Dear rekans....

Setelah aku baca wacana "Bahaya Membersihkan Telinga" Aku mau sharing
pengalaman ......

Begini kira-kira 1,5 bulan yang lalu anakku Nisa (19 bulan) panas tinggi
..sampai 40 derajat. Naik turun sampai 3 hari dan akhirnya di test ke
laboratorium RS International Bintaro.
Dari hasil analisa terdapat suatu infeksi  dalam tubuh anakku.  Dianalisa
oleh DSA RS tsb, kemungkinan gejala typus. Tapi hati Saya ini rasanya gak
percaya kalo anak sekecil itu sudah punya sakit gejala typus. Walaupun obat
yang diberikan hanya obat penurun panas dan infeksi. Tapi sampai hari ke -6
anakku gak sembuh juga....Akhirnya, anakku diopname. Anakku harus diimpus.

Hati Aku juga masih khawatir karena takut obat gejala typus yang dimasukkan
ke tubuh anakku lewat impusan. Akhirnya Saya beranikan diri untuk minta ke
susternya agar jangan dulu dimasukkan obat gejala typus sebelum analisanya
mantap. Kemudian Aku minta agar didatangkan DS THT saat itu Dr. Citta.
AKhirnya didapatlah bahwa anakku terdapat infeksi di Telinga sampai
tenggorokan.

Anakku diobati obat THT dan gak panas lagi. Berangsur-angsur anakku sembuh
dengan diopname sampai 4 hari.

Akhirnya .....sebelum anakku diperbolehkan pulang, Aku ditanya sama dr
Citta, " Berapa lama sekali telinga anak ibu dibersihkan....? " Aku jawab
"sebulan bisa 2 kali". Akhirnya Aku dikasih penjelasan seberti wacana
dibawah. Bahwa menurutnya anak sampai umur 3 tahun, telinganya dibersihkan
harus 6 bulan sekali. Karena proteksi penyakit itu lebih banyak lewat
telinga kalo sering-sering dibersihkan bulu-bulu di dalam telinga bisa
rontok.

Begitu sharing dari Aku. Sorry kalo kepanjangan.

Ibunya Nisa




----- Original Message -----
From: "Arif Wibowo" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Wednesday, October 09, 2002 12:07 PM
Subject: [balita-anda] Bahaya Membersihkan Telinga


Dear netters, sekedar sharing informasi yang saya dapatkan dari rekan
sekantor saya...
Maaf bagi yang sudah pernah membaca

Jangan Sembarang Bersihkan Telinga

Media Indonesia

Ny WATI kaget ketika ia dihardik oleh suaminya saat sedang membersihkan
telinga Wahyu, putra mereka yang baru berusia dua tahun. "Apa yang salah
dengan membersihkan telinga anak?" ujar Ny Wati, "Setiap pagi saya bersihkan
telinga si Wahyu." Mendengar pengakuan itu, sang suami makin berang. "Sering
dibersihkan, justru memberi peluang penyakit masuk!" ujar suaminya.

Boleh jadi, bukan hanya Ny Wati, banyak para ibu yang suka membersihkan
telinga anaknya. Dengan harapan agar telinga sang anak selalu bersih. Tapi,
tahukan Anda. Bahwa tahi telinga berupa minyak yang berada di seputar liang
telinga itu justru melindungi telinga dari kemungkinan penyakit yang masuk.

Dari sekian banyak kasus infeksi telinga pada anak, sebagian disebabkan oleh
keteledoran orang tua si anak itu sendiri. "Membersihkan kotoran telinga
sebenarnya cukup sebatas daun telinga saja, tidak perlu sampai ke dalam
liang telinga," ujar dr Entjep Hadjar, seorang ahli telinga, hidung,
tenggorokan (THT) dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Bila kita amati, pada sekitar sepertiga bagian luar liang telinga selalu
tampak basah oleh sejenis minyak atau serumen. Serumen ini sebenarnya bagian
dari sistem telinga kita dalam mempertahankan diri dari masuknya kotoran,
debu, bahkan serangga kecil seperti nyamuk.

Kulit liang telinga luar itu terus-terusan memproduksi serumen, berwarna
kuning kecokelatan. Cairannya kadang mengalir tanpa terasa ke cekungan di
daun telinga bagian bawah. Itu mudah dibersihkan ketika kita mandi.

Celakanya, orang sering cenderung membersihkan liang telinga hingga ke
bagian dalamnya dengan berbagai alat yang sangat beragam. Dari berupa cotton
bud, korek kuping, hingga ada juga yang menggunakan bulu unggas dan bahkan
bagian bawah peniti.

Bagi telinga orang dewasa, mungkin tidak terlalu mengandung risiko karena
telinga orang dewasa cenderung lebih 'dalam'. Tapi untuk bocah balita,
apalagi bayi, ini memberi risiko yang sangat besar.

