ADAKAH ABORSI YANG BOLEH DILAKUKAN
http://almanhaj.or.id/content/3363/slash/0/adakah-aborsi-yang-boleh-dilakukan/

Syari’at Islam, diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk mewujudkan
kemaslahatan bagi seluruh manusia, untuk menjaga agama, jiwa, harta,
kehormatan dan keturunan. Lima hal pokok ini kemudian disebut dengan
ad-dharûriyatul khams. Segala tindakan yang mengarahkan kepada
pengerusakan terhadap lima perkara pokok yang dilindungi syari’at ini,
dianggap sebagai tindakan kriminal dan dihukumi haram. Pelakunya
diancam dengan berbagai macam hukuman.

Salah satu tindakan kriminal itu adalah aborsi tanpa alasan yang
dibenarkan syari’at. Janin yang sudah diberikan ruh oleh Allah Azza wa
Jalla memiliki hak hidup yang diakui syari’at Islam. Oleh karena itu,
semua pelaku tindakan yang menyebabkan sang janin kehilangan hak
hidup, berhak mendapatkan hukuman.

Syaikh Shalih Fauzân hafidahullâh mengatakan : “Apabila ruh telah
ditiupkan ke dalam kandungan (janin); kemudian janin itu mati karena
aborsi, maka itu salah satu bentuk pembunuhan terhadap jiwa yang
diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla dengan tanpa alasan yang
dibenarkan syari’at. Allah Azza wa Jalla telah menetapkan hukum-hukum
pidana, seperti pelaku berkewajiban membayar diyat sesuai dengan
rincian ketentuan yang ada. Sebagian imam memandang, pelaku
berkewajiban membayar kafarat yaitu memerdekakan budak wanita yang
Mukmin, jika tidak mendapatkannya maka berkewajiban berpuasa selama
dua bulan berturut-turut. Sebagian Ulama menamakan perbuatan ini
dengan al-ma’udatush-shughra (bayi perempuan yang dikubur
hidup-hidup). [1]

Begitu juga yang disampaikan oleh Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah t
ketika ditanya tentang kewajiban seorang tuan yang dengan sengaja
menggugurkan janin hasil persetubuhannya dengan budak wanitanya. Si
tuan berkewajiban membayar ghurrah (denda). [2]

Jadi, hukum asal dari aborsi yaitu haram dilakukan pada berbagai usia
janin. Namun hukum asal ini bisa berubah, ketika ada kondisi darurat,
misalnya nyawa ibu terancam atau berbagai kondisi lainnya. Para Ulama
memberikan ketentuan yang sangat ketat terkait dengan kondisi-kondisi
yang bisa mengakibatkan perubahan hukum asal aborsi. Di antara
kondisi-kondisi yang menyebabkan aborsi menjadi boleh dilakukan yaitu
:

A. Ketika Sang Janin Sudah Mati
Syaikh Muhammad bin Ibrâhîm rahimahullah mengatakan dalam Majmu`
Fatâwa beliau (11/151) : “Tentang usaha menggugurkan kandungan, maka
itu tidak boleh dilakukan selama sang janin belum terbukti sudah mati.
Namun jika sang janin sudah dipastikan mati, maka boleh digugurkan.”
[3]

B. Ketika Keselamatan Sang Ibu Terancam.
Dalam fatwa Lajnah Da`imah disebutkan :
1. Menurut syari’at, hukum asal menggugurkan kandungan dalam berbagai
usia itu tidak boleh.

2. Menggugurkan kandungan pada priode awal yaitu saat usia kandungan
40 hari, tidak boleh dilakukan kecuali untuk mencegah bahaya yang
dikhawatirkan akan terjadi atau untuk mewujudkan maslahah syar’iyyah
(kebaikan yang sesuai syari’at). Semuanya sesuai dengan ketentuan
orang yang ahli, baik secara medis ataupun secara syar’i. Sedangkan
pengguguran kandungan pada masa sekarang ini, yang dilakukan karena
alasan takut susah dalam mendidik anak, atau takut tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup dan memenuhi biaya pendidikan, atau dengan
dalih demi masa depan mereka, atau dengan dalih sudah cukup dengan
jumlah tertentu anak-anak yang sudah didapatkan oleh pasangan suami
istri, maka itu tidak boleh dilakukan.

