TERAPI RASULULLAH MENYEMBUHKAN PENYAKIT CINTA [1]
http://almanhaj.or.id/content/2990/slash/0

MUKADIMAH
Virus hati yang bernama al isyq (cinta), ternyata telah memakan banyak korban. 
Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja nekad bunuh diri disebabkan putus 
cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang 
tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama 
menggembala domba sewaktu kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis 
benar-benar menjadi gila ketika Laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda 
pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya ? Mari kita 
simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnul Qayyim dalam karya besarnya Zadul 
Ma’ad.
___________________________


Beliau berkata, ”Gejolak cinta merupakan jenis penyakit hati yang memerlukan 
penanganan khusus. Disebabkan berbeda dengan jenis penyakit lain, baik dari 
segi bentuk, penyebabnya maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian 
hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat 
penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.”

Allah mengisahkan penyakit ini dalam Al Qur’an tentang dua tipe manusia. 
Pertama, wanita dan kedua, kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak 
laki-laki yang rupawan). 

Allah mengisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al Aziz 
(gubernur Mesir) yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa kaum Luth. Allah 
mengisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth.

وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ(67)قَالَ إِنَّ هَؤُلَاءِ ضَيْفِي 
فَلَا تَفْضَحُونِ(68)وَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ(69)قَالُوا أَوَلَمْ 
نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ(70)قَالَ هَؤُلَاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ 
فَاعِلِينَ(71)لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ(72)

Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) 
kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata, "Sesungguhnya mereka adalah tamuku; 
maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan 
janganlah kamu membuat aku terhina." Mereka berkata, "Dan bukankah kami telah 
melarangmu dari (melindungi) manusia?" Luth berkata, "Inilah puteri-puteri 
(negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang 
halal)." (Allah berfirman), "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka 
terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)." [Al Hijr : 67-72]

KEBOHONGAN KISAH CINTA NABI DENGAN ZAINAB BINTI JAHSY 
Ada sekelompok orang yang tidak mengetahui cara menempatkan kedudukan Rasul 
sebagaimana layaknya. Beranggapan, bahwa Rasulullah tak luput dari penyakit 
ini. Konon, sebabnya ialah tatkala Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat 
Zainab binti Jahsy, seraya berkata kagum, ”Maha Suci Rabb yang membolak-balik 
hati.” Sejak itu Zainab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu Beliau berkata kepada Zaid bin 
Haritsah, ”Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat:

تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ 
عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ 
وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan 
ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya,"Tahanlah terus 
isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam 
hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang 
Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah 
mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu 
dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) 
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah 
menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu 
pasti terjadi. [Al Ahzab:37] [2]

Sebagian orang beranggapan, ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi. 
Bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para nabi 
dan meyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi, karena kejahilannya 
terhadap Al Quran dan kedudukan para rasul. Hingga memaksakan kandungan ayat 
dngan apa yang tidak layak dikandungnya. Menisbatkan perbuatan Rasulullah, yang 
seolah Allah menjauh dari diri Beliau 

Padahal kisah sebenarnya, bahwasannya Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid Ibn 
Haritsah (bekas budak Rasulullah) yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil 
dengan Zaid Ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh 
sebab, itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta 
saran untuk menceraikannya. Maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang 
Zainab. Sementara Beliau pun tahu, bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai 
Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang-orang jika mengawini wanita bekas istri 
anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
dalam dirinya. Rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya. Oleh karena itu 
Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada Beliau dan tidak 
mencelanya karena hal tersebut. Sambil menasehatinya agar tidak perlu takut 
kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya. Sebab Allahlah 
yang seharusnya ditakuti. Jangan sampai Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam 
takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia. 
Setelah itu Allah memberitahukan, bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya 
setelah Zaid menceraikan istrinya. Agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya 
mengenai bolehnya menikahi bekas istri anak angkat. Adapun menikahi bekas istri 
anak kandung, maka hal ini terlarang.sebagaimana firman Allah.

وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ

(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [An Nisa’ : 
23]. 

Allah berfirman dalam surat lain.

مَاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu 
[Al Ahzab : 40]. 

Allah berfirman di pangkal surat ini.

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ

Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). 
Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. [Al Ahzab : 4].