Pertama, pembersihan dengan apa pun akan menimbulkan rangsangan kuat pada
kulit liang telinga, karena di sana terdapat saraf-saraf rasa yang peka.
Rangsangan tersebut justru akan mendorong kelenjar serumen berproduksi lebih
banyak, dan ini justru akan mengakibatkan gangguan yang kurang baik bagi
telinga.

Saat membersihkan liang telinga, tidak jarang kotoran berupa minyak yang
telah bercampur dengan debu yang 'ditangkapnya' justru akan terdorong masuk
ke bagian yang lebih dalam di sekitar gendang telinga. Dengan frekuensi yang
berulang, kotoran itu kemudian terkumpul dan membatu, dan dalam kondisi
tertentu justru dapat menutup dan menghalangi gendang telinga untuk
menangkap getaran suara dari luar.

Dalam kondisi itu, anak biasanya akan merasa terganggu pendengarannya.
Telinga pun terasa gatal, dan anak cenderung mengorek sendiri telinganya.
Karena tidak mengerti, cara itu malah bisa melukai gendang telinga dan
menimbulkan infeksi sampai bernanah alias congek yang dikenal dengan istilah
otitis media.

Pada kasus ini, bila telinga tersumbat sebelah bisa mengakibatkan pusing,
kepala serasa berputar, dan vertigo.

Langkah terbaik apabila ada kotoran mengeras di liang telinga, segera bawa
ke dokter. Umumnya, dokter akan memberi obat tetes pemecah kotoran berupa
karbol gliserin 10%. Kemudian, kotoran disemprot agar keluar. Biasanya
disertai dengan pemberian antibiotika untuk mencegah bakteri yang mungkin
menghuni luka akibat iritasi.

Didominasi anak-anak

Penyebab sakit telinga lainnya adalah berupa infeksi yang disebabkan jamur
atau bakteri. Angka kasus didominasi oleh anak-anak balita antara usia dua
hingga 10 tahun. Atau karena kelainan kulit di belakang telinga karena
reaksi alergi.

Perlu diperhatikan bila anak-anak menunjukkan tanda-tanda seperti telinga
agak berwarna kemerahan, seperti terjadi pembengkakan. Mereka biasanya
mengeluh sakit yang amat sangat saat rahang mereka digerakkan untuk
mengunyah makanan, atau saat daun telinga ditarik atau ditekan di sekitar
daun telinganya.



Penyakit telinga umumnya disebabkan oleh bakteri Pneumococcus haemophilus.
Anak-anak sangat mudah diserang bakteri ini karena pipa eustachinya (yang
menghubungkan tenggorokan dengan bagian telinga tengah) lebih pendek
dibandingkan dengan orang dewasa.

Gejala yang paling jelas adalah keluarnya cairan kental berwarna kekuningan.
Itu menunjukkan bahwa telah terjadi infeksi di dalam telinganya. Kemungkinan
besar, gendang telinganya telah sobek. Dalam kondisi ini, amatlah salah
apabila melakukan pembersihan sampai ke dalam. Mestinya Anda beruntung,
karena cairan mengalir keluar, dan jangan justru sampai terdorong kembali ke
dalam saat Anda membersihkannya.

Jadi, jangan terlalu khawatir apabila menemukan ada telinganya mengeluarkan
congek. Gendang telinga yang sobek pada anak akibat infeksi biasanya sembuh
kembali, dengan pertolongan (operasi) dokter. Tapi, langkah pengobatan ke
dokter jangan dilakukan pada saat kondisi sudah terlalu parah karena bisa
mengakibatkan tuli permanen, atau sampai pada kondisi terjadi peradangan
tulang belakang telinga (mastoiditis), bahkan infeksi menjalar ke selaput
otak (meningitis).

Sekali ini terjadi, sang anak akan sulit untuk bisa berprestasi, karena
telinga vital dalam proses anak menerima pelajaran dari sekolah, maupun
dalam pergaulannya.

Infeksi yang terjadi di rongga telinga tengah bisa juga merupakan komplikasi
dari gangguan kesehatan lain, seperti batuk-pilek atau infeksi saluran
pernapasan bagian atas pada anak-anak. Virus atau bakteri dari hidung dan
tenggorokan bisa mencapai rongga telinga tengah melalui saluran kecil yang
disebut pipa eustachi, dan kemudian menghuni di sana, menyebabkan infeksi.

Penyakit pilek terkadang mengganggu telinga karena pipa eustachi yang
menghubungkan tenggorok, telinga tengah, dan hidungnya mengalami peradangan
dan terjadi penyumbatan. Karena itu, saat menderita pilek berat sebaiknya
menghindari kondisi-kondisi di mana penyakit telinga berpotensi untuk
progresif.

