From: mazar...@yahoo.com Date: Mon, 29 Apr 2013 20:56:07 -0700
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh, Ana ingin bertanya apakah benar hadis di bawah ini Hadits sahih Bukhari dan Muslim dari Anas Artinya: RasuluLlah selalu berqunut pada shalat subuh ssampai beliau wafat (HR Bukhari dan Muslim). Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> HADITS PERTAMA مَازَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا . Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Senantiasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqunut pada shalat Shubuh sehingga beliau berpisah dari dunia (wafat).” Hadits ini telah diriwayatkan oleh: Imam Ahmad [1], ‘Abdurrazzaq [2], Ibnu Abi Syaibah [3], secara ringkas, ath-Thahawi [4], ad-Daruquthni [5], al-Hakim, dalam kitab al-Arba’iin, al-Baihaqi [6], al-Baghawi[7], Ibnul Jauzi [8]. Semuanya telah meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Ja’far ar-Razi (yang telah menerima hadits ini) dari Rubaiyyi’ bin Anas, ia berkata: ‘Aku pernah duduk di sisi Anas bin Malik, lalu ada (seseorang) yang bertanya: ‘Apakah sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah qunut selama sebulan?’ Kemudian Anas bin Malik menjawab: ”...(Seperti lafazh hadits di atas).” Keterangan: Walaupun sebagian ulama ada yang menghasankan hadits di atas. Akan tetapi yang benar adalah bahwa hadits ini derajatnya dha’if (lemah), hadits ini telah dilemahkan oleh ulama para Ahli Hadits: Imam Ibnu Turkamani yang memberikan ta’liq (komentar) atas Sunan Baihaqi membantah pernyataan al-Baihaqi yang mengatakan hadits itu shahih. Ia berkata: “Bagaimana mungkin sanadnya shahih? Sedang perawi yang meriwayatkan dari Rubaiyyi’, yaitu ABU JA’FAR ‘ISA BIN MAHAN AR-RAZI masih dalam pembicaraan (para Ahli Hadits): 1. Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam an-Nasa-i berkata: ‘Ia bukan orang yang kuat riwayatnya.’ 2. Imam Abu Zur’ah berkata: ‘Ia banyak salah.’ 3. Imam al-Fallas berkata: ‘Ia buruk hafalannya.’ 4. Imam Ibnu Hibban menyatakan bahwa ia sering membawakan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang masyhur.” [Lihat Sunan al-Baihaqi (I/202) dan periksa Mizaanul I’tidal III/319.] [9] 5. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Abu Ja’far ini telah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan imam-imam yang lain… Syaikh kami Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata kepadaku, ‘Sanad hadits ini (hadits qunut Shubuh) sama dengan sanad hadits (yang ada dalam Mustadrak al-Hakim (II/ 323-324): Tentang ma-salah Ruh yang diambil perjanjian dalam surat 7 ayat 172, (yakni firman Allah Subhanahu wa Ta’ala): وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ “Artinya : Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan (keturunan anak-anak Adam) dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabb-mu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Allah).’”[Al-A’raaf: 172] (Yakni) hadits Ubay bin Ka’ab yang panjang yang disebutkan di dalamnya: Dan ruh Isa ‘alaihis salam termasuk dari (kumpulan) ruh-ruh yang diambil kesaksiannya pada zaman Adam, maka (Dia) kirimkan ruh tersebut kepada Maryam ‘alaihas salam ketika ia pergi ke arah Timur, maka Allah kirimkan dengan rupa seorang laki-laki yang tampan, maka dia pun hamil dengan orang yang mengajarkan bicara, maka masuklah (ruh tersebut) ke dalam mulutnya. Jadi, yang dimaksud adalah Isa dan yang mengajak bicara ibunya adalah ‘Isa, bukan Malaikat, padahal menurut ayat yang mengajak bicara adalah Malaikat, dalam surat Maryam ayat 19, Allah berfirman: أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَامًا زَكِيًّا “Artinya : Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Rabb-mu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” [Maryam: 19] Yang mengajak bicara bukan ‘Isa, sebab hal ini mustahil dan hal ini merupakan kesalahan yang jelas. [Periksa: Zaadul Ma’aad (I/276), tahqiq: Syaikh Syu’aib al-Arnauth, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H] Syaikhul Islam Ibnul Qayyim berkata: “Maksud dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ialah: Bahwa Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan ar-Razi adalah orang yang sering membawakan hadits-hadits munkar. Yang tidak ada seorang pun dari Ahli Hadits yang berhujjah dengannya ketika dia menyendiri (dalam periwayatannya).” Saya katakan: “Dan di antara hadits-hadits itu ialah hadits qunut Shubuh terus-menerus.” 