Perhatikanlah bagaimana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan 
terhadap orang-orang yang mencelanya. Wabillahit taufiq.

Tidak dipungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah 
adalah istri yang paling dicintainya. Namun kecintaannya kepada Aisyah dan 
kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi , yakni cinta kepada 
Rabbnya. 

Dalam hadis shahih.

وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنَ النَّاسِ خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ 

Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk 
bumi, maka aku akan menjdikan Abu Bakr (sebagai kekasih).[3] 

KRITERIA MANUSIA YANG BERPOTENSI TERJANGKIT PENYAKIT AL ISYQ 
Penyakit al isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa 
mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan 
kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu 
denganNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang 
terjadi dengan Yusuf alaihis salam.

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا 
الْمُخْلَصِينَ

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, 
dan Yusuf-pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak 
melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya 
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang 
terpilih.….[Yusuf : 24]. 

Nyatalah bahwa ikhlas merupakan immunisasi manjur yang dapat menolak virus ini 
dengan berbagai dampak negatifnya, berupa perbuatan jelek dan keji. Artinya, 
memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan berbagai sarana 
yang menjurus ke arah itu.

Berkata ulama Salaf, “Penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari 
segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman mengenai 
ibu Nabi Musa.

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ

Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan 
rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya. ([Al Qasas : 11].

Yakni kosong dari segala sesuatu, kecuali Musa; karena sangat cintanya kepada 
Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa.

BAGAIMANA VIRUS INI BISA BERJANGKIT ? 
Penyakit al isyq terjadi karena dua sebab. Pertama, karena mengganggap indah 
apa-apa yang dicintainya. Kedua, perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya. 
Jika salah satu dari dua faktor ini tak ada, niscaya virus tidak akan 
berjangkit -walaupun penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan 
sebagian pakar berupaya memberikan terapinya. Namun solusi yang diberikan belum 
mengena.

MAKHLUK DICIPTAKAN SALING MENCARI YANG SESUAI DENGANNYA 
Berkata Ibn Al Qayyim, ketetapan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan hikmahNya 
menciptakan makhlukNya dalam kondisi saling mencari yang sesuai dengannya. 
Secara fitrah saling tertarik dengan jenisnya, dan sebaliknya akan menjauh dari 
yang berbeda dengannya. 

Rahasia adanya percampuran dan kesesuaian di alam ruh, menyebabkan adanya 
keserasian serta kesamaan, sebagaimana adanya perbedaan di alam ruh akan 
berakibat tidak adanya keserasian dan kesesuaian. Dengan cara inilah tegaknya 
urusan manusia. Allah befirman,

:”هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا 
لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا

Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia 
menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. [Al A’raf : 189].

Dalam ayat ini Allah menjadikan sebab perasaan tenteram dan senang seorang 
lelaki terhadap pasangannya karena berasal dari jenis dan bentuknya. Jelaslah 
faktor pendorong cinta tidak bergantung dengan kecantikan rupa. Tidak pula 
karena adanya kesamaan dalam tujuan dan keinginan, ataupun kesamaan bentuk dan 
dalam mendapat petunjuk. Pun demikian tidak dipungkiri, bahwa hal-hal ini 
merupakan salah satu penyebab ketenangan dan timbulnya cinta.

Nabi pernah mengatakan dalam sebuah hadits.

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا 
تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ 

Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal 
sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih. [4]

Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan, bahwa asbabul wurud hadis ini yaitu ketika 
seorang wanita penduduk Makkah yang selalu membuat orang tertawa hijrah ke 
Madinah, ternyata dia tinggal dan bergaul dengan wanita yang sifatnya sama 
sepertinya. Yaitu senang membuat orang tertawa. Karena itulah Nabi Shallallahu 
alaihi wa sallam mengucapkan hadits ini.

Karena itulah syariat Allah menghukumi sesuatu menurut jenisnya. Mustahil 
syariat menghukumi dua hal yang sama dengan perlakuan berbeda atau mengumpulkan 
dua hal yang kontradiktif. Barang siapa yang berpendapat lain, maka jelaslah 
karena minimnya ilmu pengetahuannya terhadap syariat ini atau kurang memahami 
kaedah persamaan dan sebaliknya. 