Misalnya berenang, apalagi menyelam, karena tekanan air terhadap atmosfir di
dalam rongga telinga bisa mengakibatkan tekanan yang menyebabkan pecahnya
gendang telinga yang sudah terinfeksi. Sebaiknya juga mencegah perjalanan
lewat udara, karena di ketinggian tertentu terjadi tekanan yang lebih kuat
pada rongga telinga.

Kasus penyakit telinga lainnya adalah akibat masuknya benda asing ke dalam
saluran pendengaran. Karena itu, para orang tua disarankan untuk tidak
membiarkan anak mereka bermain dengan benda-benda kecil seperti biji-bijian,
kelereng berukuran kecil, atau peluru pistol-pistolan yang bisa saja secara
sengaja atau tidak masuk ke liang telinga mereka.

Benda-benda semacam itu bisa menyebabkan dorongan pada gendang telinga bila
terlanjur masuk dan bahkan terdesak lebih dalam ketika anak tersebut, bahkan
orang tuanya, berusaha mengeluarkannya. Atau, bisa pula benda itu menekan
kedudukan tulang pendengaran. Segera hubungi dokter bila hal itu terjadi.

Jenis penyakit telinga lain yang paling ditakuti adalah tuli mendadak.
Diakibatkan oleh serangan virus yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke organ-organ pendengaran.

Dalam orasi ilmiahnya di Jakarta beberapa pekan lalu, guru besar FKUI bidang
THT, Hendarto Hendarmin, mengungkapkan bahwa hingga 1996 belum ada angka
jumlah kasus masalah pendengaran di Indonesia. Selain itu, juga belum ada
program pemerintah yang signifikan dalam menunjang kesehatan telinga bagi
seluruh rakyat Indonesia. Memang, pernah ada program Upaya Kesehatan Telinga
dan Pencegahan Gangguan Pendengaran (UKT-PGP) pada 1998, tapi kurang
memasyarakat.

Hendarto sendiri pernah melakukan survei mengenai masalah kesehatan organ
pendengaran ini terhadap tujuh provinsi seperti di Sumatra Barat, Sumatra
Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan
Sulawesi Utara. Survei yang dilakukan selama tiga tahun (1994-1996) tersebut
meliput sebanyak 19.375 responden di 140 desa pada 70 kecamatan di 35
kabupaten.

Berdasarkan survei tersebut diperoleh angka prevalensi morbiditas THT
sebesar 38,6%, dengan kasus telinga 18,5%, hidung 12,1%, tenggorokan 7,9%,
dan lain-lain 0,1%.

Khusus mengenai prevalensi morbiditas masalah pendengaran, diperoleh angka
penyakit telinga luar 6,8%, telinga tengah 3,9%, presbikusis 2,6%, tuli
ototoksik 0,3%, tuli mendadak 0,2%, dan tuli kongenital sebesar 0,1%. Plus
data gangguan kehilangan pendengaran total 16,8% dan ketulian sebesar 0,4%.

Yang paling memprihatinkan, sebagian besar masyarakat rata-rata masih
sedikit sekali pengetahuannya tentang kesehatan telinga, karena memang belum
pernah ada langkah penyuluhan atau kampanye pengenai kesehatan telinga.

Misalnya, Bu Mimin, seorang penduduk Desa Cipetir, Kab Bogor, tidak merasa
penting untuk membawa segera ke dokter anaknya yang berusia tiga tahun yang
menderita congek. "Nanti juga sembuh sendiri, kakak-kakaknya juga dulu
begitu," katanya. Nah!

Berdasarkan survei pihak Depkes 1993-1999 di tujuh provinsi, Dr dr Jenny
Bashiruddin SpTHT mengungkapan bahwa angka kesakitan telinga hidung
tenggorokan (THT) mencapai 36,8%. "Penyakit telinganya mencapai 18,5%,"
jelasnya.

Dari penyakit gangguan telinga, tertinggi adalah gangguan pendengaran yang
tercatat sebesar 16,8%, sedangkan hasil survei ketulian tercatat 0,4%.
Dokter spesialis THT yang praktik di RS Khusus THT Proklamasi ini
menambahkan penyakit telinga dibagi lagi ke dalam tiga kelompok. Penyakit
telinga bagian luar sebesar 6,8%, penyakit telinga tengah 3,9%, gangguan
pendengaran pada usia tua 2,6%, sedangkan penyakit telinga disebabkan
lainnya mencapai 0,3%. (Usp/berbagai sumber)

---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga untuk pasangan berulangtahun & rekan melahirkan? Klik,
http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]



---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga untuk pasangan berulangtahun & rekan melahirkan? Klik, 
>http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke