Pak Nyoman dan rekan-rekan lain
Agama memang tidak perlu dibela, tapi Kebenaran yang dibela, saya setuju ini, tapi tetap harus hati-hati, kebenaran menurut versi mana.. Menurut orang Islam, yang namanya Jihad, berjuang, berperang di jalan Tuhan adalah Kebenaran menurut versi mereka.... Kebenaran inipun ternyata relative...untuk itulah dibuatkan konvensi/konsensus baik bersifat Internasional maupun Nasional, konvensi Internasional yang dideklarasikan oleh PBB misalnya Universal Declaration of Human Right yang didalamnya menyangkut sejumlah kebenaran yang diakui/diratifikasi oleh banyak negara - Freedom of speech - Freedom from Fear dst... Dan di Indonesia consensus kebangsaan kita telah tegas dinyatakan dengan mengakui Pancasila sebagai dasar negara, UUD45 yang menjamin pelaksanaan hak asasi manusia didalamnya, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat/semboyan bangsa....dan perlu disadari, pada masa sekarang ini, tidak semua elemen bangsa masih mengakui Pancasila sebagai dasar negara ataupun Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat bangsa... Suksme GNA -----Original Message----- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of nyoman Sent: Friday, October 19, 2007 2:14 PM To: bali@lp3b.or.id Subject: [bali] Re: Balasan: Eksistesialisme Mbak Viebeke ,Pak Made Wiryana dan Pak Ngurah, Menarik sekali artikel Atheis yang disodorkan mbak Viebeke dalam milis ini. Saya fikir ini masih bisa dilanjutkan diskusinya karena kita bicara / mendiskusikan antara Agama ( yg penganutnya diajarkan percaya pada Tuhan ) dgn Atheis ( yg pengikutnya tidak mempercayai keberadaan Tuhan ). Jadi bukan mendiskusikan perbandingan Agama yang bisa menjurus SARA kalau remnya tidak pakem. Yang menggelitik saya adalah pertanyaan : apa guna Agama bagi perbaikan dunia. Dari pengalaman pribadi saya hidup dalam dunia yang heterogen ini , tuntunan Agama yg saya anut ( Hindu ) banyak sekali memberikan tutunan agar bisa hidup harmonis ( sesuai tri hita karana , tat twam asi , karma phala dst. ), jadi menurut saya, kita diberi kemudahan, tinggal mengikuti tuntunan itu saja ( untuk tahap yang paling sederhana/dasar , itupun sudah sulit ). Jadi pendapat saya pribadi Agama jelas ada gunanya untuk perbaikan dunia. Masalah terjadinya keributan antar Agama atau keributan dalam Agama yg sama diatas dunia ini saya fikir tidak cukup untuk dijadikan klaim bahwa Agama itu biang keladi terjadinya keributan, karena sebenarnya massmedia kadang2 tidak adil dalam pemberitaan sehingga sisi dimana Agama membawa kedamaian hidup manusia sering tidak diberitakan , mungkin karena kurang komersil...? Kalau kita kembali bahwa didunia ini ada yang lahir, tumbuh, dan kemudian mati , saya fikir hal tersebut bisa diterima sebagai kehendak yang Maha Menentukan dan akan sulit hal tersebut kita terima kalau kita berfikir dengan selera/keinginan kita atau malahan hal tersebut terjadi karena semua mau hidup dengan seleranya/keinginannya sendiri-sendiri. Jadi bukan masalah di agamanya, tapi di cara berfikirnya barangkali. Kalau saya ditanya apakah Agama layak dibela, saya cenderung meminjam ucapan Mahatma Gandhi katanya :saya lebih memilih " Kebenaran adalah Agama " dari pada " Agama adalah Kebenaran " . Jadi menurut saya Kebenaran lah yang layak kita bela. Demikian , kalau ada yang tidak berkenan mohon dimaafkan dan diperbaiki. Salam, Gde Nyoman Swastika ________________________________ From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of made wiryana Sent: Friday, October 19, 2007 9:54 AM To: bali@lp3b.or.id Subject: [bali] Balasan: Eksistesialisme Terima KAsih atas tanggapan Pak Ngurah, Saya hanya lebih menfokuskan pada eksitensi manusia. Dan saya juga tidak meragukan keberadaan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Malah dengan menyadari akan eksistensi manusia yang diberikan Hyang Widhi pada kita, saya merasa yakin saya harus berjuang dengan eksistensi saya untuk menuju kearahNya. Dan saya bersyukur dalam agama kita /kitab suci kita tidak ada doktrin untuk melenyapkan penganut lain (setahu saya) kecuali Adharma, barangkali karena agama hindu yang kita percaya sebagai agama tertua saat diwahyukan belum terpengaruh/bias karena belum ada agama lain saat itu. Namun marilah jangan diperpanjang diskusi tentang agama dalam milis ini (nanti dimarahin pak moderator). Kita fokus pada eksistensi manusia. Dengan menyadari eksistensi, semoga kita menggunakan eksitensi itu untuk menuju jalan pencerahan umat manusia yang heterogen dengan menebar kasih dan kedamaian, bukan memanfaatkan eksistensi yang dimiliki untuk menebar pertentangan dan teror. Damai di hati, di dunia