From: yayatsug...@yahoo.com
Date: Thu, 27 Jun 2013 14:39:07 +0000 
Ikhwani wa akhwati fidiin adakah diantara teman-teman yang tahu mengenai 
pertanyaan berikut ini:
1. Apakah bisa diqiyaskan jika mau bayar fidiyah saum dengan uang. (Tidak 
langsung memberikan makanan kepada kaum duafa?
2. Bisa tidak kalau uang tersebut kita infakan dijalan jihad harta untuk suriah?
Syukran atas jawaban.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 

1. Pada zaman ini, ada sebagian orang yang berusaha merubah ibadah dari 
ketentuan syar’i. Lalu ada orang yang memberikan fatwa bolehnya menyerahkan 
uang sebagai ganti dari makanan. Ini termasuk bentuk merubah ibadah dari 
ketentuan syari’at.  Dalam hal ini, terdapat banyak contoh.

 

Contoh lain, yaitu fidyah puasa yang berkaitan dengan orang yang sudah tua dan 
sakit parah, sehingga tidak bisa melaksanakan ibadah puasa. Allah Azza wa Jalla 
mewajibkan kepada mereka untuk memberikan makan satu orang fakir sebagai ganti 
puasa satu hari. Allah berfirman :

وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُونَهُ، فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ

"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak 
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin". [3]

Begitu juga memberikan makanan dalam masalah kaffarah, seperti kafarah zihar 
(menyamakan punggung isteri dengan punggung ibu), kaffarah karena melakukan 
hubungan suami isteri saat siang bulan Ramadhan dan kaffarat sumpah. Begitu 
pulalah mengeluarkan makanan untuk zakat fithri. 

Semua jenis ibadah ini harus menyerahkan makanan, tidak cukup dengan cara 
mengeluarkan uang. Karena (membayar dengan uang) itu termasuk merubah ibadah 
dari jenis yang diwajibkan. Karena Allah Azza wa Jalla mengatakan "dengan 
memberikan makanan." Oleh karena itu, wajib berpegang dengannya. Barangsiapa 
yang tidak berpegang dengannya, berarti dia telah merubah ibadah dari jenis 
yang diwajibkan.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2827/slash/0/membayar-zakat-fithri-qurban-dan-aqiqah-dengan-uang/

 

2.DEFINISI FIDYAH
Fidyah (فدية) atau fidaa (فدى) atau fida` (فداء) adalah satu makna. Yang 
artinya, apabila dia memberikan tebusan kepada seseorang, maka orang tersebut 
akan menyelamatkannya [1].

Di dalam kitab-kitab fiqih, fidyah, dikenal dengan istilah "ith'am", yang 
artinya memberi makan. Adapun fidyah yang akan kita bahas di sini ialah, 
sesuatu yang harus diberikan kepada orang miskin, berupa makanan, sebagai 
pengganti karena dia meninggalkan puasa.

 

 JENIS DAN KADAR DARI FIDYAH.
Tidak disebutkan di dalam nash Al Qur`an atau As Sunnah tentang kadar dan jenis 
fidyah yang harus dikeluarkan. Sesuatu yang tidak ditentukan oleh nash maka 
kita kembalikan kepada 'urf (kebiasaan yang lazim). Oleh karena itu, dikatakan 
sah dalam membayar fidyah, apabila kita sudah memberikan makan kepada seorang 
miskin, baik berupa makan siang atau makan malam, ataupun memberikan kepada 
mereka bahan makanan sehingga mereka memilikinya.

Pendapat Ulama Tentang Kadar Dan Jenis Fidyah.
Berkata Imam An Nawawi: "(Pendapat pertama), kadar (fidyah) ialah satu mud dari 
makanan untuk setiap hari. Jenisnya, seperti jenis makanan pada zakat fithrah. 
Maka yang dijadikan pedoman ialah keumuman makanan penduduk di negerinya. 
Demikian ini pendapat yang paling kuat. Dan ada pendapat yang kedua, yaitu 
mengeluarkan seperti makanan yang biasa dia makan setiap hari. Dan pendapat 
yang ketiga, diperbolehkan untuk memilih di antara jenis makanan yang ada".

