SEPULUH KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK
http://almanhaj.or.id/content/3007/slash/0/sepuluh-kesalahan-dalam-mendidik-anak/

Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua 
bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tak sedikit kesalahan dan kelalaian 
dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan 
malapetaka besar, dan termasuk mengkhianati amanah Allah. 

Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah 
itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. 

Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia 
akan mendapatkan pedidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototipe 
kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran 
dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik 
anak-anak.

BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula 
anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping 
Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, Allah juga 
memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak serta 
bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian dari 
menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk 
perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i yang 
mengisyaratkannya. Allah berfirman.

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا 

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak 
menerimanya…[An Nisa’:58].

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا 
أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul 
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang 
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuai. [Al Anfal:27].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالإِمَامُ رَاعٍ وَ 
مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ و رَجُلُ رَاعٍ في أَهْلِهِ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ 
رَعِيَّتِهِ 

Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung-jawaban terhadap 
yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan bertangung jawab terhadap 
yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan 
bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. [HR Al Bukhari].

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَ هُوَ 
غَاشٍ لِرَعِيَّتِهِ إلاَّ حّرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ 

Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin, lalu ia mati (sedangkan 
pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah 
akan mengharamkan surga baginya. [HR Al Bukhari]

SEPULUH KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan 
tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan 
menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, 
sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya. 

Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau 
menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai 
kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak 
sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya 
sikap durhaka itu. Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam 
bentuknya; yang tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada 
orang tua, maupun kenakalan remaja. 

Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam 
mendidik anak-anaknya.

1. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak. 
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti 
menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin, dan 
lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut; takut pada 
bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu 
ditakutinya. Misalnya: takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena 
seringnya mendengar cerita tentang hantu, jin dan lain-lain. Dan yang paling 
parah, tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. 
Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, 
tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan 
senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru 
menakuti-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan 
masalah. Akibatnya, anak akan semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa 
menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.

2. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan 
Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani. 
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap 
tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus 
dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani 
yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus 
ditakuti. Misalnya: takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka 
kepada anak yang suka bohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang 
membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam 
mengamalkan kebenaran.

3. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-Foya, Bermewah-Mewah Dan Sombong. 
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, 
suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli 
terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, 
membunuh sikap istiqamah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakan muru’ah 
(harga diri) dan kebenaran.

4. Selalu Memenuhi Permintaan Anak.
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, 
tanpa memikirkan baik buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan 
anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya: si 
anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua 
membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau 
anak terbiasa terpenuhi segala permintaannya, maka mereka akan tumbuh menjadi 
anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta 
mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.

5. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih 
Kecil. 
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya 
karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu 
menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan 
atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak 
menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.

6. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran. 
Misalnya, dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan 
cacian, ataupun dengan cara-cara keras lain. Ini kadang terjadi, ketika sang 
anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.

7. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran. 
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya 
merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, mendorong anak-anak itu 
untuk mencari uang sendiri dengan berbagai cara. Misalnya: dengan mencuri, 
meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, 
ada orang tua yang tega menitipkan anak-anaknya ke panti asuhan untuk 
mengurangi beban orang tuanya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, 
karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Na’udzubillah min dzalik.

8. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari 
Kasih-Sayang Di Luar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya. 
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke 
dalam pergaulan bebas, wa’iyadzubillah. Seorang anak perempuan misalnya, karena 
tidak mendapat perhatian dari keluarganya, ia mencari perhatian dari laki-laki 
di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari 
laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela 
menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.

9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja. 
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk 
anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, 
makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang 
berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar 
beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak 
cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan 
kasih-sayang. Bila kasih-sayang tidak didapatkan di rumahnya, maka ia akan 
mencarinya dari orang lain.

10. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya. 
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. 
Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang 
dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal 
teman-teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada 
anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala 
menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. 
Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa 
adalah penyesalan tak berguna.

Demikianlah sepuluh kesalahan yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin, 
kita juga tidak menyadari bila telah melakukannya. Untuk itu, marilah berusaha 
untuk terus mencair ilmu, terutama berkaitan dengan pendidikan anak. Agar kita 
terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak, yang bisa menjadi fatal 
akibatnya bagi masa depan mereka. Kita selalu berdo’a, semoga anak-anak kita 
tumbuh menjadi generasi shalih dan shalihah, serta berakhlak mulia. Wallahu 
a’lamu bishshawaab. (Ummu Shofia)

Maraji: 
At Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad, Al Mazhahir Subulul Wiqayati Wal ‘Ilaj, 
Muhammad bin Ibrahim Al Hamd.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]                          
              

Kirim email ke