6. Al-Hafizh Ibnu Katsir ad-Damsyqiy asy-Syafi’i dalam kitab tafsirnya juga menyatakan bahwa riwayat Abu Ja’far ar-Razi itu mungkar. 7. Al-Hafizh az-Zaila’i dalam kitabnya Nashbur Raayah (II/132) sesudah membawakan hadits Anas di atas, ia berkata: “Hadits ini telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitabnya at-Tahqiq dan al-‘Ilalul Mutanahiyah, ia berkata: Hadits ini tidak sah, karena sesungguhnya Abu Ja’far ar-Razi, namanya adalah Isa bin Mahan, dinyatakan oleh Ibnul Madini: ‘Ia sering keliru.’” 8. Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah, seorang Ahli Hadits zaman ini berkata: “Hadits Anas munkar.” [10] Kemudian al-Hafizh al-Baihaqi telah membawakan beberapa syawahid (penguat) bagi hadits Anas, sebagai-mana yang dikatakan oleh al-Hafizh al-Baihaqi sendiri dalam kitab Sunanul Kubra dan Imam an-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab. Dan riwayat-riwayatnya adalah sebagai berikut: Selengkapnya silakan baca : http://almanhaj.or.id/content/1385/slash/0/semua-hadits-tentang-qunut-shubuh-terus-menerus-adalah-lemah/ http://almanhaj.or.id/content/1406/slash/0/qunut-shubuh-terus-menerus-adalah-bidah/ Adapun tentang sikap seseorang yang shalat di belakang imam yang berqunut, para ulama juga berbeda pendapat. Al-Imam Al-Wazir Ibnu Hubairah rahimahullah menyatakan: “(Imam) Abu Hanifah dan (imam) Ahmad berbeda pendapat tentang orang yang shalat di belakang imam yang berqunut waktu subuh: Apakah makmum tersebut mengikuti imam atau tidak? (Imam) Abu Hanifah berkata: “Dia tidak mengikuti imam”, (imam) Ahmad berkata: “Dia mengikuti imam”. [1] DR. Muhammad Ya’qub Thalib ‘Ubaidi menjelaskan alasan masing-masing pendapat di atas dengan menyatakan: “Abu Hanifah menjelaskan alasan makmum tidak mengikuti imam, yaitu bahwa qunut subuh itu adalah hukum mansukh (yang telah dihapuskan), sebagaimana takbir ke lima pada shalat jenazah. Walaupun Abu Yusuf berpendapat: makmum mengikuti imam, sebagaimana pendapat imam Ahmad, tetapi pendapat yang dipilih pada madzhab Hanafiyah adalah makmum berdiri diam saja. Dan imam Ahmad menjelaskan alasan makmum mengikuti imam, yaitu agar makmum tidak menyelisihi imamnya, dan karena para sahabat, tabi’in, dan orang-orang setelah mereka terus-menerus bermakmum kepada sebagian yang lain, padahal ada perselsihan di antara mereka dalam masalah furu’ (cabang). [2] Pendapat yang rajih –wallahu a’lam- adalah pendapat Hanafiyah, yaitu makmum tidak mengikuti imam, karena qunut tersebut tidak disyari’atkan di dalam shalat. Hal itu sebagaimana ketika para sahabat mengikuti perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam melepaskan sandal ketika shalat, yang kemudian beliau menanyakan hal itu kepada para sahabatnya. Sebagaimana riwayat di bawah ini: عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُوا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى وَقَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا "Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: “Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat dengan para sahabat beliau, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandal beliau lalu meletakkan kedua sandal tersebut pada sebelah kiri beliau. Ketika para sahabat melihat hal itu, mereka melepaskan sandal mereka. Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyelesaikan shalatnya, beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kamu melepaskan sandal kamu? Mereka menjawab: “Kami melihat anda melepaskan kedua sandal anda, maka kamipun melepaskan sandal kami”. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Jibril Alaihissallam mendatangiku dan memberitahukan kepadaku bahwa pada kedua sandal (ku) itu ada kotoran”. [HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Abi Dawud no:650] Tetapi walaupun demikian, perbedaan pendapat dalam sikap makmum ini tidak boleh menjadikan kaum muslimin berpecah belah dan saling membenci karenanya. http://almanhaj.or.id/content/937/slash/0/makmum-qunut-shubuh/ Wallahu Ta'ala A'lam