Imam An Nawawi juga berkata: "Tidak sah apabila membayar fidyah dengan tepung, 
sawiq (tepung yang sangat halus), atau biji-bijian yang sudah rusak, atau 
(tidak sah) jika membayar fidyah dengan nilainya (uang, Pen.), dan tidak sah 
juga (membayar fidyah) dengan yang lainnya, sebagaimana yang telah dijelaskan.

Fidyah tersebut dibayarkan hanya kepada orang fakir dan miskin. Setiap satu mud 
terpisah dari satu mud yang lainnya. Maka boleh memberikan beberapa mud dari 
satu orang dan dari fidyah satu bulan untuk seorang faqir saja". [17]

Ukuran Satu Mud.
Satu mud adalah seperempat sha'. Dan sha' yang dimaksud ialah sha' nabawi, 
yaitu sha'-nya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Satu sha' nabawi sebanding 
dengan 480 (empat ratus delapan puluh) mitsqal dari biji gandum yang bagus. 
Satu mitsqal, sama dengan 4,25 gram. Jadi 480 mitsqal seimbang dengan 2040 
gram. Berarti satu mud adalah 510 gram. [18]

Menurut pendapat Syaikh Abdullah Al Bassam, satu sha' nabawi adalah empat mud. 
Satu mud, sama dengan 625 gram, karena satu sha' nabawi sama dengan 3000 gram. 
[19]

Berdasarkan ukuran yang telah disebutkan, maka kita bisa memperkirakan bahwa 
satu mud dari biji gandum bekisar antara 510 hingga 625 gram. Para ulama telah 
menjelaskan, fidyah dari selain biji gandum, seperti beras, jagung dan yang 
lainnya adalah setengah sha' (dua mud). Dan kita kembali kepada ayat, bahwa 
orang yang melebihkan di dalam memberi makan kepada orang miskin, yaitu dengan 
memberikan kepada orang miskin lainnya, maka itu adalah lebih baik baginya.

BAGAIMANA CARA MEMBAYAR FIDYAH
Cara membayar fidyah bisa dilakukan dengan dua hal.

Pertama : Memasak atau membuat makanan, kemudian memanggil orang-orang miskin 
sejumlah hari-hari yang dia tidak berpuasa, sebagaimana hal ini dikerjakan oleh 
sahabat Anas bin Malik ketika beliau tua.

Disebutkan dari Anas bin Malik, bahwasanya beliau lemah dan tidak mampu untuk 
berpuasa pada satu tahun. Maka beliau membuatkan satu piring besar dari tsarid 
(roti). Kemudian beliau memanggil tigapuluh orang miskin, dan mempersilahkan 
mereka makan hingga kenyang. (Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dan dishahihkan oleh 
Syaikh Al Albani dalam Irwa'ul Ghalil).

Kedua : Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Para 
ulama berkata: "Dengan satu mud dari burr (biji gandum), atau setengah sha' 
dari selainnya. Akan tetapi, sebaiknya diberikan sesuatu untuk dijadikan 
sebagai lauknya dari daging, atau selainnya, sehingga sempurna pengamalan 
terhadap firman Allah yang telah disebutkan".

WAKTU MEMBAYAR FIDYAH.
Adapun waktu membayar fidyah terdapat pilihan. Jika dia mau, maka membayar 
fidyah untuk seorang miskin pada hari itu juga. Atau jika dia berkehendak, maka 
mengakhirkan hingga hari terakhir dari bulan Ramadhan sebagaimana dikerjakan 
sahabat Anas ketika beliau tua. Dan tidak boleh mendahulukan fidyah sebelum 
Ramadhan, karena hal itu seperti mendahulukan puasa Ramadhan pada bulan Sya'ban.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3146/slash/0/fidyah-di-dalam-puasa/

Wallahu Ta'ala A'lam.

 






                                          

Kirim email ke