Penerapan kaidah ini tidak saja berlaku di dunia. Lebih dari itu akan 
diterapkan pula di akhirat. Allah berfirman.

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ 

(kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta 
teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah. [Ash 
Shaffat : 22].

Umar Ibn Khatab dan setelahnya Imam Ahmad pernah berkata mengenai tafsiran 
“azwajahum” yakni yang sesuai dan mirip dengannya.

Allah juga berfirman.

وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ

dan apabila jiwa (ruh-ruh) dipertemukan. [At Takwir : 7]. 

Yakni setiap orang akan digiring beserta dengan orang-orang yang sama 
perilakunya. Allah akan menggiring sesama orang-orang yang saling mencintai 
karenaNya ke dalam surga, dan orang–orang yang saling berkasih-kasihan di atas 
jalan syetan digiring ke neraka Jahim. Mau tidak mau, maka setiap orang akan 
digiring dengan siapa yang dicintainya. Di dalam Mustadrak Al Isyq Hakim 
disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah 
seseorang mencintai suatu kaum, kecuali akan digiring bersama mereka kelak.”[5] 

CINTA DAN JENIS-JENISNYA
Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan. Yang tertinggi dan paling 
mulia ialah mahabbatu fillah wa lillah (cinta karena Allah dan di dalam agama 
Allah). Yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang dicintai Allah, 
dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan RasulNya. Cinta berikutnya adalah 
cinta yang terjalin karena adanya kesamaan dalam cara hidup, agama, madzhab, 
ideologi, hubungan kekeluargaaan, profesi dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.

Diantara jenis cinta lainnya yakni cinta yang motifnya karena ingin mendapatkan 
sesuatu dari yang dicintainya; baik karena kedudukan, harta, pengajaran dan 
bimbingan, ataupun kebutuhan biologis. Cinta yang didasari hal-hal seperti tadi 
-yaitu al mahabbah al ‘ardiyah- akan hilang bersama hilangnya apa yang ingin 
didapatkan dari orang yang dicintainya. Yakinlah, bahwa orang yang mencintaimu 
karena sesuatu, akan meninggalkanmu ketika telah mendapat apa yang diinginkan 
darimu. 

Adapun cinta lainnya yaitu cinta karena adanya kesamaan dan kesesuaian antara 
yang menyinta dan yang dicinta. Mahabbah al isyq termasuk cinta jenis ini. 
Tidak akan sirna kecuali jika ada sesuatu yang menghilangkannya. Cinta jenis 
ini, yaitu berpadunya ruh dan jiwa. Oleh karena itu tidak terdapat pengaruh 
yang begitu besar baik berupa rasa was-was, hati yang gundah gulana maupun 
kehancuran kecuali pada cinta jenis ini.

Timbul pertanyaan, bahwa cinta ini merupakan bertemunya ikatan batin dan ruh, 
tetapi mengapa ada cinta yang bertepuk sebelah tangan? Bahkan kebanyakan cinta 
seperti ini hanya sepihak dari orang yang sedang kasmaran saja? Jika cinta ini 
perpaduan antara jiwa dan ruh, maka tentulah cinta itu akan terjadi antara 
kedua belah pihak dan bukan sepihak saja?

Jawabnya ialah, bahwa tidak terpenuhinya hasrat disebabkan kurangnya syarat 
tertentu. Atau adanya penghalang sehingga tidak terealisasinya cinta antara 
keduanya. Hal ini disebabkan tiga factor. Pertama, bahwa cinta ini sebatas 
cinta karena adanya kepentingan. Oleh karena itu tidak mesti keduanya saling 
mencintai. Terkadang yang dicintai justru lari darinya. Kedua, adanya 
penghalang sehingga seseorang tidak dapat mencintai orang yang dicintanya, baik 
karena adanya cela dalam akhlak, bentuk rupa, sikap dan faktor lainnya. Ketiga, 
adanya penghalang dari pihak orang yang dicintai.

Jika penghalang ini dapat disingkirkan, maka akan terjalin benang-benang cinta 
antara keduanya. Kalau bukan karena kesombongan, hasad, cinta kekuasaan dan 
permusuhan dari orang-orang kafir, niscaya para rasul-rasul akan menjadi orang 
yang paling mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada diri, keluarga dan 
harta.

TERAPI PENYAKIT AL ISYQ 
Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq dapat disembuhkan dengan 
terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut ialah sebagai berikut,

Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih 
cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, 
maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari 
riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam bersabda.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ 
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ *

Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia 
menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa 
dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).

Hadis ini memberikan dua solusi, utama, dan pengganti. 

Solusi pertama adalah menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak 
boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ 
لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*

Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui 
jalur pernikahan.

Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka 
ataupun budak dalam firmanNya.
,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat 
lemah. [An Nisa : 28].

Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan terhadap hambaNya. 
Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya, sehingga 
memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat. 
Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita mereka. 
Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita 
jika mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah keringanan dan 
rahmatNya terhadap makluk yang lemah ini.. 

Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju 
orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini 
bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada dirinya, 
bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi. Lebih baik baginya untuk 
segera melupakannya. Jiwa yang telah memutus harapan untuk mendapatkan sesuatu, 
niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum 
terlupakan, dapat mempengaruhi keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh. 

Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan 
mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang 
mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan 
bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan 
orang-orang yang tidak waras?

Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang karena 
larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya 
itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan ialah dengan 
menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah 
yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai. 

Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap 
menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal. 

Pertama : Karena takut (kepada Allah). Yaitu dengan menumbuhkan perasaan, bahwa 
ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih 
kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu 
yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih 
bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, tentu akan memilih yang lebih tinggi 
derajatnya. Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak 
terlintas dalam pikiranmu menggantikannya dengan kenikmatan sesaat yang segera 
berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, 
ataupun berkhayal terbang melayang jauh, maka ketika tersadar ternyata hanyalah 
mimpi dan khayalan. Akhirnya sirnalah segala keindahan semu. Yang tertinggal 
hanyalah keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.

Kedua : Keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya 
jika gagal melupakan yang dikasihinya. Dia akan mengalami dua hal yang 
menyakitkan sekaligus. Yaitu : gagal mendapatkan kekasih yang diinginkannya, 
serta bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin 
bakal mendapatkan dua hal menyakitkan ini, niscaya akan mudah baginya 
meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta. Dia akan bepikir, bahwa 
sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan kemanusiaannya 
akan memerintahkannya untuk bersabar, demi mendapatkan kebahagiaan abadi. 
Sementara kebodohan, hawa nafsu, kedzalimannya akan memerintahkannya untuk 
mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya. Sungguh, orang yang terhindar ialah 
orang-orang yang dipelihara oleh Allah.

Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak menerima terapi tadi, maka 
hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan 
ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab 
mengikuti hawa nafsu dapat menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan 
yang bakal diterimanya. Lebih parah lagi, dengan memperturutkan hawa nafsu ini 
akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilan 
dan kemaslahatannya.

Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat 
sisi-sisi keburukan kekasihnya dan hal-hal yang dapat membuatnya menjauh 
darinya. Jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya 
dia akan mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya. Hendaklah dia 
banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya tentang 
berbagai kejelekannya yang belum diketahuinya. Sebab sebagaimana kecantikan 
sebagai faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya, maka demikian 
pula kejelekan merupakan pendorong kuat agar dapat membenci dan menjauhinya. 
Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. 
Jangan terperdaya karena kecantikan kulit, dan membandingkannya dengan orang 
yang terkena penyakit sopak atau kusta. Tetapi hendaklah dia memalingkan 
pandangannya kepada kejelelekan sikap dan perilakunya. Hendaklah dia menutup 
matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejelekan yang diceritakan 
mengenai hatinya.

Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir yaitu 
mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah penolong orang-orang yang ditimpa 
musibah jika memohon kepadaNya. Hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya di 
hadapan kebesaranNya sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia 
dapat melaksanakan terapi akhir ini, maka sesungguhnya dia telah membuka pintu 
taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan 
menyembunyikan perasaannya. Jangan menjelek-jelekkan kekasihnya dan 
mempermalukannya di hadapan manusia ataupun menyakitinya. Sebab hal tersebut 
merupakan kedzaliman dan melampaui batas.

PENUTUP
Demikianlah kiat-kiat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Namun ibarat kata 
pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Sebelum terkena virus ini, 
maka lebih baik menghindar. Bagaimana cara menghindarinya? Tidak lain, yaitu 
dengan tazkiyatun nafs. Semoga pembahasan ini bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan Oleh Ahmad Ridwan Abu Fairuz Al Medani. Dari Kitab Zadul 
Ma’ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, Hal. 265-274.
[2]. Ini berita batil yang diriwayatkan oleh Ibn Sa’ad dalam At Tabaqat 
8/101-102, dan Al Hakim 3/23 dari jalan Muhammad Ibn Umar Al Waqidi, seorang 
yang matruk (ditinggalkan). Dan sebagian menggapnya sebagai pemalsu hadis; dari 
Muhammad Ibn Yahya Ibn Hibban, seorang yang tsiqah , namun riwayat yang 
diriwayatkannya dari Nabi seluruhnya mursal. Kebatilah riwayat ini telah 
diterangkan oleh para ulama al muhaqqiqin. Mereka berkata, “Penukil riwayat ini 
dan yang menggunakan ayat ini sebagai dalil atas prasangka buruk mereka 
mengenai Rasulullah, sebenarnya tidak meletakkan kedudukan kenabian Rasulullah 
sebagaimana layaknya, dan tidak mengerti makna kemaksuman Beliau. Sesungguhnya 
yang disembunyikan Nabi di dalam dirinya dan belakangan Allah nampakkan adalah 
berita yang Allah disampaikan padanya, bahwa kelak Zainab akan menjadi 
istrinya. Faktor yang membuat nabi menyembunyikan berita ini tidak lain 
disebabkan perasaan takut beliau terhadap perkataan orang, bahwa Beliau tega 
menikahi istri anak angkatnya . Sebenarnya dengan kisah ini Allah ingin 
membatalkan tradisi jahiliyyah ini dalam masalah adopsi. Yaitu dengan 
menikahkan Rasulullah dengan istri anak angkatnya.Peristiwa yang terjadi dengan 
Rasulullah ini sebagai pemimpin manusia akan lebih diterima dan mengena di hati 
mereka.. Lihat Ahkam Al Quran 3/1530,1532, Karya Ibn Arabi dan Fathul 
Bari8/303, Ibn Kastir 3/492, dan Ruhul Ma’ani 22/24-25. 
[3]. Hadis diriwaytkan oleh Bukhari 7/15 dalam bab Fadhail Sahabat Nabi, dari 
jalan Abdullah Ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2384) dalam 
Fadhail Sahabat, Bab Keutamaan Abu Bakar, dari jalan Abdullah Ibn Masud, dan 
keduanya sepakat meriwayatkan dari jalan Abu Sa’id Al Khudri.
[4]. Hadis Riwayat Bukhari 7/267dari hadis ‘Aisyah secara muallaq, dan Muslim 
(2638) dari jalan Abu Hurairah secara mausul
[5]. Diriwayatkan oleh Ahmad 6/145, 160, dan An Nasai dari jalan ‘Aisyah. Bahwa 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku bersumpah terhadap tiga 
hal, Allah tidak akan menjadikan orang-orang yang memiliki saham dalam Islam 
sama dengan orang yang tidak memiliki saham. Saham itu yakni: Shalat, puasa dan 
zakat. Tidaklah Allah mengangkat seseorang di dunia, kemudain ada selainNya 
yang dapat mengangkat (derajatnya) di hari kiamat. Tidaklah seseorang mencintai 
suatu kaum kecuali kelak Allah akan menggumpulkannya bersama (di akhirat). 
Kalau boleh aku bersumpah terhadap yang keempat dan kuharap aku tidak berdosa 
dalam hal ini, yaitu tidaklah seseorang memberi pakaian kepada orang lain 
(untuk menutupi auratnya), kecuali Allah akan memberinya pakaian penutup di 
hari kiamat.” Para perawi hadits ini tsiqah, kecuali Syaibah Al Khudri (di 
dalam Musnad di tulis keliru dengan Al Isyq Hadrami). Dia meriwayatkan dari 
Urwah, dan dia tidak di tsiqahkan kecuali oleh Ibn Hibban. Namun ada syahidnya 
dari hadits Ibn Masud dari jalur Abu Ya’la, dan Thabrani dari jalur Abu Umamah. 
Dengan kedua jalan ini, maka hadits ini menjadi shahih.                         
            

Kirim email ke