Merajalelanya Bunyi-Bunyian (Musik) Serta Dianggap Halal

Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil
http://www.almanhaj.or.id/content/676/slash/0

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bersabda.

"Artinya : Pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan 
perubahan muka. 'Ada yang bertanya kepada Rasulullah'. Wahai Rasulullah, 
kapankah hal itu terjadi? Beliau menjawab. 'Apabila telah merajalela 
bunyi-bunyian (musik) dan penyanyi-penyanyi wanita". (Bagian awalnya 
diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2:1350 dengan tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi. 
Al-Haitsami berkata : 'Diriwayatkan oleh Thabrani dan di dalam sanadnya 
terdapat Abdullah bin Abiz Zunad yang padanya terdapat kelemahan, sedangkan 
perawi-perawi yang lain bagi salah satu jalannya adalah perawi-perawi shahih'. 
Majma'uz Zawaid 8:10. Al-Albani berkata : 'Shahih'. Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 
3:216 hadits no. 3559).

Pertanda (alamat) ini telah banyak terjadi pada masa lalu, dan sekarang lebih 
banyak lagi. Pada masa kini alat-alat dan permainan musik telah merata di 
mana-mana, dan biduan serta biduanita tak terbilang jumlahnya. Padahal, mereka 
itulah yang dimaksud dengan al-qainat (penyanyi-penyanyi) dalam hadits di atas. 
Dan yang lebih besar dari itu ialah banyaknya orang yang menghalalkan musik dan 
menyanyi. Padahal orang yang melakukannya telah diancam akan ditimpa tanah 
longsor, kerusuhan (penyakit muntah-muntah), dan penyakit yang dapat mengubah 
bentuk muka, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Dan disebutkan dalam 
Shahih Bukhari rahimahullah, beliau berkata : telah berkata Hisyam bin Ammar 
(ia berkata) : telah menceritakan kepada kami Shidqah bin Khalid, kemudian 
beliau menyebutkan sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, 
bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang menghalalkan 
perzinaan, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik. Dan sungguh akan ada 
kaum yang pergi ke tepi bukit yang tinggi, lalu para pengembala dengan 
kambingnya menggunjingi mereka, lantas mereka didatangi oleh seorang fakir 
untuk meminta sesuatu. Mereka berkata, 'Kembalilah kepada kami esok hari'. 
Kemudian pada malam harinya Allah membinasakan mereka dan menghempaskan bukit 
itu ke atas mereka, sedang yang lain (yang tidak binasa) diubah wajahnya 
menjadi monyet dan babi sampai hari kiamat". (Shahih Bukhari, Kitab 
Al-Asyrabah, Bab Maa Jaa-a fi Man Yastahillu Al-Khamra wa Yusammihi bi Ghairi 
Ismihi 10:51)

Ibnu Hazm menganggap bahwa hadits ini munqathi' (terputus sanad atau jalan 
periwayatannya), tidak bersambung antara Bukhari dan Shidqah bin Khalid. 
(Al-Muhalla, karya Ibnu Hazm 9:59, dengan tahqiq Ahmad Syakir, Mansyurat 
Al-Maktab At-Tijari, Beirut)

Anggapan Ibnu Hazm ini disanggah oleh Ibnul Qayyim, dan beliau menjelaskan 
bahwa pendapat Ibnu Hazm itu batal dari enam segi (Tahdzib As-Sunan 5:270-272):

