Rekans,
Mungkin artikel di bawah ini dapat menjelaskan mengapa anak berperilaku
demikian. Perilaku semacam ini dikenal sebagai Temper Tantrum. Artikel di
bawah ini menjelaskan perilaku tersebut.
Mudah-mudahan berguna

Vivi

Tantrum 
Oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi. <../lain-lain/penulis.htm>  Jakarta, 29
April 2002
        Andi menangis, menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai karena
menuntut ibunya untuk membelikan mainan mobil-mobilan di sebuah hypermarket
di Jakarta? Ibunya sudah berusaha membujuk Andi dan mengatakan bahwa sudah
banyak mobil-mobilan di rumahnya. Namun Andi malah semakin menjadi-jadi.
Ibunya menjadi serba salah, malu dan tidak berdaya menghadapi anaknya. Di
satu sisi, ibunya tidak ingin membelikan mainan tersebut karena masih ada
kebutuhan lain yang lebih mendesak. Namun disisi lain, kalau tidak dibelikan
maka ia kuatir Andi akan menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga
menarik perhatian semua orang dan orang bisa saja menyangka dirinya adalah
orangtua yang kejam. Ibunya menjadi bingung....., lalu akhirnya ia terpaksa
membeli mainan yang diinginkan Andi. Benarkah tindakan sang Ibu?
Temper Tantrum 
Kejadian di atas merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper
Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol.
Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul
pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun. 
Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah.
Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit",
dengan ciri-ciri sebagai berikut: 
1.      Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur. 
2.      Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru. 
3.      Lambat beradaptasi terhadap perubahan. 
4.      Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif. 
5.      Mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal. 
6.      Sulit dialihkan perhatiannya. 
Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa
contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia: 
1. Di bawah usia 3 tahun: 
*       Menangis 
*       Menggigit 
*       Memukul 
*       Menendang 
*       Menjerit 
*       Memekik-mekik 
*       Melengkungkan punggung 
*       Melempar badan ke lantai 
*       Memukul-mukulkan tangan 
*       Menahan nafas 
*       Membentur-benturkan kepala 
*       Melempar-lempar barang 
2. Usia 3 - 4 tahun: 
*       Perilaku-perilaku tersebut diatas 
*       Menghentak-hentakan kaki 
*       Berteriak-teriak 
*       Meninju 
*       Membanting pintu 
*       Mengkritik 
*       Merengek 
3. Usia 5 tahun ke atas 
*       Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas 
*       Memaki 
*       Menyumpah 
*       Memukul kakak/adik atau temannya 
*       Mengkritik diri sendiri 
*       Memecahkan barang dengan sengaja 
*       Mengancam 
Faktor Penyebab 
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum. Diantaranya
adalah sebagai berikut: 
1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu. 
        Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya,
anak mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar
mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri. 
        Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin
mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti
apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan
terungkap dalam bentuk Tantrum.
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan. 
        Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu
bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak
tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk
waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah
satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah Tantrum. Contoh lain: anak
butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya
anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun
ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak
diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa
marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia memakai cara Tantrum agar
diperbolehkan. 
4. Pola asuh orangtua 
        Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum.
Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan,
bisa Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu
dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi
bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku Tantrum. Orangtua yang
mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak Tantrum.
Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan
ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali
mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan
dibingungkan oleh orangtua dan menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar
menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang
satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum
agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua. 
5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit. 
6. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak
aman (insecure). 
Tindakan 
Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak ahli
perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu perilaku yang masih
tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu
periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian
dari proses perkembangan, episode Tantrum pasti berakhir. Beberapa hal
positif yang bisa dilihat dari perilaku Tantrum adalah bahwa dengan Tantrum
anak ingin menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya,
mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat
orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian
bukan berarti bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati
(encourage). Jika orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan
memperbolehkan anak mendapatkan yang diinginkannya setelah ia Tantrum,
seperti ilustrasi di atas) atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras
dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi
contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu
orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan bertindak
keliru dalam menyikapi Tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu
kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi
terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel, dll)
secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak
menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi
tersebut. 
Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana cara terbaik dalam
menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
kami mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang tindakan-tindakan yang
sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi hal tersebut.
Tindakan-tindakan ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: 
1.      Mencegah terjadinya Tantrum 
2.      Menangani Anak yang sedang mengalami Tantrum 
3.      Menangani anak pasca Tantrum 
Pencegahan 
Langkah pertama untuk mencegah terjadinya Tantrum adalah dengan mengenali
kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi
seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa
anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu
lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang. Maka supaya ia tidak
Tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan
sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak
berlari-lari di luar mobil. 
Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang harus
dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia mengerjakan
tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan tugas-tugasnya lho!!!) dan
mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres pada
anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas
pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak
pun didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua
dapat membantu dengan memberikan petunjuk. 
Langkah kedua dalam mencegah Tantrum adalah dengan melihat bagaimana cara
orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua
bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang?
Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah
orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan? 
Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali
melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan
anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak
dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat
berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan
beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan
kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar
anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun. 

