From: ery...@gmail.com
Date: Tue, 11 Dec 2012 16:36:48 +0700
Izinkan saya bertanya, apabila tiba waktu sholat tetapi kita terkena
macet dan dalam kondisi di Busway yang sempit2an bahkan tidak bisa duduk
dan banyak bergerak.
bagaimanakah cara kita sholat? lalu bolehkah lebih baik menjama' nya di
waktu sholat berikutnya?
Kepada ustadz dan rekan sekalian, mohon sharing pengetahuan tentang masalah ini
pastilah banyak yg mengalami kondisi ini..
Jazakallah khair
>>>>>>>>>>>

1. Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sebagian ulama berpendapat bolehnya 
menjama’ pada waktu hadhar (tidak safar) karena keperluan bagi orang yang tidak 
menjadikannya sebagai kebiasaan.
 
Pada asalnya, shalat harus dilakukan pada waktunya masing-masing, sebagaimana 
telah ditentukan oleh Allah dalam firman-Nya:

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya atas 
orang-orang yang beriman. [an-Nisâ`/4:103].

Kemudian Allah Ta’ala memberikan rukhshah untuk menjama’ (menggabungkan) 
shalat. Yaitu melakukan shalat Zhuhur dan 'Ashar atau Maghrib dan 'Isya` pada 
salah satu waktunya. Jika dilakukan pada waktu awal disebut jama’ taqdîm. Jika 
dilakukan pada waktu kedua disebut jama’ ta'khîr.

Menjama’ shalat boleh dilakukan pada keadaan sebagai berikut.

1. Ketika safar (bepergian ke luar kota).

عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا 
وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا

Dari Mu’adz, ia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah n dalam perang Tabuk, 
maka beliau melakukan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jama’, serta Maghrib dan 
'Isya` dengan jama’.[1] 

2. Ketika hujan. Namun jama` saat hujan ini dilakukan bersama imam.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ 
بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ 

Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
melakukan jama’ shalat Zhuhur dan 'Ashar, serta Maghrib dan 'Isya` dengan jama’ 
di kota Madinah bukan pada waktu takut dan hujan.[2] 

Hadits ini mengisyaratkan bahwa menjama’ pada waktu hujan telah dikenal pada 
zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika tidak, maka tidak ada faidah 
peniadaan hujan sebagai sebab yang membolehkan jama’.[3] 

3. Ketika ada keperluan yang menyusahkan jika tidak menjama’ shalat.
Dalilnya ialah hadits di atas, yang kelanjutannya salah seorang perawi hadits 
yang bernama Sa’id bin Jubair berkata:

قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ 

Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas: "Mengapa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam 
melakukan itu?" Dia menjawab: “Agar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak 
menyusahkan seorangpun dari umatnya”[4]. 

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sebagian ulama berpendapat bolehnya menjama’ 
pada waktu hadhar (tidak safar) karena keperluan bagi orang yang tidak 
menjadikannya sebagai kebiasaan. Ini merupakan pendapat Ibnu Sirin, dan Asyhab 
dari pengikut Imam Mâlik. Al-Khaththabi meriwayatkan dari al-Qaffâl dan 
asy-Syâsyi al-Kabir dari pengikut Imam Syafi’i, dari Ishaq al-Marwazi dari 
sekelompok Ahli Hadits. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnul-Mundzir dan 
dikuatkan zhahir perkataan Ibnu 'Abbas: 'Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
menghendaki agar tidak menyusahkan umatnya'. Ibnu 'Abbas tidak menyebutkan 
sebab sakit atau lainnya. Wallahu a’lam'.”[5] 

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Para pekerja dan petani, 
jika mendapati kesusahan pada waktu tertentu, seperti pada saat mengerjakan 
shalat, air jauh darinya, jika mereka pergi ke sana dan bersuci, pekerjaan yang 
mereka butuhkan menjadi terbengkelai, maka mereka boleh melakukan shalat pada 
waktu musytarak (waktu yang dimiliki lebih dari satu shalat) dengan menjama’ 
dua shalat”.[6] 
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/493/slash/0/menjama-shalat-di-ladang-menjama-shalat-karena-operasi/
 
2. Shalat di pesawat (kendaraan lainnya ,-peny) wajib dilakukan bila telah 
masuk waktunya. Tetapi jika kesulitan melakukan shalat di pesawat sebagaimana 
shalat di bumi, maka tidak usah melakukan shalat fardhu kecuali jika pesawat 
telah mendarat, dan waktu shalat masih mencukupi. Atau jika waktu shalat 
berikutnya masih bisa ditemui untuk melakukan jamak.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/129/slash/0/tata-cara-melaksanakan-shalat-di-dalam-kendaraan-dan-pesawat/
 
Wallahu Ta'ala A'lam





                                          

Kirim email ke