  1.. Bahwa Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan mendengar hadits 
darinya. Apabila beliau meriwayatkan hadits darinya secara mu'an'an (dengan 
menggunakan perkataan 'an/dari) maka hal itu telah disepakati sebagai muttashil 
karena antara Bukhari dan Hisyam adalah sezaman dan beliau mendengar darinya. 
Apabila beliau (Bukhari) berkata : "Telah berkata Hisyam" maka hal itu sama 
sekali tidak berbeda dengan kalau beliau berkata, "dari Hisyam ....."
  2.. Bahwa orang-orang kepercayaan telah meriwayatkannya dari Hisyam secara 
maushul. Al-Ismaili berkata di dalam shahihnya, "Al-Hasan telah memberitahukan 
kepadaku, (ia berkata) : Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami" 
dengan isnadnya dan matannya.
  3.. Hadits ini telah diriwayatkan secara shah melalui jalan selain Hisyam. 
Al-Ismaili dan Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dengan dua sanad yang lain 
dari Abu Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu.
  4.. Bahwa seandainya Bukhari tidak bertemu dan tidak mendengar dari Hisyam, 
maka beliau memasukkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya menunjukkan bahwa 
hadits ini menurut beliau telah sah dari Hisyam dengan tidak menyebut perantara 
antara beliau dengan Hisyam. Hal ini dimungkinkan karena telah demikian masyhur 
perantara-perantara tersebut atau karena banyaknya jumlah mereka. Dengan 
demikian hadits tersebut sudah terkenal dan termasyhur dari Hisyam.
  5.. Apabila Bukhari berkata dalam Shahih-nya, "Telah berkata si Fulan", maka 
hadits tersebut adalah shahih menurut beliau.
  6.. Bukhari menyebutkan hadits ini dalam Shahih-nya dan berhujjah dengannya, 
tidak sekedar menjadikannya syahid (saksi atau pendukung terhadap hadits lain 
yang semakna), dengan demikian maka hadits tersebut adalah shahih tanpa 
diragukan lagi.
Ibnu Shalah 1) berkata : "Tidak perlu dihiraukan pendapat Abu Muhammad bin Hazm 
Az-Zhahiri Al-Hafizh yang menolak hadits Bukhari dari Abu Amir atau dari Abu 
Malik". Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut, kemudian berkata. "Hadits 
tersebut sudah terkenal dari orang-orang kepercayaan dari orang-orang yang 
digantungkan oleh Bukhari itu. Dan kadang-kadang beliau berbuat demikian karena 
beliau telah meyebutkannya pada tempat lain dalam kitab beliau dengan sanadnya 
yang bersambung. Dan adakalanya beliau berbuat demikian karena alasan-alasan 
lain yang tidak laik dikatakan haditsnya munqathi'. Wallahu a'lam. (Muqaddimah 
Ibnush Shalah Fii 'Ulumil Hadits, halaman 32, terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah, 
Beirut, 1398H. Fathul-Bari 10:52)

Saya sengaja membicarakan hadits ini agak panjang mengingat adanya sebagian 
orang yang terkecoh oleh pendapat Ibnu Hazm ini serta menjadikannya alasan 
untuk memperbolehkan alat-alat musik. Padahal, sudah jelas bahwa hadits-hadist 
yang melarangnya adalah shahih, dan umat ini diancam dengan bermacam-macam 
siksaan apabila telah merajalela permainan musik yang melalaikan (almalahi) dan 
merajalela pula kemaksiatan.

Fotnote:
1. Beliau adalah Imam dan Ahli Hadits Al-Hafizh Abu Amr Utsman bin Abdur Rahman 
Asy-Syahrazuri yang terkenal dengan sebutan Ibnu Shalah, seorang ahli agama 
yang zuhud dan wara' serta ahli ibadah, mengikuti jejak Salaf yang Shalih. 
Beliau memiliki banyak karangan dalam ilmu hadits dan fiqih, dan memimpin 
pengajian di Lembaga Hadits Damsyiq. Beliau wafat pada tahun 643H. (Al-BIdayah 
Wan-Nihayah 13:168)

[Disalin dari buku Asyratus Sa'ah, Pasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf 
bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil, MA. edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat 
hal. 108-111, terbitan Pustaka Mantiq, Penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini 
Munir Fadholi].

  ----- Original Message -----
  From: Kusosi Ibnu Abdullatief
  Sent: Wednesday, June 09, 2010 7:36 AM
  Assalaamu 'alaikum Warohmatullohi wa Barokaatuhu.

  Saudara saudara ikhwan di milis sekalian apakah ada yang tahu atau
  mempunyai artikel tentang hukum seputar musik dan nyanyian sesuai
  dengan sunnah karena saya ingin menjelaskan kepada teman teman di kantor
  tetapi kesulitan memaparkan dalil dan landasan dari Alqur'an dan sunnah.

  Jazakallohu khoir atas perhatiannya

  Wassalaamu'alaikum warohmatulloh.

Kirim email ke