http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/4174-jamak-shalat-karena-macet.html


Jamak Sholat Karena Macet


Masalah ini adalah masalah yang dihadapi saat-saat ini dan masuk dalam bahasan 
fikih kontemporer. Di sebagian kota seperti di Jakarta, setelah jam 
kerjafenomena macet ini begitu terlihat. Sehingga bisa saja para pekerja yang 
pulang kantor saat itu luput dari waktu shalat karena macet di bis atau 
kendaraan
pribadi mereka. Bagaimanakah solusi ketika itu? Apakah boleh menjamak shalat 
(artinya: shalatnya ditunda ke waktu berikutnya) karena macet? Atau
kita melakukan shalat di kendaran, mobil atau bis?


Perlu diketahui bahwa shalat sudah ditetapkan waktunya sebagaimana firman Allah 
Ta’ala,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas 
orang-orang yang beriman” (QS. An Nisa’: 103).
Dan waktu-waktu shalat sudah diterangkan di antaranya dalam ayat,
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ 
الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan 
(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh 
malaikat)” (QS. Al Isra’: 78).
Sedangkan meninggalkan shalat amat berbahaya bagi keimanan seseorang. Dalam 
ayat lainnya disebutkan,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ 
فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam: 59).
Ada peringatan tersendiri bagi yang meninggalkan shalat ‘Ashar sebagaimana 
disebutkan dalam hadits,
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa meninggalkan shalat ‘Ashar, hapuslah amalannya” (HR. Bukhari no. 
553, dari Buraidah). Sehingga setelah kita menyimak
penyampaian ayat dan hadits, maka sangat penting sekali menjaga shalat
kita, jangan sampai luput satu shalat pun dalam hidup kita.
Untuk menjawab dan memberikan solusi untuk masalah macet ini, maka kami dapat 
membagi ada dua keadaan ketika macet:
(1) Jika mampu shalat sebelum naik kendaraan dan sudah masuk waktu shalat
Jika seseorang memprediksi bahwa ia bisa luput dari shalat ‘Ashar
atau shalat lainnya karena jalanan yang macet, maka ia bersegera
mengerjakan shalat tersebut sebelum ia menaiki kendaraan jika sudah
masuk waktu shalat. Dengan melakukan seperti ini, maka niscaya ia tidak
akan luput dari shalat ketika macet. Namun demikianlah, banyak yang
tidak perhatian dengan shalat. Ketika sudah dikumdangkan adzan, malah ia 
memilih untuk menaiki kendaraannya dan meninggalkan tempat kerja.
Alhasil, ia pun terkena macet di jalanan dan baru shalat setelah sampai
di rumah saat sudah keluar waktunya. Ini namanya kesengajaan dan
menyia-nyiakan waktu shalat.
(2) Naik
kendaraan sebelum masuk waktu shalat, lalu terkena macet di jalanan dan
tidak bisa turun dari kendaraan, juga khawatir luput dari waktu shalat
Jika keadaan seperti ini dan khawatir luput dari waktu shalat, maka pillihan 
pertama adalah menjamak shalat. Ini berlaku jika shalat tersebut bisa dijamak 
dengan shalat lainnya
seperti Zhuhur dan ‘Ashar, Maghrib dan Isya. Jika shalatnya bisa
dijamak, maka boleh memilih menjamak di waktu kedua meskipun saat itu ia bukan 
musafir.Karena jamak dibolehkan ketika hajat (dibutuhkan) meskipun tidak 
bepergian.
Contoh dari hal ini adalah ketika terkena macet saat waktu Maghrib dan
waktu tersebut sangat mepet. Maka boleh shalat Maghrib tersebut dijamak
dengan shalat Isya’. Artinya, shalat Maghrib diakhirkan ke waktu kedua,
yaitu saat waktu ‘Isya.
Jika shalatnya tidak bisa dijamak, misalnya kena macet ketika waktu
‘Ashar, dan ‘Ashar tidak mungkin dijamak dengan shalat Maghrib, maka
saat itu yang dilakukan adalah pilihan kedua yaitu dengan shalat di atas 
kendaraan. Jika mampu berdiri, maka dikerjakan dengan berdiri. Jika tidak mampu,
maka dengan duduk lalu ia shalat dengan beri isyarat untuk ruku’ dan
sujudnya. Jika ia tidak punya wudhu, maka diganti dengan tayammum.
Ketika itu tidak boleh shalat ‘Ashar tersebut diakhirkan ke waktu Maghrib 
karena kedua shalat
tersebut tidak bisa dijamak. Alangkah baiknya jika seorang muslim bisa
menjaga wudhunya setiap saat sehingga di kendaraan ia tidak bingung lagi untuk 
bersuci. Namun jika wudhunya batal dan tidak ada air, maka
tayammum sebagai pilihan pengganti.
Dalil yang menyatakan bolehnya jamak ketika mukim atau tidak bepergian adalah 
hadits riwayat Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ
وَالْعَصْرِ ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ ، بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ
خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ. قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ : مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ ؟ قَالَ 
: أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak shalat
Zhuhur dan ‘Ashar, juga Maghrib dan ‘Isya di Madinah, bukan karena rasa
takut dan bukan pula karena hujan.” Ada yang bertanya pada Ibnu ‘Abbas, “Apa 
yang diinginkan beliau melakukan seperti itu?” Jawab Ibnu ‘Abbas, “Beliau tidak 
ingin umatnya itu mendapat kesulitan.” (HR. Muslim no. 705).
Terdapat penjelasan berharga pula dari kitab Kifayatul Akhyar, kitab fikih 
Syafi’i sebagai berikut,
قال النووي: القول بجواز الجمع بالمرض ظاهر مختار، فقد ثبت في صحيح مسلم أن
النبي صلى الله عليه وسلم {جمع بالمدينة من غير خوف ولا مطر} قال الاسنائي: وما 
اختاره النووي نص الشافعي في مختصر المزني ويؤيده المعنى أيضاً فإن
المرض يجوز الفطر كالسفر فالجمع أولى بل ذهب جماعة من العلماء إلى جواز
الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة وبه قال أبو إسحاق المروزي ونقله
عن القفال وحكاه الخطابي عن جماعة من أصحاب الحديث واختاره ابن المنذر من
أصحابنا وبه قال أشهب من أصحاب مالك، وهو قول ابن سيرين، ويشهد له قول ابن
عباس رضي الله عنهما أراد أن لا يحرج أمته حين ذكر أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم {جمع با لمدينة بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء من غير خوف ولا مطر} 
فقال سعيد بن جبير: لم يفعل ذلك؟ فقال:لئلا يحرج أمته فلم يعلله بمرض ولا غيره
“Menurut Imam Nawawi, pendapat yang membolehkan jamak shalat bagi
orang sakit, sudah jelas jadi pilihan yang tepat. Dalam shahih Muslim,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat di Madinah
bukan karena kondisi terganggunya keamanan, hujan lebat, dan bukan pula
karena sakit. Menurut Imam Asna’i, pilihan Imam Nawawi didasarkan pada
pendapat Imam Syafi‘i yang tercantum dalam kitab Mukhtasar Imam Muzanni. 
Pendapat ini diperkuat oleh sebuah perbandingan di mana alasan sakit
layaknya perjalanan jauh menjadi alasan sah untuk membatalkan puasa.
Kalau puasa saja boleh dibatalkan, maka menjamak shalat tentu
dibolehkan. Bahkan sekelompok ulama membolehkan jamak bagi hadirin (orang 
mukim, yang tidak bersafar) untuk sebuah hajat. Dengan catatan, ini tidak 
menjadi sebuah kebiasaan. Abu Ishak Al Maruzi memegang pendapat ini. Ia 
mengutipnya dari Qaffal
yang diceritakan oleh Al Khatthabi dari para ulama hadits. Ibnul Munzir
Syafi‘i dan para pengikut Imam Malik menganut pendapat tersebut.
Pendapat tersebut juga menjadi pendapat Ibnu Sirin. Hal ini dikuatkan
dengan hadits Ibnu ‘Abbas (sebagaimana dikemukakakan di atas, -pen)."
Lihat pula pembahasan keringanan menjamak shalat ketika mukim.
Intinya,
dibolehkan menjamak shalat ketika macet jika kedua shalat yang ada boleh 
dijamak. Jika tidak bisa, boleh mengerjakan shalat di atas kendaraan
jika memang tidak memungkinkan turun dari kendaraan dan shalat tersebut
tidak bisa dijamak dengan waktu shalat berikutnya. Namun sekali lagi ini 
dilakukan selama tidak jadi kebiasaan. Sebisa mungkin seorang muslim
mengerjakan shalat ketika sudah masuk waktunya sebelum ia naik kendaraan jika 
yakin di tengah perjalanan akan mendapati macet dan bisa luput
dari waktu shalat.
Demikian bahasan kami, moga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
 Referensi utama:
Fatwa Syaikh Sholih Al Munajjid dalam Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 96229.
Kifayatul Akhyar, Fikih Syafi'i
 @ Maktabah Al Amir Salman, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 28 Muharram 1434 H
www.rumaysho.com

________________________________
 From: Erik - <ery...@gmail.com>
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, December 11, 2012 4:36 PM
Subject: [assunnah] Sholat di Busway karena macet


 

Bismillah

Izinkan saya bertanya, apabila tiba waktu sholat tetapi kita terkena
macet dan dalam kondisi di Busway yang sempit2an bahkan tidak bisa duduk
dan banyak bergerak.
bagaimanakah cara kita sholat? lalu bolehkah lebih baik menjama' nya di
waktu sholat berikutnya?
Kepada ustadz dan rekan sekalian, mohon sharing pengetahuan tentang masalah ini
pastilah banyak yg mengalami kondisi ini..

Jazakallah khair




 

Kirim email ke