak perlu pergi ke pengadilan dan mendaftarkan pengakuan resmi, jika
Allah telah menutupi dosa seseorang. Juga tidak perlu datang kepada imam
sebuah masjid untuk meminta kepadanya melaksanakan hukuman yang sesuai, atau
meminta seorang kawan untuk melaksanakan hukuman cambuk di dalam rumah,
sebagaimana yang dibayangkan sebagian orang.



Kisah berikut ini akan mengajarkan kepadamu bagaimana pentingnya bersikap
hati-hati terhadap sikap sebagian orang yang jahil terhadap orang-orang yang
bertaubat; seorang laki-laki yang ingin bertaubat datang kepada seorang imam
masjid yang jahil, mengakui dosa kepadanya dan bertanya apa yang harus dia
lakukan. Imam itu berkata, "Pergilah ke pengadilan dan akuilah dosamu secara
resmi. Mereka akan melaksanakan hukuman yang sesuai kepadamu. Kemudian kita
akan lihat apa yang akan kita lakukan setelahnya." Laki-laki yang malang ini
menyadari bahwa dia tidak dapat melakukan hal ini, sehingga ia melupakan
niatnya untuk bertaubat dan kembali kepada jalan yang dulu ditempuhnya.



Saya akan menggunakan kesempatan ini untuk menambahkan sebuah komentar yang
penting; mengetahui hukum-hukum Islam, dan mencarinya melalui sumber-sumber
yang benar adalah kepercayaan. Allah berfirman:



*فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ***

* *

*"…*maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidakl mengetahui," (QS An-Nah [16] : 43)



*الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيراً***



"(Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang
lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia." (QS Al-Furqan [25] : 59)



Tidak semua khatib (imam) memiliki kemampuan untuk mengeluarkan fatwa. Tidak
semua imam, muadzin, penceramah atau penutur kisah, memiliki kemampuan untuk
menjalankan hukum kepada manusia. Tetapi seorang Muslim bertanggung jawab
untuk mengetahui darimana dia dapat mengambil hukum. Ini adalah perkara
penting dalam agama. Nabi r takut terhadap apa yang akan menimpa umatnya di
tangan imam yang sesat. Salah seorang salaf berkata: "Ilmu adalah agama,
maka perhatikanlah dari siapa engkau mengambil agamamu." Berhati-hatilah
terhadap perangkap ini, dan hanya berkonsultasi kepada ulama yang terpercaya
jika engkau berada dalam keraguan mengenai sebuah perkara. Wallahu muwaffik.



_________________

Kirim email ke