3. Apabila kandungan itu sudah berbentuk ‘alaqah (segumpal darah) atau
mudhghah (segumpal daging), maka tidak boleh digugurkan, sampai ada
tim dokter yang bisa dipercaya menetapkan bahwa jika membiarkan
kehamilan berlanjut akan membahayakan keselamatan sang ibu.
(Misalnya-pent) dikhawatir akan menyebabkan kematian sang ibu. Jika
ada tim ahli yang menetapkan seperti itu, maka kandungan tersebut
boleh digugurkan setelah menempuh segala upaya untuk menghindari
bahaya tersebut.

4. Setelah priode ketiga dan setelah usia kandungan genap empat bulan,
maka tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan sampai diputuskan oleh
tim dokter spesialis yang bisa dipercaya, bahwa membiarkan janin tetap
berada dalam perut sang ibu bisa menyebabkan kematian ibunya. Itupun
setelah menempuh berbagai upaya untuk menyelamatkan hidup sang ibu.
Rukhshah (keringanan hukum) bolehnya menggugurkan kandungan dengan
syarat-syarat (yang telah disebutkan-pent) ini adalah demi mencegah
bahaya yang lebih besar dari dua bahaya dan untuk mengambil maslahat
yang lebih besar dari dua maslahat. [4]

FATAWA : ABORSI KARENA CACAT FISIK

Syaikh Abdul Azîz bin Abdullâh bin Bâz rahimahullah ditanya : "Jika
selama proses kehamilan, setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui
adanya cacat fisik pada janin, bolehkah kita menggugurkannya?
maksudnya mengeluarkan janin sebelum masa kelahirannya ?

Beliau rahimahullah menjawab :
Tidak boleh, bahkan wajib dibiarkan, karena terkadang Allah Azza wa
Jalla merubahnya. Banyak para dokter telah menyampaikan dugaan-dugaan
mereka, namun Allah Azza wa Jalla membatalkan dugaan mereka, anak
terlahir dengan selamat. Dan (untuk diingat-pent), Allah Azza wa Jalla
menguji para hamba-Nya dengan kesenangan dan juga dengan kesusahan.
Jadi tidak boleh menggugurkan kandungan karena dugaan cacat dari
seorang dokter, bahkan janin itu tetap harus dibiarkan. Jika dia
memang cacat, maka alhamdulillâh si orang tua bisa mendidiknya dan
tetap bersabar mengurusinya. (jika demikian-pent) Kedua orang tuanya
akan mendapatkan pahala yang besar. Mereka juga bisa menyerahkannya ke
panti-panti rehabilitasi yang didirikan oleh pemerintah untuk tujuan
ini. Kedua orang tuanya tidak mendapatkan dosa.

Terkadang keadaan berubah, mereka sudah menduga akan cacat namun pada
bulan kelima atau keenam, kondisinya berubah normal, Allah Azza wa
Jalla memberikan kesembuhan serta faktor-faktor yang menyebabkan cacat
menjadi sirna. [5]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIIi/Jumadil Tsani
1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197
Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. At-Tanbîhât ‘ala Ahkâmin Takhtasshu Bihan Nisâ’, hlm. 25
[2]. Jâmi’ Ahkâmin Nisâ’ 4/607
[3]. At-Tanbîhât ‘alâ Ahkâmin Takhtasshu Bihan Nisâ’, hlm. 26
[4]. Fatâwa Lajnatid Dâimah Lil Buhûts Wal Iftâ`, 21/435-436
[5]. al Fatâwa al Muta’alliqah Bit Thibbi Wa Ahkâmil Mardha, hlm. 275.


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke