Minggu, 22 Januari 2006 Sejauh Mana Kita Bisa Memukul Anak?
Assalamualaikum wr wb, Pengasuh yang saya sayangi, saya senang mengikuti kolom konsultasi. Sebagai ibu muda dengan empat anak yang semua laki-laki membuat waktu saya habis untuk mendidik mereka. Setiap orang tua pasti ingin anaknya menjadi anak yang tumbuh sehat dan berakhlak mulia. Namun, kenyataannya tidak mudah menjalankannya. Apalagi dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki. Saya sering mendengar dari orang-orang tua yang ada di sekitar tempat saya tinggal bahwa anak harus dipukul kalau dia melakukan kesalahan atau nakal. Yang menjadi pertanyaan saya, sejauh mana kita boleh memukul anak-anak dan apa akibatnya bila kita sering memukul anak? Terima kasih atas jawaban yang diberikan. Lumi, Jawa Barat. Jawab: Ibu Lumi yang kami sayangi, begitu besar rasa sayang kami untuk Ibu dan ibu-ibu muda lainnya. Rasa hormat yang besar kami berikan pada Ibu atas partisipasi Ibu dan perhatian Ibu pada kolom konsultasi. Menjadi Ibu adalah pilihan yang mulia dan menghasilkan anak-anak yang berakhlak mulia adalah sebuah warisan yang tak ternilai harganya. Pada kenyataannya orang tua menghadapi permasalahan yang tidak sedikit dalam mengasuh anaknya. Oleh karena orang tua seharusnya menambah wawasan tentang mendidik anak dengan membaca buku-buku tentang pengasuhan atau menghadiri pelatihan dan seminar-seminar serta berbagi pengalaman dengan orang tua. Banyak contoh-contoh orang tua yang berhasil mendidik anak-anaknya. Kita bisa mengambil hikmah dari mereka Namun, keberhasilan seorang ibu tidak selalu diartikan dengan keberhasilan anak-anaknya menjadi sarjana. Orang tua yang berhasil adalah orang tua yang dalam pengasuhannya menghasilkan anak-anak yang tidak hanya pandai tapi juga memiliki sopan santun dalam berbicara, memiliki adab-adab yang baik, bertanggung jawab, dan mandiri. Yang menjadi fokus pembicaraan kita kali ini adalah apakah menghasilkan anak yang berhasil dan berakhlak harus dengan sebuah pukulan. Jawabannya adalah tidak. Bila anak sering dimaraahi dia akan menjadi anak yang pemarah. Jika dia sering dipukul dia akan menjadi anak yang agresif dan memukul orang lain. Dampak deprivasi (perampasan) emosi sangat buruk. Anak akan tumbuh emnjadi anak yang pundi-pundi jiwanya kosong. Ia tumbuh menjadi anak yang hatinya keras dan tidak memiliki empati. Jangan sampai anak menjadi pendiam dan tidak berani berekspresi karena ia tumbuh menjadi anak yang pencemas karena terlalu banyak evaluasi dari lingkungan. Mungkin yang disarankan oleh ibu-ibu di lingkungan Ibu Lumi adalah bersifat tegas pada anak, ya Bu? Anak memang membutuhkan batasan-batasan yaang jelas di dalam hidupnya. Ia harus diberi panduan yang jelas dan konsisten dalam bersikap. Jika ibu tidak memberi aturan-aturan hidup anak akan tumbuh liar dan kruang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. Akibatnya, ia tidak disukai oleh orang lain seperti nenek, tante, tetangga, atau oleh teman-teman ibu. Ini akan memperburuk citra diri anak. Jadi, kalau sesekali Ibu ingin memukul anak karena anak sudah melakukan sesuatu yang tidak baik pukullah di bagian yang tidak menyakiti bagian tubuh yang sensitif seperti wajah. Pukulan juga tidak keras dan penuh kemarahan. Jika bisa diberi nasihat, usahakan beri nasihat terlebih dahulu. Pukulan adalah alternatif terakhir. Jadi, Bu, kita senantiasa berdoa agar kita menjadi ibu yang pemaaf dan sabar agar anak-anak kita berkembang kepribadiannya dan tumbuh menjadi anak yang santun dan juga penyabar. Amin. ( ) http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=232089&kat_id=100