dan damai selalu Salam "Ambara, Gede Ngurah (KPC)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Meng-generalisasi semua agama demikian sebenarnya kurang tepat.. Dalam sejarah agama-agama dari satu rumpun (Abrahamik: Semitik: Yahudi, Kristen, Islam) mungkin pertentangan ini memang sering terjadi Tapi dalam sejarah agama-agama Timur yang telah ada ribuan tahun sebelum Agama Semitik muncul : para penganut Veda, ataupun yang tidak setuju (menentang Veda) : seperti Buddha, Jain, termasuk Kongfucu, Tao, dsb, pertentangan sampai berdarah-darah ini tidak pernah terjadi... Buddha sebagai pembaharu Hindu, dimana Buddha menolak Veda, tidak dianggap musuh oleh umat Hindu, dalam kitab Hindu malah disebutkan Buddha adalah salah satu dari Avatara, yaitu Avatara ke-9 (Setelah Rama dan Krisnha)... Sangat menyedihkan sekali melihat patung-patung Buddha yang besar-besar (raksasa), yang merupakan warisan sejarah dunia, di-bom oleh Kelompok Taliban.... Padahal para pengikut Buddha adalah cinta damai, dan tidak pernah berinteraksi dengan kelompok Taliban.... Agama-agama Timur lebih introspeksi ke-dalam melalui yoga dan meditasi... Sebenarnya agama-agama Semitik (Kristen, Islam, Yahudi) punya juga aliran yang lebih menyempurnakan manusia ke-dalam batin dan bukan ekspansif dan external .. Misalnya para penekun Tasawuf dan Sufi dari kalangan Islam, dan juga ordo-ordo meditative gereja tertentu yang lebih mencari pencerahan ke-dalam jiwa.... Cuma masalahnya yang sekarang lebih menonjol adalah aspek-aspek External, expansif dan kekerasannya..mungkin karena mass-media yang tidak seimbang, selalu menampilkan hal-hal yang buruk/kekerasan, dan jarang sekali meliput hal-hal tentang kebaikan, kedamaian, kasih sayang dsb... Saya tidak melihat Atheistik, agnotisme dll, sebagai jawaban/alternatif atas, kekisruhan antar umat beragama dewasa ini, di setiap agama ada ajaran untuk proses kontemplatif, meditative, melihat kedalam batin, ke pencerahan jiwa, dan bukan hanya sekedar aksi kekuatan, pamer, expansif, yang lebih bersifat external... -----Original Message----- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of made wiryana Sent: Friday, October 19, 2007 8:44 AM To: bali@lp3b.or.id Subject: [bali] Eksistesialisme Diskusi seperti ini sangat bagus jika dimunculkan. Diperlukan toleransi dan kejujuran intelektual tanpa bias oleh fanatisme sempit tentang agama tertentu. Ternyata filsafat eksistensialisme memang benar adanya. Sangat lama saya berpikir hal yang sama seperti ditulis mbak vieb. Pikiran ini timbul dengan adanya pertanyaan dalam diri saya 1. Jika Tuhan maha segalanya, mengapa tidak dengan ke-maha-annya menyatukan manusia untuk tidak saling menyakiti? 2. Jika yang disebut Tuhan segala agama sama, mengapa dalam akidahnya sering bertentangan agama satu dengan yang lainnya? 3. Jika akidah diturunkan Tuhan mengapa sejarah sering mempengaruhi akidah? Begitulalah pertanyaan yang sering timbul dalam benak saya. Akhirnya saya menemukan (menurut saya) dalam filsafat eksistensialisme, ternyata manusia memiliki "eksistensi" dalam dirinya yang mandiri dan tidak dipengaruhi oleh apapun selain apa yang ada dalam benaknya. Jika benaknya menginginkan sesuatu dan tekad bulat untuk mencapai sesuatu tentu dengan segala cara dijalankan untuk mencapai sesuatu itu. Jika dibenaknya menginginkan kedamaian dan tidak saling menyakiti, orang atheispun yang mungkin tidak kenal agama akan berbuat kebajikan bahkan melebihi orang yang beragama. Begitu sebaliknya jika dibenak orang ingin menguasai sesuatu untuk dirinya/kelompoknya, akidah apapun akan diinjak-injak bahkan dicari pembenarannya dalam agamanya untuk mencapai sesuatu itu. Jadi Eksistensi pikiran manusialah yang menentukan apa yang terjadi dalam kehidupannya. Ingat perang dan saling menyakiti telah terjadi sejak manusia diciptakan, kemudian mengenal agama, sampai saat ini. Yang diperlukan saat ini adalah eksistensi pikiran manusia yang saling mengasihi, apa yang ada dalam dirimu adalah sbagian dari diriku, begitupun apa yang ada dalam diriku sebagian adalah milikmu (kamu adalah aku, aku adalah kamu) lupakan akidah-akidah aku adalah aku kamu adalah kamu, kamu dan aku berbeda. Smoga pencerahan akan datang dari segala penjuru dan menyinari semua mahluk di dunia ini. Salam Wiryana ________________________________ Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers <http://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http:/id.answers.yahoo.com/> ________________________________ Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia <http://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http:/id.yahoo.com/> yang baru!