Ketika Tantrum Terjadi
Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan
yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:
1.      Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum,
pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama
Tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik
benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan
keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum anak jadi
menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya
tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak.
2.      Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar
tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah
pada anak.
3.      Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum berlangsung,
sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan
nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh
tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu
malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama
Tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya.
Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha
menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan. 
4.      Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk
dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak
dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta
(karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal
Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun
tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: "kamu kok
begitu sih nak, bikin mama-papa sedih"; "kamu kan sudah besar, jangan
seperti anak kecil lagi dong"), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup
misalnya dengan mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama ada di sini sampai
kamu selesai". Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman
dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia. 

Ketika Tantrum Telah Berlalu 
Saat Tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang
telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat,
teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak
tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika Tantrum terjadi
karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang
diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar
bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya. 
Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca
buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah
berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya. 
Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi
Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah
merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi,
lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa mencegah
Tantrum berikutnya. 
Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan
kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi
kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan
dilakukan setelah Tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang
tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman
adalah ketika Tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda
akan terjadi Tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa
frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal. 

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak yang
"sulit" dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan
sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang
punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah
kehidupan anak agar Tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran
diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang
belum memiliki pengalaman mengasuh anak. Selamat membaca, semoga
bermanfaat.(jp) 


        -----Original Message-----
        From:   Dian Avianti [SMTP:[EMAIL PROTECTED]
        Sent:   Monday, March 24, 2003 3:01 PM
        To:     [EMAIL PROTECTED]
        Subject:        RE: [balita-anda] Kelakuan anak 3 th

        Kayaknya umur seginian emang gitu kelakuannya ya ?
        Klo saya kebetulan ponakan co nih yang lagi susyyaaahhhh banget.
        Duh, itu teriakan dan rengekannya kayak anak yang dipukulin aja :-)
        Ponakan ku ini selain suka ngebantah, juga suka ngisengin orang.
        Mulai yang mukul kita diam2 dari belakang, ngelempar adek2nya pake
        barang apa aja yang dipegang, main sepeda di rumah, main sepeda di
jalan
        sambil nggak pake baju, ngebuang barang2, hidup-matiin TV sampe tu
TV
        jebol :(
        Wah, bisa panjang deh klo diceritain di sini.

        Iya nih, gimana sih caranya ngatasi anak2 yang bagini.
        Share donk...

        Dian


        -----Original Message-----
        From: [EMAIL PROTECTED]
[mailto:[EMAIL PROTECTED]
        Sent: 23 March 2003 23:32
        To: [EMAIL PROTECTED]
        Subject: RE: [balita-anda] Kelakuan anak 3 th



        Mbak Siska,

        Sepertinya anak usia 3 tahunan memang begitu mbak, anak saya 3 tahun
5
        bulan, cowok juga, kelakuannya ga beda sama anak mbak,  apa aja yang
        kita
        minta lakukan, selalu dijawab "GA MAU",... disuruh mandi, ga mau,
        disuruh
        makan, ga mau, pokoknya apa aja selalu jawabannya ga mau,.. 

        Saya coba bujukin dia baik2, ga mempan, dimarahi apalagi, jadi lebih
        galakan
        dia, akhirnya saya ambil jalan tengah, misalnya dia ga mau mandi,
saya
        ga
        bujuk dia, ga marah pula sama dia, saya cuman bilang gini, 'kalau
kakak
        ga
        mau mandi ga apa2, itu sih terserah kakak, nanti kalau kakak bau kan
        yang
        malu kakak sendiri, paling nanti di sekolah ga ada yang mau duduk
deket
        kakak,..'  ternyata mempan tuh mbak, mungkin bisa dicoba?...

        Thanks, Wiwin


        
---------------------------------------------------------------------
        >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
        >> Info balita, http://www.balita-anda.com
        >> Stop berlangganan, e-mail ke:
[EMAIL PROTECTED]

---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke